entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship, IT

Downsizing


downsizingPekan kemarin kami Totalindoers, baru saja mengadakan acara bulanan yang biasa disebut dengan CEO’s Briefing yang dikemas dalam sharing session. Kami berkumpul dengan jumlah yang paling sedikit sejak dari 3 tahun terakhir ini. Kami berawal dari tim yang jumlahnya hanya hitungan jari, kemudian bertambah menjadi pulihan dan sampai ratusan orang. Kemudian berkurang lagi menjadi puluhan, dan kini kembali ke belasan orang. Dengan sedikit orang, serta komposisi dan personil yang berbeda pula, saya berharap ini menjadi semacam KOPASSUS, yang pantang pulang sebelum menang. Nah, dengan model sharing seperti ini, maka semua nya menjadi tahu dan paham, tentang langkah dan stretegi apa yang akan dilakukan perusahaan kedepan. Sehingga pertemuan seperti ini, di hadiri oleh semua komponen Totalindoers, tanpa kecuali, tidak dibedakan dari semua tingkatan dan senioritasnya. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum.

Dalam kerja-kerja seperti ini, selalu saya awali dengan rasa syukur dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Totalindoers atas kinerja dan dedikasinya selama ini, untuk bersama-sama dalam sebuah kapal. Kemudian kita tunjukkan big picture dan road map perusahaan, secara garis besar. Kemudian, saya menyampaikan kondisi terakhir perusahaan, evaluasi atas perkembangan  dan seluruh dinamika didalamnya, yang mungkin dirasakan bersama, dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya, secara garis besar dibeberkan langkah-langkah dan strategi , dan target apa yang harus diaksanakan, pekan ini,  sebulan kedepan, juga gambaran setahun atau bahkan beberapa tahun kedepan. Kemudian, menyoroti kinerja bulan berjalan, juga tidak lupa memompa semangat dengan berbagai cerita, yang berupaya untuk sedikit memberikan motivasi, dalam rangka membuka dan membongkar mindset Totalindoers, sehingga inline Continue reading “Downsizing”

Advertisement
entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

The Living Company (Agar Perusahaan Berumur Panjang)


tumbuhSetelah dipostingan sebelumnya, kita membahas tentang keberlangsungan hidup sebuah perusahaan, dimana di dalamnya juga disampaiiakan tabel hasil penelitian dari SBA  (Small Business Administration) tentang usia perusahaan yang didirikan tahun 1998. Dan kemudian kita mendapati fakta bahwa, setelah berumur 7 tahun, rata-rata tinggal 31,18% yang masih bertahan hidup. Nah, ditulisan kali ini, saya sengaja  menyadur  sebagian besar dari buku Chaotics, karya Philips Kotler dan John A. Caslione, yang ternyata juga bersumber  dari buku The Living Company karya Arie de Geus, mendapatkan fakta yang menarik, tentang rata-rata harapan hidup perusahaan di Jepang dan Eropa, serta  bagaimana agar perusahaan dapat berumur panjang. Bahkan sampai ratusan tahun, sesuatu yang mungkin juga ingin kita lakukan dan banyak contoh kisah suksesnya.

Adalah Arie de Geus, saat itu usianya 38 tahun, jabatannya line manager Royal Dutch Shell, yang menyebabkan dia harus tinggal di tiga benua, untuk melaksanakan tugasnya itu. Dan di Shell, jabatan terakhirnya adalah direktur perencanaan perusahaan yang bertanggungjawab atas perencanaan dan sekenario bisnis. Saat masih di Shell, de Geus memulai studi atas sejumlah perusahaan yag berumur panjang. Ia ingin tahu apakah perusahaan-perusahaan ini dikelola dengan seperangkat sifat dan prioritas yang umum. Semakin dlam penelitiannya atas perushanaan-perusahaan tersebut, semakin besar kekhawatirannya akan harapan hidup. Tulisannya, “Harapan hidup rata-rata sebuah perusahaaan seharusnya dua- sampai tiga abad,” Continue reading “The Living Company (Agar Perusahaan Berumur Panjang)”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

Keberlangsungan Hidup Perusahaan


survivalSebagai sebuah organinasi, maka perusahaan tak ubahnya laksana sebuah organisme, yang membutuhkan makanan untuk melangsungkan kehidupannya,  tumbuh dan berkembang. Dalam masa tumbuh dan berkembang itu, tidak sedikit perusahaan yang kemudian menderita ‘penyakit”. Bila sejak dini terdeteksi “penyakit” nya dan kemudian bisa disembuhkan, maka selamatlah perusahaan itu. Akan tetapi, acapkali perusahaan sakit  yang sudah/belum diketarahui penyakitnya, dan tidak bisa disembuhkan, kemudian mati dalam usia muda. Layu sebelum berkembang. Namun tidak sedikit, perusahaan yang kelihatannya sehat dan tumbuh serta berkembang dengan baik, akan tetapi ternyata rapuh, ketika ada gejolak sedikit, akhirnya tumbang juga. Dan kemudian gulung tikar.

Fakta tersebut, memaksa perusahaan harus senantiasa merasa ‘was-was’ atas keberlangsungan hidupnya. Memang ini tidak gampang, tetapi bisa dilakukan. Ternyata beberapa imunitas agar perusahaan tahan terhadap kematian dini itu adalah kombinasi antara konstruksi modal, asset dan daya saing strategis untuk mencapai laba di atas rata-rata. Ini harus menjadi prioritas. Bahkan menurut Andrew Groove, mantan direktur Intel, dia sempat mengamatai dan kemudian berpendapat bahwa hanya perusahaan-perusahaan “paranoid” yang dapat bertahan dan berhasil. Hal ini senada dengan pendapat Thomas J. Watson, mantan Dirut IBM, yang memperingatkan,”perusahaan adalah sesuatu yang memerlukan biaya dan keberhasilannya adalah suatu pencapaian yang bersifat sementara, yang setiap saat dapat lolos dari tangan.”  Intinya, tidak pernah ada perusahaan yang aman 100%  dan sehat sehingga terbebas dari ancaman kematian, akan tetapi juga tidak harus menjadikan ketakutan untuk melangkah. Justru karena kita tahu bahwa, tidak ada perusahaan yang 100% aman dari kematian itulah, yang meneyebabkan kita tidak boleh berhenti. Harus terus melangkah dan bergerak. Sebab yang membedakan mati dan hidup, minimal adalah ketika kita masih bisa bergerak. Continue reading “Keberlangsungan Hidup Perusahaan”