ekonomi, Leadership, Peradaban, Politik.

Erdogan : Dunia Yang Adil Itu Mungkin


Pagi ini 10/5, saya kedatangan tamu, Istimewa. Kedatangannya saja sudah istimewa, akan tetapi ada yang lebih istimewa adalah oleh-olehnya untuk saya. Sebagai rejeki Bapak Sholeh. Sebuah buku dengan judul “A Fairer World is Possible”. Di sampul mukanya menampilkan foto dengan senyum khasnya Recep Tayyib Erdogan. Benar Presiden Turki itu sebagai penulisnya. Dan lebih menariknya lagi, ternyata buku itu di beli beliau pada pulan Desember 2021 di Istanbul Grand Airport. “Maaf Mas sudah saya baca, ini untuk antum, ada bekas tintanya”, katanya saat menyerahkan buku itu sambil menunjukkan bekas tinta biru di buku itu. Saya berterimakasih banget. Jazzakumullahi khairan katsiira. Bagi saya bukan masalah bekas atau barunya sebuah buku. Yang penting isinya. Tetapi faktanya, buku ini memang baru rilis November 2021.  Jadi ini buku cetakan baru, dan terlebih lagi bakal mendapat asupan gizi baru lagi.

Setelah beliau ijin balik menjelang dhuhur, buku saya simpan sebentar di meja. Bakda dhuhur seolah mendapat menu baru, langsung saya lahap. Nah berikut ini pointer-pointers yang saya tangkap. Bukan sinopsis sih, tetapi lebih dari sebuah insight yang saya dapatkan.

Dalam bukunya “A Fairer World is Possible” ini,  Presiden Erdoğan menjelaskan secara rinci pencarian Turki akan keadilan bagi seluruh umat manusia.

Secara jelas, beliau menyampaikan berkenaan dengan dilema politik global, khususnya ketidakadilan, krisis pengungsi, terorisme internasional dan Islamofobia dalam buku tersebut, Presiden Erdogan mengungkapkan diskriminasi dan standar ganda di dunia dengan contoh PBB.

Presiden Erdoğan menggarisbawahi perlunya reformasi komprehensif, terutama di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, di dalam buku tersebut  juga memberikan perhatian kepada masalah legitimasi, fungsionalitas, efektivitas, inklusivitas, representasi, dan tata kelola Perserikatan Bangsa-Bangsa selama ini.

Beliau juga menekankan bahwa “dunia yang lebih adil adalah mungkin” dengan model proposal yang berprinsip, komprehensif, strategis dan dapat diterapkan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di mana keadilan dalam perwakilan dijamin, dan hak veto dihapuskan, Presiden Erdogan memberikan pesan berikut dalam bukunya:

“Di dunia di mana anak-anak mati dan dibunuh, dan tidak ada yang merasa bersalah.” “Keadilan adalah salah satu masalah yang paling dibutuhkan di panggung global saat ini. Sayangnya, lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan global berada dalam kelambanan yang besar.”

“Di era di mana belas kasihan telah hilang, kita memiliki tanggung jawab untuk menjadi perwakilan keadilan dan suara hati nurani. Sampai sebuah sistem dikembangkan di mana yang benar kuat, bukan yang kuat yang benar, kami akan terus menyatakan, ‘Dunia lebih besar dari lima.’”

“Masalah hari ini tidak dapat diselesaikan dengan lembaga yang dibentuk oleh kebutuhan masa lalu. Bahkan terbukti dengan sendirinya bahwa lembaga-lembaga ini menghasilkan masalah baru.”

“Menurut pemahaman kami, keadilan adalah apa yang akan menjamin ketertiban, keselamatan dan kebahagiaan di dunia. Untuk dunia yang lebih adil, ada kebutuhan akan tatanan global yang memberi harapan dan keyakinan.”

Islamofobia

Menurut Erdogan, Islamofobia adalah sentimen anti-muslim, yang muncul di barat setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat dan terus menjadi lebih berpengaruh. Erdogan juga menunjukkan bahwa kejahatan kebencian di negara-negara barat telah “mencapai tingkat yang menakutkan” dengan kesulitan ekonomi.

