Sebenarnya sudah lama saya ingin berbagai tulisan ini. Saya terinspirasi dan kemudian mengambil salah satu materi dalam International Seminar on Islamic Economic System – A Reply to Global Economic Challenge yang dilaksanakan STIE Hidayatullah, dalam ruang GBHN DPR/MPR Republik Indonesia pada tanggal, 5 February 2018, dengan tema Increasing National Competitiveness through Strengthening Sharia Economic and Finance. Materi ini disampaikan oleh Dr. Prayudhi Azwar, MEc sebagai Islamic Economic and Finance Department Bank Indonesia. Presentasi beliau cukup komplit dan lengkap. Semua aspek, baik yang sifatnya konseptual sampai data-data berkenaan dinamika dan implementasi ekonomi Islam secara khusus dan ekonomi di dunia pada umumnya, tersampaikan dengan baik.
Dari materi yang berbobot itu, memang sarat dengan data dan informasi, sehingga semuanya bisa dijadikan referensi bagi pegiat ekonomi Islam. Saya sangat menikmati. Tidak perlu mengerutkandahi untuk memahaminya. Semua ditampilkan dengan cara yang mudah dipahami. Karena data dan informasi sudah di olah, dan disajikan dalam meteri presentasi yang komprehenship. Dalam hal ini, menurut saya beliau cukup otoritatif untuk berbicara tentang ekonomi Islam, dalam kapasitasnya sebabagi Direktur Ekonomi dan Keuangan, Islam Bank Indonesia.
Dalam slide ke-14, ditampilkan infografis hasil diskusi antara Bank Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia, yang darinya disimpulkan adanya nilai-nilai ekonomi syariah. Sebenarnya semua yang terangkum dalam infografis itu, dapat kita jumpai diberbagai literatur. Namun, dengan merangkumnya dalam sebuah nilai-nilai ekonomi syariah, yang semuanya bersumber dari Al-Qur’an. Sehingga hal ini bisa menjadi panduan bagi seluruh umat, untuk memahami bagaimana, ekonomi syariah itu, sarat dengan nilai-nilai yang tidak hanya untuk kepentingan muslim, tetapi untuk kepentingan seluruh umat manusia (kaffatan linnas dan rahmatan lil ‘alamin).
Adapun nilai-nilai ekonomi syariah sebagaimana di sampaikan tersebut, dirangkum dalam uraian sebagai berikut :
1. Kepemilikan
- Segala sesuatu adalah milik absolut Allah (QS Yunus: 55,66; QS Ibrahim: 2), manusia sebagai khalifah dipercaya untuk mengelolanya (QS Al Baqarah:195; QS Ali Imran: 180). Manusia mendapatkan hak kepemilikan pribadi terhadap hasil usaha, tenaga dan pemikirannya, maupun yang didapatkan dari hasil pemindahan kepemilikan berdasarkan transaksi ekonomi maupun warisan. Islam menghormati hak kepemilikan dengan menjaga keseimbangan hak pribadi, kolektif dan negara.
2. Keadilan dalam Usaha dan Konsumsi
- Manusia didorong untuk berusaha (QS Al Jumuah:10; QS Al Isra: 12; QS An Nahl: 14) memanfaatkan segala sumber daya yang berlimpah yang telah diciptakan Allah untuk manusia (QS Al Baqarah: 29; QS Ibrahim: 34)
- Kepemilikan pribadi tidak diperbolehkan untuk menjadi akumulasi kekayaan yang berlebihan (QS Al Humazah: 1-3), namun karena manusia mempunyai kecenderungan (inherent) cinta terhadap harta (QS Ali Imron: 14; QS Al Fajr: 20; QS Asy Syura: 27; QS Al-Fajr-20), maka penumpukkan harta harus dikendalikan dengan mendorong sedekah dan perniagaan (QS An Nisa: 29).
- Sementara tujuan individual atas hasil usaha ekonomi dibatasi agar tidak berlebihan, tujuan sosial diupayakan maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama (QS Al Hadid: 7; QS An Nur: 33; QS Al Baqarah: 267-268).
3. Kebaikan dam kebersamaan dan Kemaslahatan
- Kegiatan ekonomi tersebut dijalankan berdasarkan kerjasama dengan tolong menolong dalam kebaikan (QS Al Maidah: 2) dan berkeadilan (QS Shaad: 24).
- Kompetisi tetap didorong namun tetap berdasarkan kerjasama (co-operative competition) berlomba-lomba dalam kebaikan (QS Al Baqarah: 148; QS Al Maidah: 48).
4. Keseimbangan dalam Pertumbuhan
- Dalam rangka mewujudkan tujuan keberadaannya di dunia yaitu untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada kemanusiaan sebagai rahmatan lil ’alamin (QS Al Anbiya 107, QS Al Ankabut: 51), pertumbuhan ekonomi menjadi penting. Pertumbuhan yang dimaksud tetap menjaga keseimbangan kesejahteraan spiritual dan kelestarian alam (QS Al Baqarah: 11,12).
Empat hal yang terangkum dalam nilai-nilai ekonomi syariah ini, sekali lagi bisa jadi guideline bagi umat islam dalam memahami secara konsep bagaimana ekonomi islam itu di bangun dan ditegakkan. Dan, dari sini menegaskan bahwa ekonomi Islam itu lebih unggul dari kapitalisme dan sosialisme. Karen nilai-nilai yang dibawa tidak hanya untuk kepentingan dunia (yang berbasis materialisme) tetapi sampai dengan dimensi akhirat. Disamping itu, bagaimana nilai-nilai ekonomi modern saat ini, sesungguhnya telah termuat dalam nilai-nilai ekonomi syariah tersebut. Problemnya adalah, selama ini sebagian umat islam, belum dapat atau kurang memahami kaidah-kaidah tersebut. Sehingga, menyebarkan pengetahuan seperti ini menjadi penting.
Bersebab ketidakpahaman sejak dari tataran konsep/nilai-nilai, bisa jadi menjadikan inferioritasnya sebagian umat terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Sehingga, paraktis saat ini, ekonomi syariah masih dipandang sebelah mata dan berada pada level ketertinggalan dibanding ekonomi konvensional. Padahal, ekonomi syariah itu bukan sekedar alternatif, tetapi sebuah solusi. Dan olehnya, hukum sebuah kebangkitan umat itu, akan menjadi dahsyat, jika dimulai dari pemahaman dan kesadaran atas konsep. Dan sekali lagi ini menjadi dasar dari proses kesadaran manhaji itu. Semoga ini bisa memahamkan umat, dan menjadi penunjuk arah menuju tegaknya ekonomi syariah di penjuru dunia. Selanjutnya, sebagaimana dalam beberapa tulisan sebelumnya, maka mesti disusun beberapa tahapan dan strategi, hingga tahapan implementasi, yang terencana dan terukur. Dan tegaknya ekonomi, menjadi pilar bagi tegaknya Peradaban Islam Wallahu a’lam
Depok, 09/03/2018