Entrepreneurship

Mengapa Start Up Company Seringkali Bubar


Minggu lalu saya kedatangan tamu 2 (dua) orang teman sesama entrepreneur, di sore hari. Mereka berdua datang ke kantor, seperti biasa berbagi informasi, terkait opportunity dan kemungkinan untuk melakukan kolaborasi dan kerjasama. Pembicaraan pada awalnya lancar, membahas seputar sepinya order/proyek tahun ini dan optimisme untuk menghadapi tahun depan. Tentu dengan bumbu gurauan yang menyegarkan. Ditengah pembicaraan kemudian mereka bercerita bahwa malam ini, mereka akan melakukan rapat dan mengambil keputusan untuk melanjutkan bisnisnya atau membubarkan. Ada seorang partnernya yang melakukan fraud sehingga menyebabkan kerugian dan kekacauan didalam manajemen. Padahal dia salah satu share holder dan juga duduk di jajaran manajemen.

Hal seperti di atas, dengan berbagai macam varian permasalahannya, dan tingkat keruwetan yang berbeda, seringkali saya temukan, dan menjadi persoalan bagi entrepreneur kita . Seringkali ada yang sukses, dan menjadikan itu sebagai momentum untuk menjadikan team work yang solid. Tetapi tidak jarang, justru menyebabkan perpecahan, bahkan bubarnya perusahaan itu. Hal yang samapun, dua tahun yang lalu saya juga mengalami, memang tidak sampai bubar, akan tetapi perpecahan itu akibatnya terasakan sampai sekarang. Kendati kondisi perusahaan sekarang jauh lebih baik sebelum terjadi perpecahan itu.

Herannya lagi ini juga terjadi bagi mereka yang berasal dari sekolah, atau  bahkan kelas, jurusan, fakultas, angkatan dan perguruan tinggi yang sama. Ternyata tidak menjamin terjadi kelanggengan dalam berbisnis, meskipun tetap ada juga yang awet. Demikian halnya mereka yang ketemu ketika mau mulai usaha ternyata akhirnya bisa langgeng, kendati adapula yang kemudian pecah di tengah jalan. Sedangkan waktu terjadinya “perpecahan” itu juga bermacam-macam, bisa terjadi di awal-awal pendiriannya, di beberapa tahun kemudian, bahkan ada yang sudah puluhan tahun baru terjadi disharmonis itu.

Disaat yang sama kita bisa menemukan beberapa perusahaan yang telah berumur puluhan tahun, untuk kasus Indonesian misalnya : Jamu Jago, Group Bakrie, Sampoerna, dan masih banyak lagi. Untuk kasus negara lain misalnya : Stora (Swedia, 800 tahun), Sumitomo (Jepang, 400 tahun), Du Pont (AS, 195 tahun), Pilkington (Inggris 171 tahun) dan juga IBM, Toyota, P&G, Mercedez Benz dll. Artinya, perusahaan itu bisa berumur panjang dan diwariskan, jika dikelola dengan baik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pelaku bisnis di Indonesia, bagaimana bisa mengelola perusahaan sehingga berumur panjang.

Dari pengalaman saya, dan beberapa pengalaman teman dan juga orang lain, saya mengelompokkan hal-hal yang menyebabkan perpecahan tersebut, di antaranya adalah :

  1. Kurangnya Modal
  2. Tidak Fokusnya Bisnis
  3. Team Work (Manajemen) yang Tidak Solid
  4. Perbedaan Visi
  5. Terjadinya Fraud

Kedepan hal-hal tersebut akan saya kupas satu persatu.

Entrepreneurship

Penulis, All England dan Entrepreneur


Setelah membaca bukunya mas Hernowo, yang berjudul : “Mengikat Makna Update”, pesan yang saya peroleh dari buku itu, kira-kira begini, “Menjadi penulis itu bukan hanya milik orang-orang yang berbakat menulis. Akan tetapi dia akan melekat kepada siapapun yang berani (belajar) untuk menulis. Meskipun pada awalnya tulisannya itu tidak teratur, tidak menerapkan EYD, tidak runut dan sebagainya. Tulislah apa saja yang anda pikirkan, maka lambat –laun anda akan menjadi penulis,”. Mas Hernowo, lebih menguatkan tesisnya itu, kemudian dengan menunjukkan bahwa keberhasilan beliau menulis adalah justru ketika berumur 44 tahun. Dan dalam waktu 8 tahun (saat ini umur beliau 52 tahun), telah berhasil menulis 34 buku, dan hebatnya lagi sebagian menjadi best seller.

