ekonomi, Leadership, Peradaban, Politik.

Erdogan : Dunia Yang Adil Itu Mungkin


Pagi ini 10/5, saya kedatangan tamu, Istimewa. Kedatangannya saja sudah istimewa, akan tetapi ada yang lebih istimewa adalah oleh-olehnya untuk saya. Sebagai rejeki Bapak Sholeh. Sebuah buku dengan judul “A Fairer World is Possible”. Di sampul mukanya menampilkan foto dengan senyum khasnya Recep Tayyib Erdogan. Benar Presiden Turki itu sebagai penulisnya. Dan lebih menariknya lagi, ternyata buku itu di beli beliau pada pulan Desember 2021 di Istanbul Grand Airport. “Maaf Mas sudah saya baca, ini untuk antum, ada bekas tintanya”, katanya saat menyerahkan buku itu sambil menunjukkan bekas tinta biru di buku itu. Saya berterimakasih banget. Jazzakumullahi khairan katsiira. Bagi saya bukan masalah bekas atau barunya sebuah buku. Yang penting isinya. Tetapi faktanya, buku ini memang baru rilis November 2021.  Jadi ini buku cetakan baru, dan terlebih lagi bakal mendapat asupan gizi baru lagi.

Setelah beliau ijin balik menjelang dhuhur, buku saya simpan sebentar di meja. Bakda dhuhur seolah mendapat menu baru, langsung saya lahap. Nah berikut ini pointer-pointers yang saya tangkap. Bukan sinopsis sih, tetapi lebih dari sebuah insight yang saya dapatkan.

Dalam bukunya “A Fairer World is Possible” ini,  Presiden Erdoğan menjelaskan secara rinci pencarian Turki akan keadilan bagi seluruh umat manusia.

Secara jelas, beliau menyampaikan berkenaan dengan dilema politik global, khususnya ketidakadilan, krisis pengungsi, terorisme internasional dan Islamofobia dalam buku tersebut, Presiden Erdogan mengungkapkan diskriminasi dan standar ganda di dunia dengan contoh PBB.

Presiden Erdoğan menggarisbawahi perlunya reformasi komprehensif, terutama di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, di dalam buku tersebut  juga memberikan perhatian kepada masalah legitimasi, fungsionalitas, efektivitas, inklusivitas, representasi, dan tata kelola Perserikatan Bangsa-Bangsa selama ini.

Beliau juga menekankan bahwa “dunia yang lebih adil adalah mungkin” dengan model proposal yang berprinsip, komprehensif, strategis dan dapat diterapkan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di mana keadilan dalam perwakilan dijamin, dan hak veto dihapuskan, Presiden Erdogan memberikan pesan berikut dalam bukunya:

“Di dunia di mana anak-anak mati dan dibunuh, dan tidak ada yang merasa bersalah.” “Keadilan adalah salah satu masalah yang paling dibutuhkan di panggung global saat ini. Sayangnya, lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan global berada dalam kelambanan yang besar.”

“Di era di mana belas kasihan telah hilang, kita memiliki tanggung jawab untuk menjadi perwakilan keadilan dan suara hati nurani. Sampai sebuah sistem dikembangkan di mana yang benar kuat, bukan yang kuat yang benar, kami akan terus menyatakan, ‘Dunia lebih besar dari lima.’”

“Masalah hari ini tidak dapat diselesaikan dengan lembaga yang dibentuk oleh kebutuhan masa lalu. Bahkan terbukti dengan sendirinya bahwa lembaga-lembaga ini menghasilkan masalah baru.”

“Menurut pemahaman kami, keadilan adalah apa yang akan menjamin ketertiban, keselamatan dan kebahagiaan di dunia. Untuk dunia yang lebih adil, ada kebutuhan akan tatanan global yang memberi harapan dan keyakinan.”

Islamofobia

Menurut Erdogan, Islamofobia adalah sentimen anti-muslim, yang muncul di barat setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat dan terus menjadi lebih berpengaruh. Erdogan juga menunjukkan bahwa kejahatan kebencian di negara-negara barat telah “mencapai tingkat yang menakutkan” dengan kesulitan ekonomi.

“Sementara konsep negara sosial telah merosot, kesenjangan pendapatan telah tumbuh, permusuhan terhadap Islam dan sentimen anti-imigran telah melonjak tinggi,” katanya. Presiden Turki juga mengkritik politisi Eropa yang mengeksploitasi “permusuhan terhadap Islam” untuk “memenangkan suara”. “Sebagai politisi yang telah memperhatikan pada ancaman ini selama bertahun-tahun, kekhawatiran kami telah tumbuh lebih jauh sebagai akibat dari apa yang telah kami saksikan,” katanya.

