Islam, IT, Peradaban, Tarbiyah

Tantangan dan Peluang Dakwah di Media Sosial


source : allstars

Berdasarkan laporan dari We Are Social, jumlah penduduk Indonesia adalah 277,7 juta pada Januari 2022. Hal ini menunjukkan bahwa populasi Indonesia meningkat sebesar 2,8 juta (+1,0 persen) antara tahun 2021 dan 2022. Dimana sekitar 49,7 persen penduduk Indonesia adalah perempuan, sedangkan 50,3 persen penduduk adalah laki-laki. Pada awal tahun 2022, 57,9 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, sementara itu 42,1 persen tinggal di pedesaan.

Ada 204,7 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari 2022. Sementar, tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 73,7 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. Analisis Kepios menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia meningkat sebesar 2,1 juta (+1,0 persen) antara tahun 2021 dan 2022. Sebagai gambaran, angka pengguna ini mengungkapkan bahwa 73,05 juta orang di Indonesia tidak menggunakan internet pada awal tahun 2022, artinya 26,3 persen penduduk tetap offline di awal tahun. Namun, masalah yang berkaitan dengan COVID-19 terus memengaruhi penelitian tentang adopsi internet, sehingga angka pengguna internet yang sebenarnya mungkin lebih tinggi daripada angka yang dipublikasikan ini.

Data GSMA Intelligence menunjukkan ada 370,1 juta koneksi seluler di Indonesia pada awal 2022. Namun, perhatikan bahwa banyak orang di seluruh dunia menggunakan lebih dari satu koneksi seluler – misalnya, mereka mungkin memiliki satu koneksi untuk penggunaan pribadi, dan satu lagi untuk bekerja – jadi bukan hal yang aneh jika angka koneksi seluler secara signifikan melebihi angka total. populasi. Angka GSMA Intelligence menunjukkan bahwa koneksi seluler di Indonesia setara dengan 133,3 persen dari total populasi pada Januari 2022. Jumlah koneksi seluler di Indonesia meningkat 13 juta (+3,6 persen) antara

Pengguna Media Sosial

Hingga Januari 2022, ada 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada awal tahun 2022 setara dengan 68,9 persen dari total populasi. Analisis Kepios mengungkapkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia meningkat 21 juta (+12,6 persen) antara tahun 2021 dan 2022.

Berdasarkan publikasi dari meta, pada awal tahun 2022 Facebook memiliki 129,9 juta pengguna di Indonesia. Sedangkan jangkauan iklan Facebook di Indonesia setara dengan 46,8 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. Namun, Facebook membatasi penggunaan platformnya untuk orang-orang berusia 13 tahun ke atas, jadi perlu juga digarisbawahi bahwa 60,0 persen audiens yang “memenuhi syarat” di Indonesia menggunakan Facebook pada tahun 2022. Untuk konteks tambahan, jangkauan iklan Facebook di Indonesia setara dengan 63,4 persen dari basis pengguna internet lokal (pada semua jenis usia) pada Januari 2022. Pada awal tahun 2022,  sekitar 44,0 persen audiens iklan Facebook di Indonesia adalah perempuan, sedangkan 56,0 persen adalah laki-laki.

Berdasrkan data dari Google menunjukkan bahwa YouTube memiliki 139,0 juta pengguna di Indonesia pada awal 2022. Angka ini berarti bahwa jangkauan iklan YouTube tahun 2022 setara dengan 50,0 persen dari total penduduk Indonesia di awal tahun. Sebagai gambaran, iklan YouTube mencapai 67,9 persen dari total basis pengguna internet Indonesia (tanpa memandang usia) pada Januari 2022. Saat itu, 46,9 persen penonton iklan YouTube di Indonesia adalah perempuan, sedangkan 53,1 persen adalah laki-laki.