“Sementara konsep negara sosial telah merosot, kesenjangan pendapatan telah tumbuh, permusuhan terhadap Islam dan sentimen anti-imigran telah melonjak tinggi,” katanya. Presiden Turki juga mengkritik politisi Eropa yang mengeksploitasi “permusuhan terhadap Islam” untuk “memenangkan suara”. “Sebagai politisi yang telah memperhatikan pada ancaman ini selama bertahun-tahun, kekhawatiran kami telah tumbuh lebih jauh sebagai akibat dari apa yang telah kami saksikan,” katanya.

Proposal Untuk PBB

“Untuk membuat perdamaian global lebih adil dan berkelanjutan, kita membutuhkan PBB untuk mencerminkan multikulturalisme dan multipolarisme. Dunia ini tidak unipolar atau bipolar. Juga tidak di bawah hegemoni budaya budaya dominan atau sejumlah kecil pemangku kepentingan istimewa. Adalah mungkin untuk membuat dunia multipolar, multisentris, multikultural, lebih inklusif dan lebih adil. PBB adalah tempat utama untuk mencapai tujuan itu.

Reformasi PBB adalah jalan menuju perdamaian, stabilitas, keadilan dan pemerintahan global yang efektif. Reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan, khususnya, restrukturisasi Dewan Keamanan jelas membutuhkan konsensus global. Turki telah mengajukan proposal untuk efek itu dalam jangka waktu yang lama dan membukanya untuk diskusi. Solusi yang kami usulkan terwujud dalam moto kami: ‘Dunia lebih besar dari lima.’ (‘The world is bigger than five.’)

Erdogan menyerukan sebuah pelaksanaan rencana dalam merestrukturisasi Dewan Keamanan PBB. Memperbarui Dewan untuk mewakili semua benua, agama, latar belakang dan budaya seadil mungkin, dan ini akan menjadi langkah revolusioner menuju dan menemukan solusi untuk menegakkan perdamaian global.”

Realitas dan Kontribusi Turki

Sedikit untuk mengimbangi gagasasn besar pak Dhe Erdogan tersebut, beberapa data ini patut dibaca pula. Per bulan April 2022, Inflasi naik menjadi 70,0% di bulan April dari 61,1% di bulan Maret. Pada bulan April ini merupakan tingkat inflasi tertinggi sejak beberapa tahun belakangan. Inflasi rata-rata tahunan naik menjadi 34,5% di bulan April (Maret: 29,9%). Terakhir, inflasi naik menjadi 52,4% di bulan April, dari 48,4% bulan sebelumnya. Sedangkan Panelis dari Focus Economics Consensus Forecast memperkirakan inflasi rata-rata 53,2% pada tahun 2022 dan menurun menjadi 22,3% pada tahun 2023.

Ekonomi Turki diperkirakan akan berkembang pada kecepatan yang lebih moderat tahun ini. Keseimbangan risiko jelas condong ke sisi negatifnya: Inflasi tetap tinggi di tengah mata uang yang tidak stabil dan kebijakan yang tidak lazim. Perang di Ukraina meningkatkan risiko penurunan melalui inflasi, pariwisata dan perdagangan. Dimana pasar tenaga kerja yang lebih ketat harus mendukung konsumsi rumah tangga. Panelis Focus Economics Consensus Forecast memproyeksikan ekonomi Turki tumbuh 3,0% pada 2022, turun 0,4 poin persentase dari bulan lalu, dan 3,4% pada 2023.

Sementara itu mata uang Lira menyentuh level terendah 15,07 per dollar Amerika, hal ini  melampaui level yang dicapai pada bulan Maret ketika dilanda kekhawatiran tentang perang di Ukraina. Terjadi penurunan membuatnya 12% lebih lemah dari pada akhir 2021. Dan ini artinya turun 44% dibanding bulan Mei tahun lalu.

Meskipun secara ekonomi kondisi Turki saat ini sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi dalam banyak hal  Erdogan mampu untuk mengatasinya. Bahkan dengan gagah di buku itu dia juga menyampaikan kontribusi Turki terhadap dunia. Dimana selama masa pandemi Turki telah mengirimkan pasokan dan peralatan medis ke 146 negara di seluruh dunia, terlepas dari agama, bahasa, ras, atau benua mereka, saat kami memenuhi kebutuhan warga negara kami. Keserakahan akan kekayaan yang berlebihan, pemusatan kekuasaan dan upaya untuk melanjutkan kolonialisme melalui cara lain adalah hambatan terbesar bagi kemampuan sistem global untuk mempromosikan keadilan. Kurangnya stabilitas yang konsisten di beberapa bagian dunia, mulai dari Suriah, Palestina, Yaman dan Afghanistan, membuktikan fakta tersebut.

