Mudik (oleh KBBI disinonimkan dengan istilah pulang kampung) adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya (udik). Selain itu, mudik juga diartikan mereka yang yang sudah menetap di sutau tempat/perkotaan menuju ke kampung halaman/udik asalnya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Waktunya biasanya di akhir Ramadhan, setelag hari raya Idul Fitri.
Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Dan kemudian juga berkembang dengan adanya reuni, untuk bersua dengan teman, kerabat dan lain sebagainya. Sehingga, akan mencari cara untuk bisa mudik, apapun risikonya. Dan ini dibuktikan dengan jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri dengan membeli tiket berbagai moda tranportasi, meski sudah dibatasi waktunya oleh pemerintah.
Namun, nampaknya para pemudik kali ini harus menunda tradisi tahunan itu. Setelah tahun lalu juga ada pembatasan mudik. Praktis 2 (dua) tahun ini, hasrat untuk mudik harus di tahan, karena akan berisiko. Hal ini dipertegas dengan hari ini 22/04/2021, Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 memutuskan untuk memperpanjang masa larangan mudik Lebaran. Perpanjangan larangan tersebut berlaku mulai hari ini, Kamis 22 April 2021, hingga 24 Mei 2021. Aturan itu tertuang dalam Addendum Surat Edaran perihal pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN).
Mengapa diperpanjang? Ternyata ini merupakan hasil survei dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan RI yang menyatakan bahwa dalam survei tersebut ditemukan bahwa masih adanya sekelompok masyarakat yang hendak mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 Pemberlakuan Peraturan Peniadaan Mudik.
Tujuan addendum dalam surat edaran ini adalah untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus antar daerah pada masa sebelum dan sesudah periode peniadaan mudik diberlakukan. Artinya bertujuan untuk mencegah ganasnya penyebaran COVID-19. Dan menurut pernyataan presiden, berdasarkan kajian tim Kesehatan, jika tidak ada larangan mudik, maka kemungkinan akan bertambah 120 ribu hingga 140 ribu penambahan kasus baru COVID-19 per-hari.
Jika dirangkum, maka larangan mudik berlaku selama 1 bulan, terhitung sejak hari ini hingga 24 Mei mendatang. Dan dalam surat edaran tersebut juga ditambahkan beberapa aturan terkait perjalanan darat, udara, maupun laut. Satu aturan tambahan diantaranya adalah mengenai pelaku perjalanan darat, udara, maupun laut diwajibkan menunjukkan minimal surat keterangan hasil negatif GeNose.
Artinya untuk tanggal 22 April hingga 5 Mei dan tanggal 17- 24 Mei, terjadi pengetatan protokol kesehatan, dengan membatasi masa berlaku surat keterangan hasil tes PCR/swab antigen, yang sebelumnya punya masa berlaku 2 (dua) hari, mulai hari ini surat keterangan hanya berlaku 1 x 24 jam.Selain itu, akan dilakukan tes rapid antigen acak kepada para penumpang angkutan darat.
Aturan ini sangat ketat. Dan secara ringkas, jelas membatasi pergerakan rakyat untuk mudik. Akan tetapi bukan rakyat Indonesia kalo tidak bisa mencari jalan keluar. Jika tidak bisa mengakali. Selalu ada saja celah yang bisa ditemukan. Dan biasanya petugas dan semua pihak akan terkaget-kaget, ternyata ada saja yang luput dari aturan, ketika sudah terjadi.
Namun, ini bukan soal bisa mengakali dengan berbagai akal-akalan itu. Melainkan ini menyangkut keselamatan jiwa. Yang menjadi salah satu dari maqashidul syari’ah. Hal ini, bukan hanya untuk Anda saja. Tetapi untuk orang yang disekitar Anda, terhadap orang yang akan Anda temui dlsb. Bisa jadi Kita nampak sehat, akan tetapi sesungguhnya kita adalah carrier, alias pembawa dan penyebar virus itu. Atau justru Kita yang akan tertular oleh orang lain. Jadi kita tahan dulu keinginan untuk mudik tahun ini. Sehingga sejarah mencatat kita sebagai bagian yang ikut mencegah penyebaran COVID dengan tidak mudik. Bukan malah menjadi bagian dari penyebar COVID ini.
Jadi, masih ingin mudik?
Tigabelas purnama sudah berlalu. Kita hidup dalam kondisi new normal. Sebuah keadaan dimana memaksa kita untuk membiasakan pola hidup baru, yang tidak biasa kita lakukan pada masa-masa sebelumnya. Sehingga mau-tidak mau mengubah semua aspek kehidupan, tanpa kecuali. Tetapi, tatanan kehidupan baru itu, setelah satu tahun lebih, kini telah menjadi habit. Seolah kita sudah terbiasa dengan lifestyle baru ini. Terutama yang menyangkut dengan menjaga Kesehatan. Tentu masing-masing kita punya segudang pengalaman yang bisa diceritakan.
Lagi-lagi, jika merujuk data yang ada, maka sesungguhnya Indonesia telah mengalami puncak Covid-19 pada bulan Februari 2021. Karena setelah itu, kasus harian berangsur terus menurun, sebagaimana ditunjuk dalam grafik berikut ini. Semoga akan terus melandai dan segera berakhir.

Tiba-tiba status WA teman-teman saya banyak yang berubah. Tidak seperti biasanya. Sebagaimana hari-hari sebelumnya, seperti yang saya kenal. Ternyata tidak hanya di WA, namun juga wall di facebook, cuitan di twitter, status di instagram. Demikian hanya, tidak sedikit kemudian berubah menjadi YouTuber, dan seterusnya. Pendeknya, semua akun media sosial yang dimiliki, seolah menampilkan “wajah baru” dari apa dan siapa, yang selama ini mereka saya kenal. Mungkin disekitar anda juga seperti ini.