Entrepreneurship, Islam, Peradaban

Bela dan Beli Bank Muamalat Indonesia


Bela dan Beli Bank Muamalat Indonesia

Senin, 2 Oktober 2017 – 15:09 WIB

Oleh: Asih Subagyo

SEBAGAI salah satu nasabah Bank Muamalat Indonesia, saya tergerak untuk ikut menanggapi apa yang sedang dialami oleh Bank Syariah paling awal di negeri ini. Memperhatikan dinamika yang ada, baik di media mainstream, maupun di media sosial, yang ternyata begitu hot, bahkan cenderung “liar” terhadap Bank Muamalat yang “dikupas” dari berbagai macam sudut informasi, data dan ulasan. Baik ulasan berdasarkan pakem yang ada maupun, ulasan yang out of the box. Kesemuanya, seolah menjadi ramuan yang terasa lebih “nikmat.”Dari ini semua, terutama perspektif yang berbeda, dan melahirkan pendekatan yang berbeda, mendorong saya sebagai nasabah ikut berpendapat dalam konteks BMI ini.

Sebagaimana kita ketahui, Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank pertama yang menerapkan prinsip syariah dalam operasionalnya,di Indonesia. Perjuangan mendirikan Bank Pertama yang beroperasi sesuai syariah itu, melibatkan banyak pihak, sebagai representasi ummat Islam saat itu. Ulama, pengusaha, birokrat dan umat islam, bahu-membahu bersinergi  dalam membangun ekonomi umat. Sehingga terkumpul total dana sekitar Rp. 110 miliar, dana yang sangat besar untuk mendirikan bank, sebab saat itu berdasarkan Pakto 1998, modal untuk mendirikan bank, cukup Rp. 10 miliar (Anif, et all : 2014).

Melalui perjuangan yang panjang itu, maka Bank Muamalat resmi berdiri pada 1 November 1991, tetapi baru beroperasi penuh pada 1 Mei 1992. Dan, dengan berdirinya Bank Syariah ini, menandai kebangkitan ekonomi syariah di tanah air.Sehingga wajar, jika kemudian umat merasa bangga dan ikut memiliki kehadiran BMI ini.

Baca: Indonesia Menuju Pusat Keuangan Syariah Dunia

Meskipun semua itu ternyata  masih belum berbanding lurus dengan keperpihakan secara nyata dari sebagian besar umat Islam sendiri. Continue reading “Bela dan Beli Bank Muamalat Indonesia”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

Belajar Out of the Box dari Bob Sadino


bobsadinoHampir setiap entrepreneur di Indonesia dan mungkin sebagian rakyat Indonesia mengenal Bob Sadino. Seorang pengusaha nyentrik di negeri ini. Bukan hanya penampilannya saja yang nyentrik, akan tetapi perjalanan hidupnya dalam menapaki hudup, bisnis, dan juga jenis bisnis yang digelutinya termasuk nyentrik. Karena tidak banyak pengusaha (dulu) yang mau terjun di bidang itu, sehingga langkah dan cara berbisnisnya termasuk menjadi inspirasi bagi sebagian besar entrepreneur di negeri ini.

Secara pribadi, saya pertama kali melihat dari dekat sosok om Bob, begitu beliau biasa di panggil, adalah sekitar tahun 1996. Ketika itu saya mengikuti seminar yang diselenggarakan Fakultas Peternakan UGM. Saat itu sosok Om Bob memang telah menjadi pengusaha fenomenal. Pengusaha pribumi, yang cukup mencuat namanya saat itu. Saya sudah sedikit lupa apa yang di bicarakan secara utuh ketika itu. Tetapi yang pasti, beliau menularkan virus entrepreneur. Saat itu, virus entrepreneur belum di sebarkan seganas sebagaimana beberapa tahun terakhir ini. Beliau menyatakan kurang lebih seperti ini, “Saya yang tidak punya basic pendidikan di bidang peternakan saja, bisa membangun perusahaan yang berbasis peternakan yang lumayan maju, apalagi jika lulusan fakultas peternakan seperti anda yang berbisnis di bidang peternakan, maka hasilnya jauh lebih hebat dari apa yang saya geluti”. Sebagai peserta yang, background pendidikan saya juga bukan di bidang itu, ketika itu saya hanya senyum-senyum saja. Tetapi lama-kelamaan, di saat saya merenungi kalimat itu, ada benarnya juga. Apalagi disaat mulai bergelut sebagai entrepreneur, dan mulai membaca banyak buku tentang binsnis dan entrepreneurship, maka pernyataan di atas, menemukan jawabannya. Sebab, kenyataannya menjadi pengusaha itu, tidak harus memiliki latar belakang yang linier dengan jenis usaha yang digelutinya. Meskipun, jika basic pendidikannya sesuai dengan jenis bisnis yang digelutinya, bisa jadi lebih baik, pun bisa tidak baik. Namun faktanya, banyak pengusaha, bahkan yang berkelas dunia, sama sekali tidak memiliki latar belakang yang sama dengan bisnis yang digelutinya, dan berhasil.

