Saya mendengar kalimat tansiqul harakah ini, langsaung disampaikan dari lisan Prof. Dr. Ma’ruf Amin, diberbagai waktu, kesempatan yang berbeda disetiap acara yang saya ikuti. Sebuah diksi, yang menurut saya cukup menarik, untuk di kaji lebih jauh. Menjadi menarik, karena kalimat tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Majelis Ulama Islam (MUI), yang sekaligus Rais ‘Aam PBNU. Yang dengan derajat keulamaannya, beliau mampu menyampaikannya dengan pendekatan dan bahasa yang indah, tanpa multi interpretasi. Hal ini, seringkali beliau kemukakan berkenaan dengan peran MUI ditengah-tengah umat. Dan sudah barang tentu dengan gayanya beliau yang runut, ringan, singkat, padat dan jelas, saat men-sarah sesuatu, sehingga mudah untuk dimengerti dan dipahami, awam seperti saya ini.
Tansiqul Harakah ini, sebenarnya sudah dibahas diberbagai kesempatan, bahkan tahun lalu saat Komisi Dakwah MUI mengeluarkan beberapa pedoman dakwah diantaranya : pedoman dalam pe membangun persatuan umat (tauhidul ummah), menyatukan kerangka pemahaman agama ahlussunnah wal jama’ah (taswiyatul afkar), dan membangun sinergi gerakan (tansiqul harakah) dalam bingkai Islam wasathiyah. Sehingga istilah ini kembali mngemuka. Namun, lagi-lagi dengan caranya Kyai Ma’ruf, maka gagasan tansiqul harakah ini menjadi mudah dicerna, sekaligus menemukan bentuknya. Selanjutnya merupakan agenda besar, yang menuntut kelapangan bagi semua elemen umat Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa MUI adalah wadah bagi bergabungnya ormas-ormas Islam di Indonesia. Sehingga, jika masing-masing ormas memiliki agenda dan program sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi dan sinergi, maka yang didapatkan bukannya kekuatan. Namun bisa jadi menjadi saling melemahkan. Saling menegasikan. Bukan menjadi kuat, bahkan akan tercerai-berai. Olehnya, MUI perlu membuat guidance dan meng-koordinasi seluruh Ormas Islam, dalam sinergi gerakan. Idealnya dalah semua aspek kehidupan, dari soal ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Tetapi dalam konteks kekininian, itu masih cukup sulit. Sehingga, hal-hal yang mungkin bisa untuk disinergikan, dilakukan sinergi terlebih dahulu, dan kemudian menyusul hal-hal lainnya. Dan kunci dari itu semua adalah kepemimpinan.
Padahal menurut Kyai Ma’ruf, kepemimpinan Islam di Indonesia, saat ini belum bisa di wakili oleh salah satu sosok pemimpin, siapapun itu orangnya. Dan yang ada adalah imam/pemimpin yang ada di masing-masing ormas/harakah Islam. Sehingga MUI sebagai representasi dari umat Islam, sambil berseloroh beliau sampaikan bahwa yang mungkin dilakukan adalah dengan Imamah Institusiyah, dan itu adanya di kepemimpinan MUI. Kita tidak usah berdebat dalil, dengan istilah ini. Sebagai sebuah upaya membangun kepemimpinan umat, maka langkah ini perlu di apresiasi.
Tansiqul Harakah secara bahasa berasal dari kata tansiq yang secara harfiah berarti koordinasi/pengaturan dan al-harakah yang berarti gerakan. Sehingga tansiqul harakah berarti gerakan yang terkoordinir. Namun dalam konteks ini didefinisikan sebagai sinergi gerakan. Koordinasi dan juga sinergi adalah, kata-kata yang mudah ditulis dan diucapkan, namun cukup sulit, dan membutuhkan effort yang besar untuk dilaksanakan. Dan ini, memamng menjadi tantangan ormas Islam dan gerakan Islam saat ini. Olehnya, kini sudah bukan lagi waktunya untuk berdebat dan bertikai berkenaan dengan hal-hal yang furukiyah. Namun, sudah selayaknya kita membicarakan agenda besar umat Islam. Kita tahu, bahwa pada masing-masing ormas, kelompok dan harakah Islam itu memiliki spesifikasi dan keunggulan sendiri-sendiri. Ada pembagian peran disitu. Antar elemen umat sudah selayaknya bekerjasama, dalam hal-hal yang memang disepakati. Tidak perlu saling menonjolkan, keunggulan masing-masing. Dan tidak usah saling menyalahkan, menghakimi kelompok lain atas hal-hal yang tidak disepakati. Asalkan semuanya masih dalam bingkai dan kerangka ahlussunah wal jama’ah, menuju Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Insya Allah bisa di-tansiq. Kecuali bagi mereka yang terang-terangan memusuhi, memerangi, dan menghalang-halangi dakwah Islam, jika masih bisa, maka dirangkul, jika tidak bisa, maka akan digilas oleh laju dakwah. Cepat atau lambat.