Angka yang dipublikasikan di alat periklanan Meta menunjukkan bahwa Instagram memiliki 99,15 juta pengguna di Indonesia pada awal 2022. Angka ini menunjukkan bahwa jangkauan iklan Instagram di Indonesia setara dengan 35,7 persen dari total populasi di awal tahun. Namun, Instagram membatasi penggunaan platformnya untuk orang berusia 13 tahun ke atas, jadi ada baiknya mengetahui bahwa 45,8 persen audiens yang “memenuhi syarat” di Indonesia menggunakan Instagram pada tahun 2022. Perlu diketahui juga bahwa jangkauan iklan Instagram di Indonesia pada awal tahun 2022 setara dengan 48,4 persen basis pengguna internet lokal (tanpa memandang usia). Pada awal tahun 2022, 52,3 persen audiens iklan Instagram di Indonesia adalah perempuan, sedangkan 47,7 persen adalah laki-laki.

Angka yang dipublikasikan di sumber periklanan ByteDance menunjukkan bahwa TikTok memiliki 92,07 juta pengguna berusia 18 tahun ke atas di Indonesia pada awal 2022. Perhatikan bahwa ByteDance memungkinkan pemasar untuk menargetkan iklan TikTok kepada pengguna berusia 13 tahun ke atas melalui alat periklanannya, tetapi alat ini hanya menampilkan data pemirsa untuk pengguna berusia 18 tahun ke atas. Untuk konteksnya, angka ByteDance menunjukkan bahwa iklan TikTok mencapai 47,6 persen dari semua orang dewasa berusia 18 tahun ke atas di Indonesia pada awal tahun 2022. Sementara itu, jangkauan iklan TikTok di Indonesia setara dengan 45,0 persen basis pengguna internet lokal di awal tahun, tanpa memandang usia. Pada awal tahun 2022, 66,0 persen audiens iklan TikTok di Indonesia adalah perempuan, sementara 34,0 persen adalah laki-laki.

Menurut publikasi Meta menunjukkan bahwa iklan di Facebook Messenger mencapai 28,40 juta pengguna di Indonesia pada awal tahun 2022. Sehingga pengguna Facebook Messenger di Indonesia setara dengan 10,2 persen dari total populasi di awal tahun. Facebook Messenger membatasi penggunaan platformnya untuk orang-orang berusia 13 tahun ke atas, jadi perlu juga disoroti bahwa iklan mencapai 13,1 persen dari audiens Facebook Messenger yang “memenuhi syarat” di Indonesia pada tahun 2022. Untuk konteks tambahan, jangkauan iklan Facebook Messenger di Indonesia setara dengan 13,9 persen basis pengguna internet lokal (berapa pun usia). Pada awal tahun 2022, 45,0 persen audiens iklan Facebook Messenger di Indonesia adalah perempuan, sedangkan 55,0 persen adalah laki-laki.

Angka yang dipublikasikan di sumber periklanan LinkedIn menunjukkan bahwa LinkedIn memiliki 20,00 juta “anggota” di Indonesia pada awal 2022.  Angka jangkauan iklan perusahaan menunjukkan bahwa audiens LinkedIn di Indonesia setara dengan 7,2 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. LinkedIn membatasi penggunaan platformnya untuk orang berusia 18 tahun ke atas, jadi ada baiknya juga mengetahui bahwa 10,3 persen audiens yang “memenuhi syarat” di Indonesia menggunakan LinkedIn pada tahun 2022. Untuk konteks tambahan, jangkauan iklan LinkedIn di Indonesia setara dengan 9,8 persen basis pengguna internet lokal (berapa pun usia) di awal tahun. Pada awal tahun 2022, 44,6 persen audiens iklan LinkedIn di Indonesia adalah perempuan, sedangkan 55,4 persen adalah laki-laki.

Data yang dipublikasikan di sumber periklanan Snap menunjukkan bahwa Snapchat memiliki 3,30 juta pengguna di Indonesia pada awal 2022. Angka ini berarti jangkauan iklan Snapchat di Indonesia setara dengan 1,2 persen dari total populasi di awal tahun. Namun, Snapchat membatasi penggunaan platformnya untuk orang berusia 13 tahun ke atas, jadi perlu juga dicatat bahwa 1,5 persen dari audiens yang “memenuhi syarat” di Indonesia menggunakan Snapchat pada tahun 2022. Untuk konteks tambahan, jangkauan iklan Snapchat di Indonesia setara dengan 1,6 persen basis pengguna internet lokal (berapa pun usia) di awal tahun.Pada awal tahun 2022, 77,6 persen audiens iklan Snapchat di Indonesia adalah perempuan, sementara 19,7 persen adalah laki-laki.