Proposal Untuk PBB

“Untuk membuat perdamaian global lebih adil dan berkelanjutan, kita membutuhkan PBB untuk mencerminkan multikulturalisme dan multipolarisme. Dunia ini tidak unipolar atau bipolar. Juga tidak di bawah hegemoni budaya budaya dominan atau sejumlah kecil pemangku kepentingan istimewa. Adalah mungkin untuk membuat dunia multipolar, multisentris, multikultural, lebih inklusif dan lebih adil. PBB adalah tempat utama untuk mencapai tujuan itu.

Reformasi PBB adalah jalan menuju perdamaian, stabilitas, keadilan dan pemerintahan global yang efektif. Reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan, khususnya, restrukturisasi Dewan Keamanan jelas membutuhkan konsensus global. Turki telah mengajukan proposal untuk efek itu dalam jangka waktu yang lama dan membukanya untuk diskusi. Solusi yang kami usulkan terwujud dalam moto kami: ‘Dunia lebih besar dari lima.’ (‘The world is bigger than five.’)

Erdogan menyerukan sebuah pelaksanaan rencana dalam merestrukturisasi Dewan Keamanan PBB. Memperbarui Dewan untuk mewakili semua benua, agama, latar belakang dan budaya seadil mungkin, dan ini akan menjadi langkah revolusioner menuju dan menemukan solusi untuk menegakkan perdamaian global.”

Realitas dan Kontribusi Turki

Sedikit untuk mengimbangi gagasasn besar pak Dhe Erdogan tersebut, beberapa data ini patut dibaca pula. Per bulan April 2022, Inflasi naik menjadi 70,0% di bulan April dari 61,1% di bulan Maret. Pada bulan April ini merupakan tingkat inflasi tertinggi sejak beberapa tahun belakangan. Inflasi rata-rata tahunan naik menjadi 34,5% di bulan April (Maret: 29,9%). Terakhir, inflasi naik menjadi 52,4% di bulan April, dari 48,4% bulan sebelumnya. Sedangkan Panelis dari Focus Economics Consensus Forecast memperkirakan inflasi rata-rata 53,2% pada tahun 2022 dan menurun menjadi 22,3% pada tahun 2023.

Ekonomi Turki diperkirakan akan berkembang pada kecepatan yang lebih moderat tahun ini. Keseimbangan risiko jelas condong ke sisi negatifnya: Inflasi tetap tinggi di tengah mata uang yang tidak stabil dan kebijakan yang tidak lazim. Perang di Ukraina meningkatkan risiko penurunan melalui inflasi, pariwisata dan perdagangan. Dimana pasar tenaga kerja yang lebih ketat harus mendukung konsumsi rumah tangga. Panelis Focus Economics Consensus Forecast memproyeksikan ekonomi Turki tumbuh 3,0% pada 2022, turun 0,4 poin persentase dari bulan lalu, dan 3,4% pada 2023.

Sementara itu mata uang Lira menyentuh level terendah 15,07 per dollar Amerika, hal ini  melampaui level yang dicapai pada bulan Maret ketika dilanda kekhawatiran tentang perang di Ukraina. Terjadi penurunan membuatnya 12% lebih lemah dari pada akhir 2021. Dan ini artinya turun 44% dibanding bulan Mei tahun lalu.

Meskipun secara ekonomi kondisi Turki saat ini sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi dalam banyak hal  Erdogan mampu untuk mengatasinya. Bahkan dengan gagah di buku itu dia juga menyampaikan kontribusi Turki terhadap dunia. Dimana selama masa pandemi Turki telah mengirimkan pasokan dan peralatan medis ke 146 negara di seluruh dunia, terlepas dari agama, bahasa, ras, atau benua mereka, saat kami memenuhi kebutuhan warga negara kami. Keserakahan akan kekayaan yang berlebihan, pemusatan kekuasaan dan upaya untuk melanjutkan kolonialisme melalui cara lain adalah hambatan terbesar bagi kemampuan sistem global untuk mempromosikan keadilan. Kurangnya stabilitas yang konsisten di beberapa bagian dunia, mulai dari Suriah, Palestina, Yaman dan Afghanistan, membuktikan fakta tersebut.

Realitas dan proposal yang disodorkan oleh Erdogan ini, seolah ingin menunjukkan kepada rakyatnya serta dunia tentang kebesaran bangsa Turki, sebagaimana dahulu saat di bawah kekhalifahan Turki Utsmaniyah. Bangsa yang besar selalu memiliki DNA yang mengasilkan pemimpin kuat untuk membuat narasi besar, dalam rangka menciptakan perdamaian dunia dan tata kehidupan global yang lebih adil. Dukungan rakyat Turki, nampaknya juga memberikan andil bagi Erdogan untuk mengambil peran yang lebih berpengaruh di kancah internasional. ‘Ala kulli hal, buku ini layak dibaca bagi siapapun juga, yang menginginkan dunia yang rahmatan lil ‘alaamiin.

Wallahu A’lam

Asih Subagyo│Peneliti Senior Hidayatullah Institute

Advertisement