Statement yang keluar dari om Bob saat itu, sangat lancar dan liar keluar dari lisan beliau. Seolah tiada beban. Tiada kesan menggurui, namun pernyataannya cukup mengena. Ketika menjadi pembicara saat itu, beliau tampil seperti ciri khasnya yang sering kita lihat sekarang. Baju kemeja lengan pendek, celana jeans di atas lutut, bersepatu tanpa kaos kaki. Saya, kemudian secara fisik tidak pernah lagi ketemu beliau, kecuali melalui berita dan juga buku-buku beliau. Yang ternyata sama, isi dan tulisannya merupakan pengalaman beliau yang jika kita cermati lebih jauh benar-benar out of the box. Bisnis yang keluar dari pakem dan kaidah-kaidah ekonomi, yang biasa di tulis oleh pengusaha, pengamat maupun akademisi, di bidang bisnis dan ekonomi. Sekali lagi, tulisannya sederhana, mengalir liar dan tanpa ada kesan bahwa “akulah orang hebat, tirulah aku!”. Continue reading “Belajar Out of the Box dari Bob Sadino”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

UJUNG TANDUK


telor“Bagaikan telur di ujung tanduk” peribahasa

 

Ungkapan atau peribahasa di atas sering dipergunakan untuk menggambarkan sebuah situasi dan keadaan yang mengancam, membahayakan, bahkan genting. Jika salah sedikit bisa tergelincir, jatuh dan hancur. Sebagaimana kita ketahui, tanduk binatang itu kebanyakan berujung runcing dan tajam. Maka jika telur diletakkan diatasnya, kemungkinan untuk jatuh lebih besar, dibanding dengan tidaknya. Artinya, probabilitas celaka alias nyungsep-nya, sangat tinggi, dibandingkan dengan selamat dan aman.

Kondisi seperti ini, kerapkali menjadi satu paket ketika seseorang memilih jalan di jalur entrepreneur. Ketidakpastian, menemani setiap langkahnya. Oleh karenanya dibutuhkan, tidak hanya kekuatan mental, tetapi harus didukung pula dengan spiritualitas dan skill yang mumpuni. Memang, ketidakpastian itu, tidak selalu ditemui oleh semua entrepreneur. Ada juga, entrepreneur, yang berjalan mulus, sejak start up, hingga menjadi bisnis yang baik atau menjadi perusahaan besar. Tetapi yang begini ini jumlahnya sedikit. Kebanyakan entrepreneur, melewati ujian dengan serangkaian ketidakpastian. Masing-masing memiliki jenis dan tingkat ujian yang bermacam-macam. Besar dan beratnya ujian, satu entrepreneur dengan entrepreneur lainnya tidak sama. Meski nampaknya sama, tetapi pasti berbeda. Ujian itu bisa datang kapan dan dimana saja. Bisa bersumber dari internal, maupun eksternal. Kadang juga kombinasi dan perpaduan keduanya. Continue reading “UJUNG TANDUK”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

Entrepreneur itu Petarung, Gagal itu Biasa !


