Entrepreneurship

Blockchain Untuk Pendidikan


Diskursus tentang blockchain, saat ini mewarnai perbincangan di beberapa kelompok diskusi. Sebagai sebuah teknologi “baru”, tentu tidak semua faham, terlebih dia terus berkembang, terutama trekait dengan pemanfaatannya. Dan dari diskusi itu, biasanya selalu menghadirkan pembicaraan yang menarik. Ada perdebatan, ada titik temu, ada peluang dan seterusnya. Tentu hal ini selanjutnya akan menjadi tantangan, baik bagi para pegiat teknologi, maupun penerima manfaat dari teknologi tersebut. Berawal dari diskusi di salah satu WAG, terkait isu yang saya lontarkan, berkenaan dengan pemanfaatan blockchain untuk pendidikan. Berbagai pertanyaan gayung-bersambut, pro-kontra, mewarnai percakapan disitu. Lalu seperti biasa, pembahasannya sempat melebar kemana-mana. Namun jika dikerucutkan, paling tidak ada 4 (empat) hal yang mengemuka, dalam diskusi tersebut. Pertama, Bagaimana Implementasi blockchain di sektor pendidikan, seperti apa sih? Masih belum kebayang. Kedua, blockchain kok di pendidikan, entar di PT nggak pake rektor, di sekolah nggak ada kepala sekolah, termasuk dosen, guru dan jajaran nya? Ketiga, bagaimana blockchain berhadapan dengan regulasi pendidikan yang bejibun dan sering berubah-ubah itu?. Keempat, siapa dan dimana lembaga/negara yang sudah sukses mengimplementasikan blockchain ini, sehingga bisa dipakai benchmarking di Indonesia?

Tentu diskusi di WAG tersebut, sebenarnya lebih seru dari sekedar empat pertanyaan yang ada di atas. Tetapi dari situ menemukan kalimat yang menarik, bahwa jangan latah sedikit-sedikit blockchain, karena dia bukan aspirin sebagai obat mujarab bagi semua kebutuhan teknologi, saat ini dan masa depan. Pernyataan ini benar, tetapi tidak tepat. Jangan sampai, bersebab pernyataan tersebut menghambat pemanfaatan teknologi yang lagi ramai di bahas ini.

Sedikit gambaran berkenaan dengan diskursus yang kita bahas ini. Yaitu dengan mengacu pada Study yang sudah dilakukan oleh JRC dan EU, membuktikan bahwa blockchain sangat mungkin diimplementasikan di bidang pendidikan. Dalam halaman 66, paper tersebut ada kalimat menarik,”Students gain control and ownership of all their education data, their accreditation and portfolios of work, in a secure place that is accessible to anyone who needs to verify them – and for their entire lifetime. Within a context where students, teachers and course authors are in a direct relationship with one another, new transactional models will emerge. For example, when a student views a learning video, a small micropayment can automatically be made to the video authors.” (pelajar mendapatkan akses kontrol dan kepemilikan pada semua data pendidikan, akreditasi dan portofolio pekerjaan mereka, di tempat yang aman yang dapat diakses oleh siapa saja yang perlu memverifikasinya – dan ini berlaku seumur hidup mereka. Dalam konteks di mana para siswa, guru dan penulis naskah saling berhubungan satu sama lain, model transaksional baru akan muncul. Sebagai contoh, ketika seorang siswa melihat sebuah video pembelajaran, sebuah micropayment kecil dapat dibuat secara otomatis ke penulis video tersebut). Secara garis besar dapat di lihat sebagaimana gambar berikut : 

 

Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa untuk pendidikan, cara kerja blockchain permanen, transparan, dan mudah ditelusuri, yang memungkinkan anggota masyarakat untuk melihat sejarah transaksi secara keseluruhan. Setiap update adalah “blok” baru yang ditambahkan pada akhir “rantai.” Protokol mengatur bagaimana pengeditan atau entri baru dimulai, divalidasi, dicatat, dan didistribusikan. Dengan blockchain, kriptologi menggantikan perantara pihak ketiga sebagai penjaga kepercayaan, dengan semua peserta blockchain menjalankan algoritma kompleks untuk memastikan integritas keseluruhan proses dan aktifitas tersebut.

Bahkan di laman resmi EU terkait, bagaimana memanfaatkan potensi blockchain untuk mentranformasi pendidikan, disampaikan bahwa, teknologi blockchain dapat membantu memperbaiki model manajemen data lama dan membawa manfaat bagi pelajar dan institusi pendidikan di UE – jika pembuat kebijakan siap untuk menerima perubahan tersebut. Itulah pesan utama dari penelitian JRC Science for Policy Reports yang menyoroti bagaimana teknologi blockchain dapat memperbaiki sektor pendidikan, mulai dari memberi catatan tanpa kertas dan sertifikat untuk melacak kutipan dan melindungi kekayaan intelektual dan lains sebagainya.

