
Dreams Come True

mengubah mimpi menjadi kenyataan
Tanggal 1 Syawal 1443 H dua pekan lalu, ada sekitar sebelas anak muda teman main anak saya, silaturrahim ke rumah. Mereka usia SMP dan SMA. Saya ajak ngobrol hampir 1 jam tentang berbagai hal. Terkait dengan hal kekinian, terutama berkenaan dengan masa depan teknologi. Saya sengaja memilih tema itu, sebab saya yakin saat silaturrahim di tempat lain, banyak di nasihati tentang sekolah, agama dlsb. Saya berusaha memasuki dunia mereka. Mesti ada terasa ada gap yang sangat jauh.
Saya dahului bercerita sekilas tentang bagaimana ilmuwan Islam dulu, mampu mengubah dunia. Dan bagaimana kontribusi nya terhadap sains modern saat ini. Sekilas dikenalkan Al Khawarizmi, Ibn Sina, Al Biruni, Al Jazari, Al Haitam dst. Dan dikaitan dengan kehadiran teknologi saat ini. Kelihatan matanya pada berbinar dan antusias. Dan ternyata nyambung. Padahal, mereka semuanya nyantri, diberbagai pesantren. Ketika saya tanya, ada 2 anak yang sudah hafal 30 juz, tetapi rata-rata mereka sudah hafal lebih dari 5 juz. Continue reading “Potret Mini Gen Z Muslim”
Pada awalnya, literasi dinisbatkann kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam hal ini, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan dalam berbahasa.
Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, maka literasi didefinisikan dengan seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Konsekwensinya adalah pemahaman seseorang berkenaan dengan literasi ini juga terus berkembang. Sebab, dia akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks tempat dan cakupan nasional maupun intenasinal, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman dalam berbagai aspek kehidupan, dan lain sebagainya.
Sajalan dengan perkembangan teknologi informasi, juga memuncilkan lahirnya istilah literasi digital. Dimana, menurut wikipedia, literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum sesuai dengan kegunaannya dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Continue reading “Tantangan Literasi”
RRevolusi Industri 4.0 saat ini banyak menjadi topik pembicaraan. Dikalangan akademisi dan dunia industri, termasuk lembaga konsultan, sebenarnya sudah ramai diperbincangkan sejak munculnya buku The Forth Industrial Revolution oleh Klaus Schwab tahun 2015. Dan olehnya, ditingkat internasional, duskursus dikalangan akademisi dan juga para cerdik pandai mewarnai tulisan, artikel, jurnal, seminar simposium dan sejenisnya.
Untuk Indonesia, beberapa tahun belakangan ini, juga mulai mewarnai perbincangan publik. Bahkan kementerian perindustrian sudah membuat booklet dengan judul Making Indonesia 4.0, yang berisi antisipasi menghadapi Revolusi Industri 4.0 di atas. Demikian juga hampir disemua Perguruan Tinggi juga membuat acara diskusi dan seminar tentang ini. Termasuk tulisan-tulisan ilmiah di jurnal dan juga media masa. Singkatnya, kesadaran akan peluang dan tantangan Revolusi Industri 4.0, telah menjadi milik publik. Ini positif, ditengah hiruk pikuknya tahun politik, yang memang berisik itu. Apalagi setelah debat pilpres semalam 🙂
Dari Revolusi Industri 1.0 hingga 4.0
Gambar di atas, menjelaskan tentang bagaimana revolusi industri 1.0 hingga revolusi industri 4.0 berlangsung. Banyak tulisan yang mengupas tentang itu, namun disini saya sisipkan tuliskan ringkas, untuk menjelaskan bagaimana revolusi industri berlangsung hingga kini. Penjelasan ini saya sadur darihttp://himasif.ilkom.unej.ac.id/2018/05/26/perbedaan-revolusi-industri-1-0-4-0/
Industri 1.0
Pada tahun 1800-an, mesin mesin bertenaga air dan uap dikembangkan untuk membantu para pekerja. Seiring dengan meningkatnya kemampuan prooduuksi, bisnis juga tumbuh dari pemilik usaha perorangan yang mengurus sendiri bisnisnya dan atau meminta bantuan tetangganya sebagai pekerja.