Realitas dan proposal yang disodorkan oleh Erdogan ini, seolah ingin menunjukkan kepada rakyatnya serta dunia tentang kebesaran bangsa Turki, sebagaimana dahulu saat di bawah kekhalifahan Turki Utsmaniyah. Bangsa yang besar selalu memiliki DNA yang mengasilkan pemimpin kuat untuk membuat narasi besar, dalam rangka menciptakan perdamaian dunia dan tata kehidupan global yang lebih adil. Dukungan rakyat Turki, nampaknya juga memberikan andil bagi Erdogan untuk mengambil peran yang lebih berpengaruh di kancah internasional. ‘Ala kulli hal, buku ini layak dibaca bagi siapapun juga, yang menginginkan dunia yang rahmatan lil ‘alaamiin.

Wallahu A’lam

Asih Subagyo│Peneliti Senior Hidayatullah Institute

ekonomi, Islam, Krisis, Peradaban, Politik.

The Fed Menaikkan Suku Bunga : Rupiah Terancam Melemah, Utang Semakin Bertambah. Bagaimana Solusinya?


seekingalpha

Bagi yang awam seringkali bingung dan bertanya dengan berita yang menyebutkan jika The Fed menaikkan suku bunga acuan, maka akan berdampak kepada ekonomi dunia. Seperti kemarin dimana diumumkan bahwa The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin. Dimana keputusan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir. The Fed juga menargetkan suku bunga dana federal berada di kisaran 0,75% hingga 1%. Lalu siapakah The Fed itu, apak wewenangnya, dan bagaimana dia begitu perkasa mengatur perekonomian dunia?

Federal Reserve System (juga disebut Federal Reserve, atau secara informal The Fed) dikenal sebagai bank sentral Amerika Serikat. Lembaga ini didirikan pada tahun 1913 dengan diberlakukannya Undang-Undang Federal Reserve, terutama sebagai respon kepanikan finansial pada tahun 1907. Dimana bank sentral ini merupakan gabungan dari bank sentral yang ada di negara-negara bagian AS. The Fed terdiri dari tiga entitas utama, yaitu dewan gubernur, gabungan 12 bank sentral regional yang disebut Federal Reserve Banks, dan Komite Pasar Terbuka Federal / Federal Open Meeting Committee alias FOMC.

Sebagai bank sentral negara dengan ekonomi terbesar dunia, apapun keputusan The Fed bisa mengubah kondisi pasar. Apalagi dolar AS sebagai mata uang resmi Amerika Serikat digunakan sebagai mata uang global dan diterima di seluruh dunia. Hampir semua negara juga menjadi dolar AS sebagai cadangan devisa. Posisi kuat The Fed ini menjadikannya sebagai acuan bagi bank-bank sentral di seluruh dunia. Keputusan The Fed kerap kali dijadikan dasar bagi bank sentral negara lain dalam mengambil kebijakan moneter. Continue reading “The Fed Menaikkan Suku Bunga : Rupiah Terancam Melemah, Utang Semakin Bertambah. Bagaimana Solusinya?”

ekonomi, Politik., Ramadhan, Tarbiyah

Ketika Rektor Bermulut Kotor


source : WA

Sejak kemarin 29/4/2022, media sosial heboh dengan tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan, yang menghiasi jagad lini masa. Seharusnya, dihari-hari dipenghujung Ramadhan seperti ini, kita disibukkan dengan ibadah yang maksimal, berpacu untuk mendapatkan finish yang terbaik, mau-tidak mau disuguhi sebuah narasi yang menyakitkan. Sehingga terpaksa juga harus mereponnya, sebagai wujud dan sikap sebagai muslim sekaligus meluruskan pendapat jika ada yang salah. Wa tawasau bil haq, wa tawasau bish-shabhri.

Prof. Ir. Budi Santosa Purwokartiko, MS, PhD, dalam unggahannya itu menceritakan saat menyeleksi para mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri melalui biaya LPDP. Dimana dia menyebutkan bahwa mereka rata-rata memiliki nilai akademis yang bagus, IP nya rata-rata 3,5 bahkan ada yang 3,8 dan 3,9.  Bahahas Inggrisnya cas, cis, cus bahkan IELTS nya 8,5 bahkan 9. Duolinggo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada  150 (padahal syarat minimum 100). Mereka aktif di kegiatan kemahasiswaan (profesional), organisasi sosial, asisten lab atu asisten dosen. Sampai disini masih informatif.