“Kegagalan itu hanya milik si penakut nan pecundang, keberhasilan itu milik sang pemberani nan petarung” (renungan akhir tahun)

Traffic sign for Winners or Losers - business conceptMenjadi entrepreneur adalah sebuah perjuangan. Banyak cerita jatuh-bangun, yang mewarnai kehidupannya. Hampir dipastikan, tidak ada entrepreneur yang dalam karirnya berjalan mulus. Kejatuhan, kegagalan atau kebangkrutan, seringkali mewarnai kehidupanyya. Diantara mereka berguguran di tengah jalan. Disaat perjalanan yang ditempuhnya masih belum sampai di tempat tujuan. Ada yang masih sebentar dan pendek dalam menempuh perjalanan, ada yang sudah jauh sekali dan melewati beberapa rintangan. Tetapi, semuanya sama, terjerembab dalan jurang kegagalan. Ada yang bisa bangkit, setelah terpuruk. Dan tidak sedikit yang terus terbenam dalam keterpurukan. Ada pula yang kemudian beralih profesi, ketika sedang terjatuh itu. Hal ini adalah biasa, manusiawi. Ada baiknya kita dengar petuah kurang lebih seabad yang lalu, Thomas Alva Edison, seorang penemu lampu pijar, yang telah melalui serangkaian trial and error dalam ujicobanya. Dia, mengingatkan kita dengan sebuah kata mutiaranya,Banyak sekali kegagalan dalam hidup adalah mereka yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan ketika mereka menorah”.

Kita seringkali menyerah, ketika menemukan hambatan dalam bekerja dan berbagai hal lainnya. Hambatan itu bisa datang di awal, ditengah perjalanan dan bahkan menjelang akhir perjalanan. Kita dengan mudah menganggap senantiasa menemukan jalan buntu, dan dihadapkan pada pintu-pintu besi yang tergembok dengan rapat dan kokohnya. Seolah tidak ada jalan keluar dari permasalahan yang kita hadapi. Lalu, darinya ada alasan buat kita, bahkan menjadikannya sebagai pembenar, untuk melempar handuk, dan kemudian menyerah dan pasrah dengan kenyataan. Kita mundur teratur. Dan kekalahan, kemudian berpihak kepada kita. Tanpa kita sadari, kita telah menjerumuskan diri kita, sebagai pecundang. Continue reading “Entrepreneur itu Petarung, Gagal itu Biasa !”

entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

Berbisnis itu (tidak) Mudah


dorongMeskipun masih jauh dari sukses, -tentunya dengan deretan indicator kesuksesan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah-, tetapi setidaknya saya memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam berbisnis. Dengan berbagai hambatan, kendala, tantangan dan rintangan, serta di bumbui beberapa kali  keberhasilan, maka rasanya cukup modal bagi saya untuk berbagi kepada sesama. Pendeknya, berkali-kali memasuki lembah kematian (dead valley) dan kemudian bisa, mentas, masuk jurang lagi, mentas lagi,  dan seterusnya, begitulah kira-kira siklus bisnis yang saya jalani. Untuk sekedar menghibur diri, saya kemudian tertarik dengan pepatah yang bunyinya kurang lebih begini “Jangan dihiraukan berapa kali anda terjatuh, tetapi lihatlah bagaimana anda bangkit dari setiap kegagalan,”. Berbekal pepatah itu, tidak jarang menjadikan motivasi yang kuat, sehingga membuat senantiasa bangkit dari setiap terjerembab ke dalam lembah kematian itu.

Siklus, yang sangat menguras adrenalin itu, sejatinya berawal dari ketidak adaan “ilmu” yang menyertai ketika awal memulai bisnis. Sehingga trial and error, menjadi teman setia, dalam menapaki bisnis itu. Dan, berdasarkan pengalaman itulah, maka kemudian saya bisa melakukan instrospeksi bahwa, terdapat beberapa kesalahan, yang melekat pada diri saat menjalani bisnis. Jika dulu, saya mengetahui ada kesalahan dalam melangkah, ketika sudah terjadi kegagalan misalnya, sekarang meskipun belum begitu tajam ada semacam intuisi yang melakukan self evaluation terhadap setiap kejadian. Sehingga ada semacam sensor,  sebagai early warning system, atau peringatan dini, ketika akan mengerjakan sesuatu. Meskipun belum selamanya pas, akan tetapi Continue reading “Berbisnis itu (tidak) Mudah”