Menjawab pertanyaan

Dengan demikian maka, untuk menjawab pertanyaan dari dskusi di atas, secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

Pertama, bahwa blockchain diimplementasikan multi platform. Mulai dari proses pembelajaran bisa dengan elearning, disini mulai dari pendaftaran, presentasi, nilai, prestasi dlsb di catat dengan baik. Ada juga model kursus, ekstra kurikuler dlsb. Selanjutnya administrasi termasuk keuangan bisa dihadirkan Fintech, bahkan bisa di melahirkan cashless society, disini dihadirkan utk melayani : SPP, BOS, uang jajan dikantin, perpustakaan, pembiayaan guru, pengembangan sarpras dlsb. Kemudian, ada solusi marketplace khusus kebutuhan pendidikan ; buku, alat tulis, seragam, dlsb.

Kedua, implementasi blockchain bukan untuk me-replace orang. Akan tetapi lebih kepada penataan sistem. Dengan teknologi blockchain yang terdistribusi, memungkinkan banyak pihak untuk terlibat, mengawasi dari sistem pendidikan. Sehingga kasus ijazah palsu dlsb, akan terdeteksi dengan cepat. Demikian juga terkait prestasi, nilai, karya tulis dan lain sebagainya. Fungsi Kepala Sekolah/Rektor, termasuk guru dan dosen tetap, namun mereka tidak bisa main-main lagi. Sebab, semuanya sudah ter-log oleh sistem, alias datanya immutable, nggak bisa diganti.

Ketiga, problem negeri ini adalah banyaknya regulasi dan seringnya berubah-ubah. Tentu, sistem ini dibangun di atas regulasi. Jika menilik apa yang terjadi di European Union, maka tantangannya adalah mengubah kebijakan. Karena, dengan blockchain ini memungkinkan adanya “kesamaan” regulasi pendidikan internasional. Siswa dimanapun, bisa diketahui oleh sekolah, universitas, pemerintah, perusahaan dan lembaga apapun juga, hingga dia sudah mati. Tentang regulasi, maka kuncinya harus ada regulasi yang sejalan dengan blockchain ini.

Keempat, sebagaimana paper tersebut di atas, Uni Eropa pun, juga sedang mulai untuk implementasi. Namun dibeberapa negara, nampaknya sudah memulainya. Menurut Guang Chen et. all dalam papernya yang berjudul Exploring Blockchain Technology and Its Potential Applications for Education, menyebutkan bahwa, Universitas Nicosia adalah lembaga pendidikan pertama yang menggunakan teknologi blockchain untuk mengelola sertifikat siswa yang diterima dari platform MOOC (Sharples dan Domingue 2016). Kemudian, Sony Global Education juga menggunakan blockchain tersebut teknologi untuk menciptakan platform penilaian global untuk menyediakan layanan untuk penyimpanan dan mengelola informasi gelar (Hoy 2017). Selain itu, Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan perusahaan Learning Machine bekerja sama merancang digital badge untuk pembelajaran online berbasis teknologi blockchain. Mahasiswa yang pernah hadir pada proyek MIT Media Lab dan lulus asesmen akan mendapat sertifikasi yang akan disimpan di jaringan blockchain (Skiba 2017). Untuk implementasi di Indonesia, hingga saat ini masih belum belum ada. Kemungkinan unruk disekolah negeri, akanbanyak berhadapan dengan birokrasi yang tidak mudah. Olehnya, pilot project-nya bisa dimulai dari sekolah-sekolah swasta, demikian juga sangat memungkinkan untuk diterapkan di Pesantren. Sehingga ada prototyping implementasi di real environment, yang bisa dikembangkan.

Point saya, sebagaimana tulisan sebelumnya, bahwa as a tools, blockchain itu  “hanya” sebuah teknologi yang netral. Dia memungkinkan untuk diimplementasikan di berbagai sektor kehidupan. Tergantung siapa penggunanya, dan untuk kepentingan apa. Dengan demikian maka, biarkan banyak yang mencoba untuk diimplementasikan di berbagai sektor itu. Hingga menemukan bentuk, kestabilan dan mature disitu. Tentu juga dari berbagai aspek. Kemudian bisa di duplikasi, untuk memperluas cakupan. Sehingga dengan hal yang sama, juga bisa diterapkan untuk kepentingan pendidikan ini. Wallahu a’lam.

Depok-Jakarta, 12/01/2018

4 thoughts on “Blockchain Untuk Pendidikan”

  1. Artikel yg menarik om..

    Sepertinya memang bisa diterapkan di ponpes, misalnya yg paling sederhana: orangtua/wali (atau siapapun) bisa tracking santri ini masuk/lulus taun berapa, atau sekarang di kelas mana. Untuk itu bisakah om bantu saya agar agar blockchain ini dpt diaplikasikan di ponpes?

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.