Angka yang dipublikasikan di sumber periklanan Twitter menunjukkan bahwa Twitter memiliki 18,45 juta pengguna di Indonesia pada awal 2022. Angka ini berarti jangkauan iklan Twitter di Indonesia setara dengan 6,6 persen dari total populasi saat itu. Namun, Twitter membatasi penggunaan platformnya untuk orang-orang berusia 13 tahun ke atas, jadi mungkin bermanfaat untuk mengetahui bahwa 8,5 persen audiens yang “memenuhi syarat” di Indonesia menggunakan Twitter pada tahun 2022. Untuk konteks tambahan, jangkauan iklan Twitter di Indonesia setara dengan 9,0 persen basis pengguna internet lokal (berapa pun usia) di awal tahun.

Berdasarkan data Statista, Indonesia merupakan negara dengan pengguna whatsApp terbanyak ketiga di dunia. Jumlah pengguna whatsApp di Tanah Air mencapai 84,8 juta pengguna pada Juni 2021. Dan menjadi aplikasi yang paling banyak dinunakan setiap hari dengan 88% dari total pengguna medi sosial pasti menggunakan WhatsApp.

Peluang dan Tantangan

Data di atas sesungguhnya menjadikan peluang dan tantangan bagi semua aktifitas baik yang sifatnya organisasi bisnis maupun organisasi sosial, tak terkecuali lembaga dakwah. Jika mampu memanfaatkan potensi sebagaimana tersebut di atas, maka dakwah akan semakin diterima disemua  kalangan, melalui platform media tersebut.

Selanjutnya apa dan bagaimana yang harus dilakukan oleh lembaga dakwah untuk memasuki dunia digital terutama menerobos dan mewarnai dakwah di media sosial ini. Berikut ini ada sepeuluh tawaran dari pemahaman higga langkah teknis yang bisa dilakukan :

Pertama dakwah itu kewajiban setiap muslim, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun yang mengaku muslim untuk tidak terlibat dalam proyek dakwah ini. Sehingga disemua platform media sosial, selalu sebarkan kebaikan (dakwah) sesuai dengan kemampuan, kapasitas dan keahlian masing-masing.

Kedua niat karena Allah ta’ala, karena dunia media sosial ini bisa melenakan dan bisa jadi malah mensihir kita. Sehingga  jangan sampai belok niat kita seharusnya niat untuk dakwah ilaLlah menjadi melenceng ke tujuan lainnya

Ketiga tingkatkan pemahaman diniyah kita dan perdalam kedekatan dengan Allah. Jangan sampai karena kita asyik di media sosial untuk niat berdakwah, kita malah lupa membangun kedekatan dengan Allah. Sesibuk apapun di medsos, sholat jamaah harus tepat waktu di masjid, dan perbanyak pula ibadah sunnah lainnya.

Keempat memilih akun media sosial, kita berusaha memiliki berbagai akun media sosial, bukan untuk eksistensi diri semata, akan tetapi dalam kerangka dakwah tersebut. Karena memiliki akun media sosil saat ini menjadi sebuah keniscyaan. Akan tetapi, tidak semua platform kita bisa isi secara optimal. Maka sebaiknya dipilih beberapa platform yag memangg sesuai dengan passion kita sekaligus sesuai dengan karakteristik pengguna platform tersebut, sehingga akan ada titik temu yang optimal.

Kelima pelajari karakteristik platform media sosial, dimana setiap platform medi sosial sesungguhnya memiliki karakteristik baik dari aspek pengguna, maupun algoritma yang ada didalamnya. Maka mempelajari dan memahaminya menjadi salah satu kunci dakwah di media sosial.

Keenam pahami obyek dakwah (mad’u), sebagaimana keberadaan beberapa platform media sosial tersebut di atas, ternyata juga berpengaruh terhadap audiens (obyek dakwah). Sehingga dengan memahami obyek dakwah kita (yang menjadi pengguna media sosial), maka pesan-pesan dakwah itu sesuai dengan preferensi dari obyeknya masing-masing.  Maka pemetaan (mapping) dakwah ini menjadi penting. Dilain pihak, jika kita dapat mengerti apa yang menjadi kebutuhan ummat, kita dapat menyampaikan dakwah yang sesuai dengan apa yang menjadi keresahan mereka.