Industri 2.0
Pada awal abad ke-20, listrik menjadi sumber utama kekuasaan. Penggunaan listrik lebih efektif dari pada tenaga uap atau air karena produksi difokuskan ke satu mesin. Akhirnya mesin dirancang dengan sumber daya mereka sendiri, membuatnya lebih portebel.
Dalam periode ini juga melihat perkembangan sejumlah program managemen yang memunginkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manufaktur. Pembagian kerja, dimana setiap pekerja melakukan sebagian dari pekerjaan total, meningkatkan prduktivitas. Produksi barang secara masal menggunakan jalur perakitan menjadi hal biasa. Insinyur mekanik amerika frederick taylor memperkenalkan pendekatan untuk mempelajari pekerjaan guna mengoptimalkan metode pekerja dan tempat kerja Terakhir, prinsip manufaktur yang tepat waktu dan ramping semakin memperhalus cara perusahaan manufaktur dapat meningkatkan kualitas dan output mereka.
Industri 3.0
Dalam beberapa dekade terakhir abad ke-20, penemuan dan pembuatan perangkat elektronik, seperti transistor dan, kemudian, chip sirkuit terintegrasi, memungkinkan untuk lebih mengotomatisasi mesin-mesin individual untuk melengkapi atau mengganti operator. Periode ini juga melahirkan pengembangan sistem perangkat lunak untuk memanfaatkan perangkat keras elektronik. Sistem terintegrasi, seperti perencanaan kebutuhan material, digantikan oleh alat perencanaan sumber daya perusahaan yang memungkinkan manusia untuk merencanakan, menjadwalkan, dan melacak arus produk melalui pabrik. Tekanan untuk mengurangi biaya menyebabkan banyak produsen memindahkan komponen dan operasi perakitan ke negara-negara berbiaya rendah. Perpanjangan dispersi geografis menghasilkan formalisasi konsep manajemen rantai pasokan.
Industri 4.0
Pada abad 21, Industri 4.0 menghubungkan Internet Of Things (IOT) dengan teknik manufaktur untuk memungkinkan sistem berbagi informasi, menganalisanya, dan menggunakannya untuk memandu tindakan cerdas. Ini juga menggabungkan teknologi mutakhir termasuk manufaktur aditif, robotika, kecerdasan buatan dan teknologi kognitif lainnya, material canggih, dan augmented reality, menurut artikel “Industri 4.0 dan Ekosistem Manufaktur” oleh Deloitte University Press.
Perkembangan teknologi baru telah menjadi pendorong utama pergerakan ke Industry 4.0. Beberapa program yang pertama kali dikembangkan pada tahap akhir abad ke-20, seperti sistem eksekusi manufaktur, kontrol lantai toko dan manajemen siklus hidup produk, merupakan konsep berpandangan jauh ke depan yang tidak memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk membuat implementasi lengkapnya menjadi mungkin. Sekarang, Industri 4.0 dapat membantu program-program ini mencapai potensi penuh mereka.
Tentang Revolusi Industri 4.0
Menurut Wikipedia, sebagaimana definisi dari World Economic Forum,Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah kondisi pada abad ke-21 ketika terjadi perubahan besar-besaran di berbagai bidang lewat perpaduan teknologi yang mengurangi sekat-sekat antara dunia fisik, digital, dan biologi. Revolusi ini ditandai dengan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang, khususnya kecerdasan buatan (artificial intelligent), robot, blockchain, teknologi nano, komputer kuantum, bioteknologi, Internet of Things, percetakan 3D, dan kendaraan tanpa awak.
Sebagaimana revolusi terdahulu, revolusi industri keempat berpotensi meningkatkan kualitas hidup masyarakat di seluruh dunia. Namun, kemajuan di bidang otomatisasi dan kecerdasan buatan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa mesin-mesin suatu hari akan mengambil alih pekerjaan manusia. Selain itu, revolusi-revolusi sebelumnya masih dapat menghasilkan lapangan kerja baru untuk menggantikan pekerjaan yang diambilalih oleh mesin, sementara kali ini kemajuan kecerdasan buatan dan otomatisasi dapat menggantikan tenaga kerja manusia secara keseluruhan.