Kemudian tulisannya berlanjut mereka berbicara tentang hal-hal yang membumi : apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontrbusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme, dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya jauh dari kata-kata langit : inshallah, brakallah, syiar, qadarullah, dsb. Disini terlihat pandangannya sudah mulai rancu dan tendensius. Jelas tidak netral, seolah ada agenda yang diusung.

Lalu berlanjut dengan dan kebetulan dari 16 yang saya wawancarai hanya 2 yang cowok dan sisanya cewek. Dari 14 ada 2 yang tidak hadir. “Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai tidak satupun yang menutup kepala ala manusia gurun,” tulis Budi Santoso. Kata Budi Santoso, para mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri tanpa penutup kepala manusia pemikirannya terbuka. “Mereka mencari Tuhan di negara-negara maju seperti Korea Selatan, Eropa dan Amerika Serikat bukan ke negara orang-orang pandai bercerita tanpa karya teknologi,”

Ironisnya setiap tahun itu ribuan peserta LPDB yang lolos untuk studi ke luar negeri maupun ke dalam negeri Pertannyaannya mengapa hanya 12 ini yang menjadi contoh. Selanjutnya jika tim seleksinya sudah tidak netral seperti ini, akan merusak citra LPDP itu sendiri. Sebab LPDP ini bisa diakses oleh semua rakyat Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Siapa Profesor Ini?

Sekali lagi sifat netizen Indonesia ini memang canggih. Saya kutip di salah satu grup WA dan diverifikasi dibeberapa sumber-sumber yang ada, didapatkan sebagai berikut. Sejak menjadi murid SMA l Klaten orang ini memang liberal dan lslamophobia. Prof. Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D dilantik menjadi Rektor Institut Kalimantan (ITK) pada tanggal 19 Desember 2018 masa bakti 2018-2022.

Beliau merupakan Profesor/Guru Besar Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang lahir di Klaten, 12 Mei 1969. Bidang keahlian beliau diantaranya Data Mining, Optimasi dan Metaheuristik, Operations Research, Manajemen Proyek. Beliau menempuh Pendidikan Strata-1 di Institut Teknologi Bandung Program Studi Teknik Industri, Kemudian melanjutkan Pendidikan Magister dan Doktor Teknik Industri di University of Oklahoma, Norman,  Oklahoma, USA

Terkait dengan ini, ada netizen yang bilang,”Secara akademis beliau ahli di bidangnya, buku dan jurnal tulisannya saya sitasi dan dijadikan rujukan, saat menyelesaikan thesis saya, akan tetapi kalo sudah urusan agama seperti ini, bukan domainnya dan terkesan ngawur.”

Respon dan Jejak Digital

Seperti biasa karena melihat ada ketidakberseran dari statemen diatas, yang memang sangat tendensius itu, sehingga repon berseliweran, bahkan banyak juga dari sejawat, sesama akademisi, profesor, PhD dan semua kalangan. Ada yang menyayangkan pernyataan seperti itu keluar dari seorang Profesor, ada yang meluruskan dan bahkan ada yang menhujat. Tidak sedikit juga yang mengancam untuk melaporkan ke bihak yang berwajib, karena sudah melanggar UU ITE.

Setelah kontroversial dan menuai banyak repon, bahkan saat diklarifikasi melalui tautan tulisan itu di akun Facebooknya, dia balik bertanya, salah saya apa?. Sebuah pertanyaan yang nggak pantas dikeluarkan oleh penyandang PhD, jadi sekelas pertanyaan anak SD. Maka postingan itu di hapus. Akan tetapi, kadung sudah discreenshoot oleh banyak netizen dan telah menyebar kemana-mana.

Selain itu, sifat julid netizen Indonesia seperti biasa menelusuri jejak digital dari unggahan dan pendapat dari berbagai tulisan. Dimana memang ketidak sukaannya terhadap Islam itu sudah lama. Ada yang mengunggah sikapnya terhadap HRS, terhadap kelompok-kelompok Islam dlsb. Seorang kolega yang dulu sama-sama menjadi dosen di ITS (sebelum dia diangkat jadi Rektor ITK) menyampaikan begini : “Bapak satu ini emang bermasalah statusnya dari dulu.  Mirip Ade Armando. Dia bilang Hidayatullah tidak Nasionalis lah.  Gak ada upacara dst”.  Lalu sang dosen itu melakukan sanggahan sendiri,”Buktinya anak-saya di Hidayatullah ada upacara. Males liat statusnya Prof ITS satu ini.” Hidayatullah yang dimaksud disini adalah Pesantren dengan Sekolah Lukmanul Hakim yang bertetangga dengan ITS, dan banyak dosen ITS yang menyekolahkan anaknya di situ.