Saya tidak hendak mengajak kita untuk lebih jauh mengenal mas Hernowo, anda bisa googling jika menginginkan. Sebagai pelaku bisnis, Saya hanya ingin menggunakan analogi mas Hernowo tentang menulis itu, dengan bagaimana seseorang menjadi entrepreneur. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah mendengar pak Aksa Mahmud (pemilik BOSOWA groups), memberikan analogi yang ringan pula tentang bagaimana menjadi pebisnis. “Tidak mungkin sesorang yang ingin menjadi juara dunia renang, dan merebut medali emas olimpiade, hanya membaca buku teori tentang renang dan kisah sukses peraih medali emas olimpiade, tanpa sekalipun dia pernah menceburkan diri ke kolam renang dan memulai berenang. Mungkin di awal dia tidak bisa menahan tubuhnya dan minum air atau bahkan tenggelam. Akan tetapi dengan semangat, latihan dan usahanya itulah dia akan dapat menggapai cita-citanya itu.”. Jadi menjadi pebisnis itu bukan mimpi yang ada diangan-angan belaka. Tetapi harus di upayakan dengan sungguh-sunguh, dengan berbagai resiko yang mengikutinya.

Atau di kisah lain, bagaimana seorang Liem Swie King, yang juara All England itu. Keberhasilannya tidak di peroleh secara mudah dan cuma-cuma, akan tetapi terletak dari cara berlatihnya, yang luar biasa.”Bagaimana saya bisa mengalahkan juara All England (ketika itu Rudi Hartono), jika saya berlatihnya saja sama dengan dia. Saya harus berlatih dua kali lipat (lebih berat) agar bisa dapat mengalahkannya,”. Dan terbukti dengan semangat, upaya dan kerja kerasnya seperti itu, kemudian Liem Swie King bisa mengalahkan Rudi Hartono dan kemudian menjadi juara All England sampai beberapa kali.

Lalu, apa kaitannya dengan bisnis. Seringkali “calon” entrepreneur gagal berbisnis bukan karena tidak  paham atau tidak punya pengetahuan tentang bisnis. Bahkan banyak diantara mereka yang sangat paham bagaimana menyusun business plan, dan kemuadian melakukan SWOT analisys, termasuk juga menyajikan rasio keuangan yang sangat susah bin njlimet dan akademik itu. Bahkan bacaanya tentang kewirausahaan bisa jadi lebih banyak dari pelaku bisnis yang sukses itu sendiri. Ibaratnya secara teori sudah hafal diluar kepala. Seseorang seringkali ingin menjadi pebisnis dengan membayangkan enaknya  sosok pebisnis yang sukses saat ini. Sangat sedikit yang menyelami bagaimana  proses seseorang itu menjadi sukses. Penginya semuanya serba instan. Sehingga yang ada dipikirannya adalah ingin perusahaannya langsung besar.  Mereka lebih lihai berhitung di atas kertas. Satu hal yang tidak dilakukan adalah mencoba, dan memulai untuk berbisnis.

Mari kita bayangkan korporasi model apa yang ingin anda bangun. Katakanlah Anda  ingin bikin perusahaan seperti Micosoft. Bukankah Microsoft yang ada sekarang ini, dulunya berasal dari perusahaan yang kecil, yang dimulai oleh Bill Gates dari garasi rumah orang tuanya. Bahkan sebelum adanya itu bukankah, dulunya Microsoft juga tidak ada. Yang menyebabkan adanya Microsoft adalah keberanian Bill Gates, keluar dari kuliahnya dan kemudian terjun langsung untuk memulai bisnis itu. Tentu saja dinamika Microsoft juga melalui fase mencoba, berusaha, jatuh-bangun dan kemudian sukses.

Jadi…, untuk menjadi penulis, juara All England dan juga entrepreneur, ternyata resepnya sama. Terjun langsung, terus belajar (berlatih/mencoba) dan jangan takut gagal… (AS)