Sebagaimana gagasan tansiqul harakah ini. Ternyata, jika di-mappingkan akan ketemu irisan masing-masing ormas. Atau dengan kata lain, satu element umat memiliki keunggulan di bidang tertentu, dan elemen umat yang lain juga memiliki keunggulan di bidang lainnya. Maka, hal ini bisa saling disinergikan. Sehingga, dengan demikian, umat ini akan memiliki agenda bersama. Dan ini akan menjadi kekuatan riil yang diperhitungkan. Persatuan umat adalah kata kunci. Jangan biarkan umat ini tercerai berai, baik pembusukan dari dalam, maupun serangan dari luar. Tidak bisa lagi umat ini, diperlakukan seperti buih, yang diombang-ambingkan oleh ombak. Bukan masanya, umat bermain di atas gendang dan tarian orang lain. Umat, harus memiliki irama dan aturan main sendiri yang lebih baik dari milik orang lain. Sehingga justru orang lain yang mengikuti permainan kita. Sebab, kemuliaan Islam, sesungguhnya di atas segalanya.
Olehnya, tidak bisa lagi, kita terbius hanya dengan membaca dan menikmati sejarah saja. Umat, ini dilahirkan sebagai umat terbaik. Dan diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan. Sehingga sejatinya, kita adalah pembuat sejarah itu. Kitalah arsitek peradaban itu, yang sebenarnya. Dan, sesungguhnya setiap orang dan ormas/kelompok/harakah Islam juga sedang menuliskan sejarahnya sendiri-sendiri. Pastikan bahwa umat ini bukan pengekor, tetapi leader. Pemimpin umat. Kendatipun demikian, kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan pihak luar. Meski kita tahu, bahwa merekalah yang menjadi salah satu penyebab terpuruknya umat Islam. Tetapi, jika terus menjadikan itu sebagai alasan, kita tidak akan maju. Kita akan terus berjalan di tempat, atau bisa malah menjadi terbelakang.
Jika boleh jujur dan dalam rangka auto kritik, maka mentalitas inferior-lah yang kemudian menyebabkan kita menjadi umat pengekor. Atau dalam bahasa Syaikh Muhammad Abduh,”al-Islamu mahjubun bil Muslimin,’ (Keunggulan Islam tertutup oleh perilaku umat Islam). Umat Islam ternyata tidak berani menerapkan Islam secara kaffah. Kita, takut justru untuk mejalankan ajaran agama kita sendiri. Karena berhamburannya klaim dan stigma sebagai ; fundamentalis, radikal, intoleran, teroris dan istilah sejenisnya. Padahal, kita sendirilah yang sesungguhnya telah mereduksi keagungan Islam itu. Sehingga hanya sebatas pada pelaksanaan rangkaian ritual ibadah semata. Tidak lebih dari itu. Kita tidak yakin, bahwa Islam adalah solusi. Padahal, seorang orientalist dari Scotland, H.A.R. Gibb dalam bukunya Whiter Islam menyampaikan,”Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah Agama, Ia adalah Peradaban yang sempurna”. Jika orang luar saja, berani menyatakan demikian (apakah dengan jujur atau tidak, bukan urusan kita), maka menjadi pertanyaan besar bagi kita yang muslim, masak masih juga meragukannya.
Sejarah, lagi-lagi telah membuktikan bahwa umat ini, pernah menciptakan kedamain, kemajuan dan kesejahteraan di masanya. Saat kepemimpinan dunia berada di tangan Islam. Disaat Barat berada d jaman Dark Age, maka saat itu Islam berada pada Golden Age, dan menyinari dunia dengan ilmu pengetahuan. Kini, saatnya kita bangkit untuk mengembalikan kejayaan itu lagi. Biarlah kini baru ada Imamah Institusiyah. Cukuplah ini menjadi langkah awal menuju tegaknya Peradaban Islam. Sebab, dengan atau tanpa kehadiran kita, Peradaban Islam ini pasti akan menguasai dunia. Ini bukan utopia. Ini sebuah nubuwwah. Keimananlah yang menuntun kita untuk meyakini, mempercayai dan kemudian memperjuangkannya. Namun, betapa meruginya, jika kejayaan Islam itu, tanpa ada keterlibatan kita menjadi bagian didalamnya. Semoga Allah selalu memberikan jalan terbaik, buat kita. Dan Agenda Besar umat islam, bisa diretas dengan pendekatan tansiqul harakah ini. Saya yakin, bahwa tansiqul harakah ini, merupakan tahapan menuju wihdatul ummah. Wallahu a’lam
Depok, 20/02/2018ta
1 thought on “Tansiqul Harakah”