Ada lagi pengungkapan jejak digital dari seorang yang bernama Alexander (Abu Taqi Mayestino) yang menanggapi tulisan lama Pak Budi ini yang bertajuk Beyond Religion, dimana Prof Budi menyarankan agar umat Islam umroh dan haji ke Jepang, agar bisa banyak belajar dari budaya Jepang dst. Tanggapan Pak Alex yang mengaku sebagai juniornya di ITS ini, dengan berbagai argumen yang sangat panjang dan ilmiah, disimpulkan dalam satu kalimat sederhana Maaf Anda Jelas Belumlah Memahami Religion.

Bahkan Ismail Fahmi, pemilik drone emprit itu, dalam status di FB nya menyampaikan begini “tulisan Prof Budi Santosa Purwokartiko ini bisa masuk kategori “rasis” dan “xenophobic“. Rasis: pembedaan berdasarkan ras (manusia gurun, Arab). Xenophobic: benci pada orang asing (manusia gurun). Saya kira beliau contoh korban “firehose of kadrunisasi”. Jangan dicontoh ya gaes”. Firehouse of kadrunisasi ini, sebagai plesetan dari firehose of falsehood (semburan dosa) adalah teknik propaganda yang menyiarkan pesan dalam jumlah besar secara cepat, berulang-ulang, dan tanpa henti di berbagai media (seperti berita dan media sosial) tanpa mempedulikan kebenaran atau kepastiannya.

Bagaimana Sikap Kita?

Pak Budi Rahardjo, PhD saat mengunggah ini di akun Fbnya, banyak sekali yang menanggapi postingannya, terkait ini saya sampaikan bahwa “Justru narasi seperti ini yang merawat keterbelahan negara ini. Dia dengan pernyataannya itu pengin dianggap openmind, padahal sebaliknya. Tidak bisa menerima keragaman. Aneh…”

Pertanyaannya adalah bagaimana sikap kita menghadapi hal ini? Agar kita juga tidak terjebak dalam menghakimi sejak dini. Meskipun di awal tulisan ini, sudah saya sampaikan beberapa sikap netizen yang sebenarnya bisa dijadikan panduan sebagai sikap kita.

Pertama tabayyun, klarifikasi ini penting untuk dilakukan, setidaknya agar kita tidak menjudge sedini mungkin, selanjutnya juga untuk mengetahui apakah memang benar ini tulisan dari prof Budi tersebut, dan apa alasannya menulis hal yang bisa menjadi sensitif serta mengundang kegaduhan iu.

Kedua menasihati, karena konten tulisan itu tendensius, maka menasihati menjadi pilihan. Ada berbagai cara baik dengan cara melalui media sosial ataupun di silaturahimi di rumah/kantornya, bahwa pernyataan itu kontraversial. Untuk di media sosial sudah banyak yang mencoba, akan tetapi beliau kekeuh dengan pendiriannya, dimana salah saya? Maka silaturrahim menjadi salah satu pilihan untuk langkah ini.

Ketiga dialog dan debat ilmiah, sebagai seorang akademisi maka, dialog dan debat ilmiah menjadi salah satu pintu jika ada perbedaan pendapat. Ada beberapa yang mencoba mengajak dialog malah enggan dan kekeh dengan pendapatnya. Sehingga ketika beliau menghapus postingannya, menunjukkan ketidaksiapan untuk adu argumen tersebut. Akan tetapi masih bisa di fasilitasi di suatu tempat atau dengan media daring, untuk melakukan ini. Kita juga pengin tahu apa latar belakang argumennya itu dlsb.

Keempat dido’akan, bisa jadi Pak Profesor ini khilaf saat menuliskan ini. Meskipun jika dilihat dari jejak digitalnya memang sudah menjadi kebiasaan. Untuk itu mendo’akan agar Prof Budi mendapatkan hidayah menjadi sebuah pilihan. Sehingga hatinya terbuka untuk menerima kebenaran, dan tidak mengeluarkan statemen yang kontravesial. Mumpung di penghujung ramadhan.

