entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

HARUSKAH FOKUS DALAM BISNIS?


focusDalam banyak buku tentang kewirausahaan dan juga beberapa seminar  dan pelatihan tentang entrepreneurship, banyak penulis dan pembicara seringkali menekankan agar fokus dalam memulai bisnis. Kemudian untuk memberikan justifikasi atas pendapatnya itu, maka di ambillah contoh kisah sukses, mereka yang fokus dalam bisnis. Digambarkanyalah, sejak awal merintis telah fokus dalam satu hal, meski badai menghadang dia tetap tegar, dan akhirnya bias meraih puncak kejayaan. Pun demikian, di beberkanlah fakta, kisah gagal nan tragis, bagi pengusaha yang tidak fokus dalam bisnisnya.  Mereka yang zig-zag dalam menjalankan bisnisnya, maka akibatnya akan gulung tikar dan kemudian terpuruk di dasar jurang kebangkrutan.

Dari cara berfikir di atas, tanpa kita sadari atau tepatnya alam bawah sadar kita sebagai pembaca dan juga audien dalam seminar atau pelatihan itu, akhirnya terpojok dan kemudian tergiring dalam konstruksi pemikian yang di bangun oleh penulis dan pembicara itu. Kita seolah-olah tidak bisa menghelak atas pendapat itu, karena mereka memberikan data empiris, yang seakan-akan pendapat itu tidak terbantahkan. Continue reading “HARUSKAH FOKUS DALAM BISNIS?”

Advertisement
entrepreneur, technopreneur, Islam

Trend Muslim Indonesia di Era C3000 (cont)


Islamic C 3000Tulisan ini merupakan sambungan dari posting sebelumnya, dimana sudah saya kemukakan 4 (empat) trend dari 11 trend yang akan terjadi dilakangan muslim Indonesia ketika memasuki era C3000. Berikut saya kemukakan nomer 5 sampai dengan 11. Sekali lagi meskipun sangat ringkas, semoga ini memang benar-benar menjadi trend muslim ke depan.

5. Bank dan Asuransi Syari’ah

Kendati kehadiran Bank dan Asuransi Syari’ah di Indonesia jauh mendahului, dari pencapaian GDP Percapita US$ 3.000, tetapi kini justru eksistensinya, sangat mempengaruhi kelas menengah muslim Indonesia. Bersamaan dengan kesadaran untuk menghindari (baca : meminimalisasi) riba, maka persentuhan mereka dengan Bank Asuransi Islam semakin intens. Di tambah lagi, rupanya industry perbankan dan Asuransi, juga gencar melakukan ekspansi bisnisnya, yang sudah barang tentu diikuti dengan penambahan produk dan juga maksimalnya marketingnya.
Maka pemahaman konsep perbankan syari’ah, meskipun belum dikatakan merata, akan tetapi telah banyak menyentuh kalangan menengah muslim yang menjadi sasarannya. Banyak teman-teman saya yang kemudian melakukan pendekatan dan juga di dekati oleh perbankan syari’ah dalam mengembangkan bisnisnya. Pun demikian untuk saving-nya. Hal ini juga diikuti dengan asuransi syari’ah. Berkali-kali saya didatangi agen asuransi syari’ah, Continue reading “Trend Muslim Indonesia di Era C3000 (cont)”

Entrepreneurship, Islam, Kronik

Trend Muslim Indonesia di Era C3000


Islamic C 3000Sejak akhir tahun 2010, income per capita rakyat Indonesia adalah  US$ 3.000,-, Dan pada saat itu pula, sejatinya kelas menengah baru telah tumbuh secara progresif di negeri ini.. Saat ini, menurut IMF , berdasarkan data tahun 2011, saat ini sudah memasuki angka US$3.512.. . Prof. Rhenald Kasali (2010), Guru Besar FEUI itu menulis, bahwa para ekonom percaya, angka (pendapatan perkapita) sebesar US$ 3.000 itu akan menjadi cut off penting yang mendatangkan perubahan gaya hidup luar biasa. Dan dalam satu tulisannya, akhir tahun 2012, GDP Percapita Indonesia, hampir menembus angka US$ 4.000. Dus, masyarakat dengan income demikian akan mengkonsumsi apa saja yang mendatangkan perubahan kehidupannya.

