Hari-hari ini adalah 10 hari terakhir bulan Ramadhan (asyrul awakhir). Biasanya, saatnya Masjid dipenuhi dengan kaum muslimin yang i’tikaf. Sebuah ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dimana, Beliau setiap 10 hari terkahir di bulan ramadhan, lebih banyak mengikatkan dirinya di masjid. Melakukan i’tikaf. Artinya, berdiam diri dengan memperbanyak ibadah kepada sang Khaliq.
Dalam konteks saat ini, ditengah masih belum beujungnya wabah covid-19, merupakan salah satu bentuk isolasi mandiri yang efektif dan produktif. Karena orang masih tetap bisa menjalankan ibadah dengan baik, daripada di rumah saja. Tentu saja dengan mengikuti protokol kesehatan yang super ketat. Sebab jika tidak, seandainya ada peserta di Masjid itu yang terindikasi COVID-19, maka buliyyan terhadap umat Islam sebagai cluster baru, bakal meramaikan seluruh media. Apalagi di medsos.
Sehingga aturannya, sebelum ikut i’tikaf, semua peserta wajib di cek dulu kesehatannya. Jika dinyatakan sehat, boleh ikut. Jika tidak fit, apalagi ODP dan PDP, atau beberapa waktu sebelumnya berada/berkunjung di zona merah, by default, dilarang gabung. Bahkan, jika memungkinkan dilakukan rapid test atau PCR test dulu, sampai keluar hasilnya. Selain itu, di Masjid juga wajib tersedia hand sanitizer, pengukur suhu instant, dlsb.
Artinya hanya jama’ah yang sehat, yang bisa menjadi peserta i’tikaf di Masjid itu. Mengapa demikian? Karena secara fikh, orang yang sedang beri’tikaf dilarang keluar meninggalkan Masjid, kecuali kepentingan yang dibolehkan oleh syar’i. Jika sudah keluar dari Masjid, apalagi mengunjungi di daerah merah, bertemu dangan yang terinveksi, PDP atau ODP, maka dilarang bergabung i’tikaf di Masjid lagi.
Takmir Masjid dan DKM harus tegas. Tidak ada kompromi. Demikian halnya tidurnya peserta juga tetap menjaga physical distancing. Tetap menjaga jarak. Peserta dibatasi, hanya yang memiliki tekat yang kuat, dan tentu yang sehat tadi. Ini tidak bisa ditwar lagi. Bagaimana dengan kepentingan ta’jil, ifthar ataupun sahur? Takmir (DKM) bisa bekerjasama dengan jama’ah sekitar Masjid untuk menyediakan (memasak) untuk kepentingan peserta. Jika tidak bisa, maka dapat bekerjasama dengan warung makan terdekat. Tentu tetap dengan protokol yg ketat. Dan ini jadi bagian dari pemberdayaan juga.
In Shaa Allah dengan cara ini, semua peserta i’tikaf akan aman dari penyebaran Covid-19. Dan bisa menegakkan Ramadhan, memakmurkan Masjid, serta menghidupkan malam-malamnya, sambil menjemput lailatul Qodar.
Selamat beri’tikaf.
(dikembangkan dari sytatus FB)