Kelima dilaporkan, jika memang menenuhi unsur pidana maka bisa dilaporkan ke pihak yang berwajib. Hal inii diatur dalam UU ITE Pasal 28 ayat (2) dan juncto Pasal 45 a Ayat 2, sehingga dapat dijerat hukuman itu. Atau juga peraturan lain yang relevan yaitu Pasal 156a KUHP, itu mengenai penodaan agama. Kira-kira pasal itu yang dikenakan terhadap yang bersangkutan

Semoga ini menyadarkan kita semua bahwa jangan sampai seorang profesor merangkap jadi provokator dengan terus menyuburkan dan memupuk benih-benih Islamophobia yang sebenarnya sudah dimatikan oleh PBB itu. Demikian juga, Prof. Budi  sebaiknya segera meminta ma’af ke publik secara terbuka atas kegaduhan yang ditimbulkan dan berjanji tidak mengulangi lagi.

Saya sadar bahwa seorang profesor itu memiliki intellectual pride, harga diri intelektual yang tinggi, sehingga sulit atau berat untuk meminta maaf. Tetapi ingat Prof, Anda yang menanam, sehingga anda juga yang berhak memanen hasilnya.  Ayolah Prof, gentle-lah. Mumpung hari ini masih bulan ramadhan, disaat ruhiyah muslim sangat tinggi, In Syaa Allah pintu ma’af selalu terbuka.  Wallahu a’lam

 

Leadership, Peradaban, Politik., Ramadhan

Pemimpin Ideal dari Karakter Dua Nabi


Ramadhan adalah sebuah bulan dimana al-Qur’an menjadi bahan bacaan utama yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia sepanjang hari. Bahkan semua muslim berusaha lebih banyak membaca dan meng-khatamkan al-Qur’an, bersebab besarnya keutamaan yang ada di dalamnya. Demikian halnya selayaknya, disamping kuantitas interaksi dengan al-Qur’an yang demikian intens, semestinya juga diikuti dengan perbaikan kualitas bacaan (tahsin) serta peningkatan pemahaman terhadap isi dan kandungan al-Qur’an. Selain membaca tarjamah dan tafsir, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan cara mentadabburi al-Qur’an it sendiri.

Secara singkat tadabbur adalah mengerahkan upaya untuk melihat, memahami, merenungi sesuatu, bahkan sampai pada sisi terjauhnya, dari yang tersirat maupun yang tersurat. Kalau kata tadabbur dikaitkan dengan al-Qur’an, maka dikenal dengan istilah menjadi tadabbur al-Qur’an (تدبر القرآن). Dengan demikian maka artinya adalah “pemikiran yang komprehensif yang dapat mengantar kita kepada akhir dari petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan tujuan-tujuan akhir yang ingin dicapai dari membaca al-Quran”. Continue reading “Pemimpin Ideal dari Karakter Dua Nabi”

Islam, Kronik, Peradaban, Politik., Ramadhan

Ketika Dakwah Semakin Merekah


Masyarakat dunia dibikin heboh. Sabtu, 2 April 2022, Time Square tepat di jantung kota New York Amerika Serikat bergelora. Tidak sperti biasanya, kurang lebih 2.000 orang kaum muslimin baik para imigran maupun penduduk tempatan, memenuhi jalanan untuk iftar dan sholat tarawih secara berjama’ah. Tempat dimana lokasinya dekat dengan peristiwa 911, yang terjadi lebih dari duapuluh tahun silam. Sontak kejadian yang pertama di wilayah ini, menjadi sorotan dunia dan viral dimana-mana. Gambar dan video berseliweran diberbagai media sosial, dan memenuhi pemberitaan dan perbincangan, diberbagai media.

Event Organizernya adalah Project ZamZam. Sebuah lembaga yang berdasarkan website resminya, merupakan lembaga sosial yang mengimpor air zam-zam untuk wilayah Amerika Serikat dan Kanada. Dimana 100% keuntungan dari penjualannya didonasikan untuk membangun sekolah-sekolah di palestina. Targetnya acara itu adalah mengkampanyekan bahwa, Islam itu sebagai agama damai, rahmatan lil ‘alamiin, dan menghapus stigmatisasi negatif yang ada. Tanpa keributan semua berjalan dengan indah. Dan sejauh ini terlihat bahwa target itu sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan. Continue reading “Ketika Dakwah Semakin Merekah”