entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

Entrepreneur itu Petarung, Gagal itu Biasa !


“Kegagalan itu hanya milik si penakut nan pecundang, keberhasilan itu milik sang pemberani nan petarung” (renungan akhir tahun)

Traffic sign for Winners or Losers - business conceptMenjadi entrepreneur adalah sebuah perjuangan. Banyak cerita jatuh-bangun, yang mewarnai kehidupannya. Hampir dipastikan, tidak ada entrepreneur yang dalam karirnya berjalan mulus. Kejatuhan, kegagalan atau kebangkrutan, seringkali mewarnai kehidupanyya. Diantara mereka berguguran di tengah jalan. Disaat perjalanan yang ditempuhnya masih belum sampai di tempat tujuan. Ada yang masih sebentar dan pendek dalam menempuh perjalanan, ada yang sudah jauh sekali dan melewati beberapa rintangan. Tetapi, semuanya sama, terjerembab dalan jurang kegagalan. Ada yang bisa bangkit, setelah terpuruk. Dan tidak sedikit yang terus terbenam dalam keterpurukan. Ada pula yang kemudian beralih profesi, ketika sedang terjatuh itu. Hal ini adalah biasa, manusiawi. Ada baiknya kita dengar petuah kurang lebih seabad yang lalu, Thomas Alva Edison, seorang penemu lampu pijar, yang telah melalui serangkaian trial and error dalam ujicobanya. Dia, mengingatkan kita dengan sebuah kata mutiaranya,Banyak sekali kegagalan dalam hidup adalah mereka yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan ketika mereka menorah”.

Kita seringkali menyerah, ketika menemukan hambatan dalam bekerja dan berbagai hal lainnya. Hambatan itu bisa datang di awal, ditengah perjalanan dan bahkan menjelang akhir perjalanan. Kita dengan mudah menganggap senantiasa menemukan jalan buntu, dan dihadapkan pada pintu-pintu besi yang tergembok dengan rapat dan kokohnya. Seolah tidak ada jalan keluar dari permasalahan yang kita hadapi. Lalu, darinya ada alasan buat kita, bahkan menjadikannya sebagai pembenar, untuk melempar handuk, dan kemudian menyerah dan pasrah dengan kenyataan. Kita mundur teratur. Dan kekalahan, kemudian berpihak kepada kita. Tanpa kita sadari, kita telah menjerumuskan diri kita, sebagai pecundang. Padahal, bisa jadi, jika kita terus ulangi lagi usaha yang kita lakukan itu, didepan mata dan tinggal selangkah lagi adalah sebuah keberhasilan. Akan tetapi banyak diantara kita cemen bin lebay. Sehingga kita tidak mampu melihat dibalik sebuah kejadian. Kita terpaku dengan apa yang kasat mata. Tidak mampu melihat di, balik setiap kejadian. Dan akibatnya, terjungkallah kita dalam keterpurukan.

Thomas Alva Edison, bukan orang yang selalu sukses. Kehidupannya juga di temani dengan kegagalan, yang frewkensi-nya tak terbilang. Dan bukan tanpa alasan baginya dalam mengeluarkan statemen seperti tersebut di atas. Rupanya hal ini dipicu oleh kegagalan-demi kegagalan yang tak terbilang jumlahnya itu. Sehingga diapun berujar tentang upaya dan usahanya itu sebagai berikut,“Aku tidak gagal. Aku hanya menemukan 10.000 cara yang tidaklah bekerja”. Bayangkan, jika Thomas Alva Edison tersebut menyerah pada percobaan yang ke 9.999 kali. Maka, bisa jadi kita tidak dapat menikmati lampu pijar, yang menyala dengan terang seperti sekarang ini. Bukan itu saja, ternyata dia juga mewariskan dalam sebuah bisnisnya yang masis eksis sampai dengan sekarang. Perusahaan yang dirintisnya, General Electric, kemudian menjadi perusahaan yang melegenda sampai sekarang. Bukan hanya meproduksi lampu pijar saja, tetapi sudah merambah ke home appliance, finance, aviation, helath care dll.