Sementara itu, dengan  GDP per capita di angka US$ 3.000, merupakan momentum yang penting bagi suatu negara, karena begitu angka itu terlampaui, negara tersebut akan menikmati pertumbuhan yang cepat. Secara empiris hal itu sebelumnya dialamai negara-negara maju seperti Korea Selatan, China dan Brasil. Begitu tulis Yuswohadi mengutip tulisan ekononom Cyrillus Hernowo di The Jakarta Post pada Oktober 2010.  Dan berangkat dari situ, kemudian mas Siwo merumuskan C3000, yang bermakna Customer 3000

Bertolak dari sini, maka para cerdik cendekia, memaknai bahwa negara yang melewati ambang batas pendapatan per capita US$ 3.000, akan mengalami percepatan pertumbuhan yang fantastis. Artinya, jika benar cara “pengelolaan negaranya” model percepatan pendapatanya, mengikuti pola deret ukur, eksponensial. Jika demikian, pola seperti ini, juga dapat dipakai parameter untuk melihat pertumbuhan dan komposisi demografi penduduknya. Misalnya,  iika di pakai distribusi normal, untuk mengukur pengaruh GDP per-capita US$ 3.000 itu, dihubungkan dengan komposisi penduduk Muslim di negeri ini, seharusnya juga akan diperoleh data dan angka yang fantastis pula Continue reading “Trend Muslim Indonesia di Era C3000”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

ENTREPRENEUR TANPA BAKAT


talentBerbicara tentang entrepreneur, maka seringkali dikaitkan dengan bakat seseorang. Bahkan tidak jarang, jika kita menemui orang yang gagal dalam berbisnis atau menjadi entrepreneur, maka orang-orang di sekelilingnya, atau paling tidak orang yang mengetahuinya, dengan enteng akan berkomentar,”Memang dia tidak berbakat dalam bisnis,”. Dan hal ini sejatinya tidak hanya terjadi bagi mereka yang menempuh jalan sebagai entrepreneur. Di bidang lain, cemoohan seperti itu, acap kali kita dengar. Seolah-olah, jika kita melakukan sesuatu dan juga menmilih profesi/kerjaan tertentu, harus punya bakat terlebih dahulu. Jika tidak memiliki bakat, maka dia tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal.

Diskursus bakat dalam dunia entrepreneur pun menempatkan dua pihak yang diametral, saling berhadapan, dalam melihat apa dan bagaimana seseorang bisa menjadi entrepreneur. Continue reading “ENTREPRENEUR TANPA BAKAT”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

BISNIS TANPA IDE


imageDalam sebuah obrolan ringan dengan seorang kawan, kami berbicara tentang bagaimana sih membangun sebuah bisnis. Kemudian kami merujuk beberapa buku dan tulisan, yang menerangkan bahwa, sebuah bisnis yang baik, harus di awali dengan ide besar pendirinya. Dan seringkali di contohkan dengan, perusahaan dan organisasi besar yang ada sekarang inipun, dulunya juga berawal dari ide besar penggagasnya. Kemudian dari ide besar itu, di turunkan menjadi teknis operasional, dan akhirnya dilakukan adjustment dan penyempurnaan, sehingga bisa terus berkembang hingga sekarang. Pendek kata, tanpa ide, maka tidak akan melahirkan apa-apa dikemudian hari.

Dari perbincangan yang singkat itu, kami hampir menyepakati bahwa ide lah  yang utama dalam memulai setiap aktifitas. Dari ide ini nantinya akan menjadi semacam kompas, untuk menapaki langkah dan selanjutnya menggapai pertumbuhan dan perkembangan bisnis/organisasi pada masa-masa mendatang. Ide yang baik, menjadi semacam garansi bahwa dimasa depan, prestasi gemilang sudah di depan mata. Begitupun sebaliknya. Bekerja tanpa ide, seolah berjalan tanpa penunjuk arah. Mungkin juga bisa mencapai tujuan yang akan dicapai, tetapi butuh proses panjang dan berdarah-darah untuk mencapainya. Atau dengan kata lain, probabilitas kesasarnya (baca = gagal) lebih besar, di banding keberhasilannya. Continue reading “BISNIS TANPA IDE”