Ketujuh muatan (konten) dakwah yang uptodate, karena beragamnya obyek dakwah sebagaimana tersebut di atas, maka siapapun akan memikiki spesifikasi berdasarkan konten dakwah yang dibawa. Maka sejatinya seorang juru dakwah masa kini juga mennjadi konten kreator, sehingga konten yang disampaikan tidak membosankan dan tepat sasaran.

Kedelapan sinergi dan kolaborsi, salah satu keberhasilan dari dakwah jika antar juru dakwah saling kolaborasi dan sinergi. Dimana setiap juru dakwah tentu memiliki spesifikasi di beberapa bidang, tetapi kurang di beberapa bidang yang lain, jika saling mengisi, maka kolaborasi dan sinergi dakwah ini akan mendapatkabn hasil yang dahsyat.

Kesembilan memilih tools yang tepat, karena dakwah media sosial ini sarat dengan penggunaan teknologi, maka memilih tool, berupa aplikasi yang tepat untuk menyebarkan dakwah secara masif juga menjadi penting. Disini juru dakwah tidak harus ahli, akan tetapi bisa meminta bantuan kepada yang ahli dibidangnya, untuk menginstallakan dan mengajari cara penggunaanya. Sehingga du’at tinggal menggunakan sesuai dengan keperluannya.

Kesepuluh istiqomah, ini menjadi salah satu kunci. Dakwah di media sosial tidak bisa hanya hit and run. Akan tetapi konsistensi ini sangat menentukan. Terutama terkait dengan waktu (keajegan) dalam menyebarkan konten dakwah.  Sehingga pengguna platform juga akan ter-update terus, akan tetapi juga jangan terlalu berlebihan dengan konten yang sama, hal ini menyebabkan kejenuhan.

Tentu realaitasnya tidak hanya yang tertulis sebagaimana tersebut di atas. Masih banyak lagi cara yang bisa dilakukan. Jadi tidak ada lagi alasan bagi kita, apalagi dakwah melalui media sosial ini bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi setidaknya ini menjadi gambara untuk memenangka dakwah di media sosial. Sebab jika lembaga dakwah gagal merespon secara memadai, berkenaan dengan perkembangan teknologi tersebut, maka tidak menutup kemungkinan menjadi ancaman serius bahkan menjadi lonceng kematian bagi dakwah itu sendiri.

Setidaknya agar optimis dalam berdakwah di media sosial, kita bisa merujuk QS Ali Imran : 110

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Wallahu a’lam

Asih Subagyo│Sekretaris Jenderal Muslim Information Technology Association (MIFTA)

Tulisan ini telah tayang di –> https://hidayatullah.com/kajian/read/2022/04/25/229393/tantangan-dakwah-di-media-sosial.html dengan sedikit tambahan

ekonomi, IT, Peradaban

Transformasi Digital Sebuah Keniscayaan


Siapapun kita, saat ini, hampir dipastikan memiliki ketergantungan terhadap dunia digital. Karena, digitalisasi telah menyentuh di berbagai aspek kehidupan. Bahkan dalam menjalani puasa Ramadhan seperti sekarang ini-pun, ternyata kita tidak bisa lepas dari dunia digital. Untuk melihat jadwal imsyakiyah, mendengarkan ceramah baik via youtube, ataupun yang online, membeli buka puasa, dlsb. Artinya, dunia digital seolah telah menjadi satu dalam hidup kita. Dan ini bukan hanya dirasakan masyarakat perkotaan, digitalisasi ini telah merambah hingga pelosok-pelosok kampung. Itu hanya sebagian kecil. Nanti kita akan bahas tentang bagaimana strategi implementasinya terhadap organisasi.

Mari kita telaah laporan we are social yang dapat diakses disini : https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia, dimana menyebutkan bahwa pada tahu 2021 di Indonesia ada 345,3 juta nomer yang terkoneksi ke perangkat bergerak tidak termasuk perangkat untuk IoT (Internet of Things). Dari jumlah itu, 94,9% nya yang sudah terkoneksi dengan jaringan broadband dari 3G-5G. Sementara menurut sensus penduduk tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia adalah 270,2 juta jiwa. Artinya ada beberapa orang yang memiliki lebih dari 1 (satu) nomor/telepon genggam.