Sedangkan Menurut KlausSchwab, Revolusi Industri 4.0 meliputi : (Schwab,2015)
Dampak Revolusi Industri 4.0
Menurut Schwab lagiada Lima Klaster Dampak Industri 4.0 (Schwab, 2015)
Kita tidak pernah tahu, dan belum diprediksi berapa lama Revolusi Industri 4.0 ini mendeterminasi kehidupan. Memicu terjadinya perubahan Peradaban. Dan, apa lagi yang akan terjadi ke depan. Yang jelas para futurolog akan terus melakukan pemikiran dan penelitian untuk melakukan forecasting dan prediksi masa depan. Yang jelas, perubahan Itu akan semakin cepat. Dan siapapun yang tidak beradaptasi (melakukan perubahan), bakal tergilas oleh waktu. Nampaknya sunnatullah (hukum alam) akan berlaku demikian.
Kendatipun demikian, kondisi seperti ini, paling tidak bagi kita dan bagi dunia, akan mengalami dampak langsung maupun tidak langsung. Dari beberapa pendapat para pakar, saya mencatat sebagai berikut :
Ancaman atau Peluang ?
Dari penjelasan di atas, maka dampak yang terjadi bagi kita dan dunia tersebut, sesungguhnya tantangan yang mesti di jawab saat ini dan dimasa mendatang. Jika sekali lagi, kita tidak mau digilas oleh hadirnya Revolusi Industri 4.0 ini, maka perubahan paradigmatik dan sistemik itu harus dimulai dari sekarang, bukan menunggu nanti, ketika semua sudah booming. Ketika itu terjadi, maka kita akan menjadi penonton bahkan lebih dari itu, kita akan jadi obyek penderita.
Negara, harus hadir untuk mempersiapkan semua ini dengan serius. Demikian juga perguruan tinggi sebagai penyokong hadirnya SDM yang kapabel. Demikian juga masyarakat semuanya, meski preparesejak dini. Perubahan itu kini akan terus terjadi. Cepat atau lambat. Adalah sebuah keniscayaan menghadapi era Revolusi Industri 4.0 ini. Jika mereka yang kerdil dan pesimis, maka melihat ini menjadi sebuah ancaman yang menakutkan. Namun bagi mereka yang optimis dan petarung, semua yang ada dihadapan ini adalah peluang sekaligus tantangan. Pertanyaannya, dimana Kita ambil posisi sekarang?
Wallahu a’lam
Depok. 17/02/2019
Diskursus tentang blockchain, saat ini mewarnai perbincangan di beberapa kelompok diskusi. Sebagai sebuah teknologi “baru”, tentu tidak semua faham, terlebih dia terus berkembang, terutama trekait dengan pemanfaatannya. Dan dari diskusi itu, biasanya selalu menghadirkan pembicaraan yang menarik. Ada perdebatan, ada titik temu, ada peluang dan seterusnya. Tentu hal ini selanjutnya akan menjadi tantangan, baik bagi para pegiat teknologi, maupun penerima manfaat dari teknologi tersebut. Berawal dari diskusi di salah satu WAG, terkait isu yang saya lontarkan, berkenaan dengan pemanfaatan blockchain untuk pendidikan. Berbagai pertanyaan gayung-bersambut, pro-kontra, mewarnai percakapan disitu. Lalu seperti biasa, pembahasannya sempat melebar kemana-mana. Namun jika dikerucutkan, paling tidak ada 4 (empat) hal yang mengemuka, dalam diskusi tersebut. Pertama, Bagaimana Implementasi blockchain di sektor pendidikan, seperti apa sih? Masih belum kebayang. Kedua, blockchain kok di pendidikan, entar di PT nggak pake rektor, di sekolah nggak ada kepala sekolah, termasuk dosen, guru dan jajaran nya? Ketiga, bagaimana blockchain berhadapan dengan regulasi pendidikan yang bejibun dan sering berubah-ubah itu?. Keempat, siapa dan dimana lembaga/negara yang sudah sukses mengimplementasikan blockchain ini, sehingga bisa dipakai benchmarking di Indonesia?
Tentu diskusi di WAG tersebut, sebenarnya lebih seru dari sekedar empat pertanyaan yang ada di atas. Tetapi dari situ menemukan kalimat yang menarik, bahwa jangan latah sedikit-sedikit blockchain, karena dia bukan aspirin sebagai obat mujarab bagi semua kebutuhan teknologi, saat ini dan masa depan. Continue reading “Blockchain Untuk Pendidikan”