Thomas Alva Edison adalah sosok yang komplit dalam bisnis, dia seorang innovator,guru, entrepreneur sekaligus leader. Sebuah pribadi yang susah untuk didapatkan. Hanya orang tertentu, yang bisa memerankan itu. Hal ini dibuktikan dengan perusahaan yang didirakannya, tidak melulu terkait dengan bisnis dan profit semata. Akan tetapi, perusahaannya telah menjelma menjadi sekolah pemimpin. John Francis Welch Jr, yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Jack Welch, adalah salah satu contohnya. Dimana dia menjadi salah satu CEO yang menyelamatkan GE dari stagnasi dan kebangkrutan. Dengan cara pendekatan revolusioner, yang modern seperti Six Sigma dikombinasikan dengan pendekatan out of the box. Sebagai perbandingan atas keberhasilannya, pada tahun 1980 sebelum Welch menjadi CEO, GE mencatat pendapatan sekitar 26, 8 miliar dollar AS, pada tahun 2000, satu tahun sebelum ia mundur, pendapatan perusahaan meningkat menjadi 130 miliar dollar. Ketika Jack Welch meninggalkan GE, nilai pasar GE telah melesat dari 14 miliar dollar menjadi lebih dari 410 miliar dollar di akhir 2004, membuatnya menjadi perusahaan paling berharga dan paling besar di dunia.

Calculate Risk Taker

Apa yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison itu adalah sebuah contoh revolusi dalam bisnis. Dia mengubah dari yang tidak ada menjadi ada. Dari nol menjadi satu. Dari tak terbilang menjadi berbilang. Sedangkan apa yang dilakukan Jack Welch adalah mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih besar lagi. Keduanya adalah petarung, sesuai dengan perannya masing-masing. Jika Thomas Alva Edison adalah seorang entrepreneur, maka Jeck Welch adalah seorang intrapreneur. Sebagai Proffesional, Jack Welch telah mendedikasikan dirinya dan bekerja layaknya sebagai seorang entrepreneur. Dengan seluruh passionnya, di bekerja untuk mengembangkan GE. Dan kemudian hasilnya dapat di baca sebagaimana uraian di atas. Jalan menjadi entrepreneur, biasanya dilalui dengan berliku dan berdarah-darah. Dia selalu dihadapkan pada rintangan. Tetapi tidak mundur. Jika tembok didepannya tinggi, di carinya alat dan segala cara agar bisa melompatinya. Jika tidak bisa, dia akan berusaha mencari jalan lain, agar bisa melewati rintangan itu. Dengan konsekwensi dan segala resiko yang dihadapinya.

Seorang petarung, akan senantiasa bertarung, sampai terbukti ada yang menang dan kalah. Dia pantang mundur. Bukan orang yang takut darah. Bukan pula takut kalah. Tidak kenal istilah menyerah. Dia faham betul, dalam sebuah pertarungan, resikonya menang atau kalah, membunuh atau di bunuh. Oleh karenanya dia tidak akan pernah sembrono. Selain memiliki aji pamungkas, sebagai kesatria, dia pasti sudah berhitung. Siapa lawan yang dihadapinya, dimana kekuatannya dan dimana titik lemahnya. Dari situlah dia ambil keputusan dan perhitungan, ketika bertarung. Tidak asal-asalan, tetapi semua diperhitungkan. Tetapi juga tidak terlalu perhitungan, jika terlalu banyak berhitung malah tidak jadi bertarung. Karena menjadi terlalu berhati-hati. Jadi dia tahu resiko, tetapi tetap berjalan pada koridornya. Meski kadang-kadang nabrak-nabrak juga. Inilah calculate risk taker. Orang yang tidak hanya mengandalkan perhitungan semata, tetapi juga melangkah dengan insting dan keberaniannya.