Masih dari sumber yang sama, dari 345,3 juta nomer yang terkoneksi tersebut, didapatkan data sebagai berikut : 96,5 % pengguna menggunakan untuk keperluan chat dan messenger; 96,3% pengguna akses untuk aplikasi social networking; 86,2% pengguna untuk akses video dan entertainment; 60,4% pengguna untuk aplikasi music; 60,2% pengguna untuk main game; 78,2% pengguna untuk aplikasi belanja (e-commerce); 77,6% pengguna untuk mengakses peta (map); 39,2% pengguna untuk akses perbankan dan layanan keuangan lainnya; 23,4% pengguna untuk akses apliasi kesehatan, kebugaran dan nutrisi; dan 10,9 % pengguna untuk akses aplikasi kencan dan pertemanan.

Yang menarik adalah dalam aspek pembayaran, ternyata mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini bisa dilihat daridata sebagai berikut : 129,9 % pengguna menggunakan mengaktifkan transaksi pembayaran digital; 35,72 milyar dollar (552,51 trilyun rupiah) total nilai tahunan dari transaksi pembayaran yang diaktifkan secara digital tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan 27,6 % dari transaksi tahun sebelumnya. Sedangkan rata-rata belanja setiap user adalah 275 USD atau sekitar 4 juta rupiah. Dan tentu saja hal ini akan terus mengalami pertumbuhan, apalagi dipicu oleh pandemic, yang kemudian mempercepat proses digital.

Dari data di atas, menegaskan kita untuk segera memasuki digitalisasi ini. Kita bisa menarik data-data di atas, untuk kepentingan apapun juga. Olehnya, jika kita masih memaksakan dengan cara-cara konvensional, bisa jadi masih mungkin untuk jalan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Namun hampir menjadi sebuah kepastian bahwa akan tertinggal oleh mereka yang telah mengimplementasikan platform digital tersebut. Dan akibatnya akan hilang dari percaturan di bidang apapun juga. Sehingga, menurut saya, saat ini transformasi digital bukan menjadi  sebuah pilihan, tetapi menjadi sebuah keniscayaan, baik untuk kepentingan individu, maupun kepentingan organisasi dalam bentuk apapun juga.

Secara ringkas, sesungguhnya transformasi digital merupakan konvergensi antara teknologi informasi dengan semua aspek kehidupan dalam masyarakat dan juga dalam organisasi/perusahaan sehingga menghasilkan kualitas layanana yang terbaik.

Bagaimana cara implementasinya? Untuk organisasi apapun juga, saya menawarkan beberapa strategi implementasi berikut :

Pertama, adalah dengan memberikan awareness dari manajemen puncak sebagai pengambil kebijakan hingga low level untuk paham tentang digitalisasi ini.

Kedua, menyusun roadmap/blue print dari digitalisasi. Sehingga bisa diuraikan kebutuhan apa saja yang bisa didigitalkan. Hal ini juga menyangkut 3 (tiga) pilar utama yaitu: 1) people (mempersiapkan SDI sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya), 2) process (menyiapkan kebutuhan data dan informasi serta sistem/aspek apa saja yang akan dibangun dan diintegrasikan) dan 3) technology (menyangkut aplikasi dan infrastruktur)

Ketiga, membuat  piloting (prototyping) di masing-masing bidang/area yang akan didigitalisasikan, dilakukan evaluasi secara komprehenship. Bisa juga dengan melakukan benchmarking terhadap organsiasi sejenis, atau pake metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi).

Keempat, membangun sistem lengkap secara bertahap, selanjutnya mengembangkan sebuah ekosistem digital. Jika ekosistem sudah berjalan dengan baik maka transformasi digital ini akan terlaksana dengan baik.

Kelima, melakukan evaluasi, maintenance dan pengembangan serta inovasi digital terus-menerus mengikuti dinamika dan perkembangan yang ada.

Mari kita mulai melakukan tranformasi digital di organisasi dan komunitas kita sekarang juga. Selanjutnya bersinergi untuk memenangkan masa depan.