Demikian pula dalam bisnis. Terlalu gegabah, jika seorang entrepreneur ketika memulai dan menjalankan bisnisnya, terlalu risk taker (mengambil resiko). Tanpa berhitung dampak yang akan dihadapi. Hanya menuruti keinginan dan nafsu. Terbuai oleh mulut motivator, bahwa bisnis itu tidak perlu dipikir. Gunakan saja otak kanan. Padahal, dalam setiap memutuskan sebuah bisnis, dan strategi yang akan dilakukan, seharusnya selalu berhitung akan resiko yang dihadapi. Bukan berarti penakut. Dan bukan berarti pengikut madzab otak kiri, bukan madzab otak kanan. Tetapi inilah langkah yang ideal. Kita harus seimbang dalam menjalani setiap kehidupan ini. Bisa saja kita slonong boy alias hantam kromo. Yang penting melangkah, tanpa dipikir, hajar terus. Toh, kemungkinan hasil dan resikonya juga sama, bisa gagal, bisa juga berhasil. Ngapain pake dihitung-hitung segala. Saya juga pernah mengikuti madzab seperti ini. Pernah berhasil, dan pernah pula tersungkur. Belajar dari sini, alangkah baiknya, jika sebelum melangkah itu sudah tahu hitungan atas resiko yang akan dihadapi. Bisa jadi kita trabas saja, tetapi kita sedikit dibekali, dimana sisi lemah, yang harus diperbaiki, dan seterusnya. Sehingga, jika ada hal yang menghambat dan menyebabkan kemungkinan kita gagal, sudah ada signal yang memberikan allert kepada kita. Kemudian kita bisa memilih strategi ataupun menempuh cara dan jalan lainnya. Jika model pendekatan seperti ini bisa dilakukan, maka probabilitas keberhasilan dalam sebuah bisnis itu bisa diperbesar tingkat keberhasilannya.

Mulai dari yang Kecil

Menjadi entrepreneur itu sebuah pilihan. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi entrepreneur, tetapi tidak semua orang sanggup menjadi entrepreneur. Banyak orang melihat seorang entrepreneur ketika mereka sudah sukses dan dipuncak kejayaannya. Tetapi tidak pernah menengok kebelakang, bagaima proses yang mengantarkan seorang entrepreneur itu mencapai keberhasilannya. Mindset kita telah teracuni, bahwa yang besar itu pasti hebat. Belum tentu. Sebab ukuran kesehatan sebuah perusahaan itu tidak dilihat dari besar keceilnya perusahaan. Akan tetapi, lebih dilihat dari aspek finansial, dengan sederet dan berbagai variable perhitungan yang dimilikinya.

Intinya, anda-pun juga bisa jadi entrepreneur. Jangan terlalu berfikir, bahwa entrepeneur itu mesti memiliki perusahaan yang besar, dengan karyawan ribuan. Meskipun anda sebagai direktur, merangkap karyawan, merangkap office boy dll-pun, jika itu usaha/bisnis anda sendiri, maka anda layak disebut sebagai entrepreneur. Mari kita analogikan dengan olah raga tinju. Dimulai dari kelas nyamuk, sampai kelas berat bahkan super berat. Apakah juara dunia kelas nyamuk, kalah bergengsinya dengan kelas berat. Apakah nila medali emas kelas nyamuk dalam sebuah pertandingan tinju di Olimpiade, misalnya nilanya lebih kecil dari peraih medali emas kelas berat. Ternyata tidak. Semua sama, dihitung satu emas, sebagai juara di kelasnya. Makanya, jika kita sebagai petinju kelas nyamuk, maka kita harus menjadi kelas nyamuk yang terhebat, dikelas ini. Sebab jika sudah bisa terbaik dikelasnya, maka kita bisa naik kelas, ke satu tingkat kelas yang lebih tinggi. Begitu seterusnya. Petarung yang hebat belum tentu bertubuh besar dan gempal. Tetapi mereka yang memilik strategi dan taktik yang jitu dalam mengalahkan lawannya Tentu untuk menjadi yang terhebat harus lebih banyak berlatih dan bertarung. Mungkin dalam latihan itu, kita akan merasakan kalah, tetapi kalah disini, bukan untuk disesali. Namun justru sebagai motivasi kedepan, yaitu meraih kemenangan dan juara. Mereka yang juara itu, bukan berarti tidak pernah jatuh dan kalah sama sekali. Akan tetapi, mereka yang selalu beajar dari kekalahan dan kegagalan, untuk meraih kemanangan nantinya. Maka, jangat malu dan takut jatuh. Mulailah dari yang kita bisa, meski itu kecil. Bahkan tidak dipandang, tau mungkin diremehkan orang. Habiskan jatah gagal gita sedini mungkin, sehingga hanya tersisa keberhasilan. Tetaplah istiqomah. Jadilah petarung sejati. Jadilah pemenang. Sekarang juga !

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.