Lupakan hiruk pikuk dan hingar bingar menyambut tahun baru, yang disiarkan berbagai media dari seluruh belahan dunia. Dengan deretan pesta pora dan kebisingan yang ditimbulkan oleh tiupan terompet, dentuman petasan dan kemudian diakhiri dengan bunyi sirene atau gemerincing lonceng sera gegap-gempita dan sorak-sorai, ketika waktu menunjukkan pukul 00:00. Biarlah mereka larut dalam dunianya itu. Karena itu yang diinginkannya, dan selalu ditunggu setiap pergantian tahun. Meski hal ini terus berulang, disetiap tahun, ternyata tidak pernah membosankan. Kendati di berbagai media selalu di wartakan bahwa, disetiap tahun pasti menelan korban, apakah itu kecelakan, mabuk-mabukan, narkoba dan lain sebagainya, ternyata masih saja dinanti-nanti. Bahkan di akhir tahun dan di awal tahun ini, lebih tragis lagi. Kita dikejutkan dengan pemberitaan tentang pembantaian rakyat oleh aparat, atas nama pemberantasan terorisme. Tanpa melalui proses peradilan, dan pembelaan di hadapan hakim, mereka dihabisi di sebuah rumah, yang dikelilingi sawah di bilangan Ciputat. Enam nyawa melayang. Terlepas mereka ‘teroris” beneran atau tidak, seperti pada kejadian di berbagai tempat sebelumnya, banyak yang tidak terbuktikan. Tetapi opini telah tergiring, mereka melakukan perlawanan dengan senjata api, menyimpan bahan peledak yang siap di ledakkan, setiap saat dan dengan tujuan yangtelah jelas, dan argumen lainnya. Stigmatitasi telah terbentuk. Mediapun seolah mengekor dan tidak melakukan cover both side, dan kemudian mengiyakan saja. Kemudian tidak sedikit yang tambah menyerang dengan membubui dan menambah-nambahi dengan berbagai alasan dan sudut padang, yang seolah-olah ilmiah dan benar. Tapi, lagi-lagi menyudutkan mereka, yang sudah tidak dapat membela diri. Selanjutnya bisa dipastikan bahwa, tidak ada alsan lagi bagi publik untuk tidak meng-iyakan bahwa mereka adalah “teroris” sungguhan, dan pada giliranya adalah menyudutkan ummat Islam itu sendiri. Terutama bagi mereka yang menggiatkan dirinya dalam menegakkan Syari’ah. Ini pointnya.
Kembali ke soal akhir dan wal tahun. Kondisi seperti ini, kemudian menimbulkan pertentangan antara yang pro dan kontra. Coba lihat di media-media sosial menjelang tahun baru. Twitwar banyak terjadi antara yang pro dan kontra. Dinding-dinding facebook dipenuhi dengan status antara pro dan kontra, yang dilanjutkan dengan tulisan comment yang lebih seru lagi, berderet gayung bersambut, saling silang antara yang setuju dan tidak. Inilah era web 3.0. Yang ditandai dengan digulirkannya technologi semantic web dan kemudian mengedapankan aspek interaksi antar pengguna dan juga dibingkai dalam kemudahan akses, termasuk dengan mobile device. Maka sempurnalah pertarungan didunia maya itu. Karena betapa fasilitas yang ditawarkan itu telah memanjakan penggunanya sekaligus , memicu users untuk saling berinterasti, termasuk dengan saling serang. Inilah kemudian mengantarkan banyak pendapat yang mengatakan bahwa teknologi itu netral, tergantung penggunanya. Meski pendapat seperti ini juga debatable, tetapi begitulah gambaran pengguna social media dewasa ini. Kebenaran terletak pada news maker, bukan pada kebenaran sesungguhnya.
Bersyukurlah jika malam tahun baru kemarin, kita tidak larut ikut merayakan tahun baru yang heboh seperti itu. Mungkin, ketika banyak orang menunggu detik-detik pergantian tahun, dengan berbagai hingar-bingarnya, anda sedang asyik-masyuk berdzikir. Atau mempercepat tidur untuk berharap dapat terjaga di sepertiga malam terakhir. Ambil air wudhu, lantas menegakkan dengan qiyamul lail. Juga kegitan positif lainnya. Bukankah akhir tahun dan awal tahun adalah sebuah peristiwa biasa. Tidak ada bedanya dengan pergantian hari yang lainnya. Sehingga siapa yang bisa mengisi hari-harinya dengan perbuatan yang positif dan produktif, maka besar kemungkinan dia juga akan memanennya. Demikian juga sebaliknya. Jadi mengapa kita tidak mempersiapkan diri untuk perbaikan di tahun-tahun depan, dengan sebuah Resolusi, yang realistis dan terukur?
RESOLUSI
Bukan untuk latah-latahan kemudian kita membuat resolusi. Meskipun tidak ada tuntutan dan panduan yang mengharuskan, tapi saya melihat ini, cukup bagus untuk kita jadikan guide sekaligus control dalam menapaki hidup dan kehidupan. Setiap tahun sayapun membuat resolusi dan sejenisnya. Dalam resolusi itu biasanya kita menuliskan sebuah pernyataan tertulis, yang menuntut diri kita untuk mencapai sesuatu yang kita resolusikan itu. Tentu saja dalam menulis reslosi, kita juga memperhatikan dan sangat dipengaruhi faktor internal. Yaitu apa yang kita miliki, yang ada pada diri kita sendiri, Termasuk melihat kelebihan dan kekurangan kita selama ini. Selain itu, juga melihat faktor eksternal, sejauh mana hambatan yang selama ini menghambat pencapaian resolusi kita, dan peluang serta tantangan semacam apa yang bisa kita raih. Kemampuan melihat secara internal dan eksternal, sesungguhnya akan memudahkan kita untuk membuat semacam peta jalan (road map) bagi apa yang kita resolusikan.
Dalam posting sebelumnya, sudah saya ungkap bahwa tahun 2013, tingkat pencapaian resolusi saya sangat rendah. Memang banyak faktor yang bisa dijadikan alasan. Selain kurang fokus, juga terlalu beragam yang dilaksanakan. Dan inipun nampaknya juga akan terjadi di tahun 2014. Karena saya terlalu banyak menerima amanah, yang tidak bisa saya tolak. Dan kesemuannya menuntut hasil yang terbaik. Maka, kata kuncinya, tahun ini, harus membuat skala prioritas pekerjaan, dan harus dimulai dari yang penting dan mendesak, dan seterusnya, sampai kepada yang tidak penting dan tidak mendesak. Selain itu, harus mempersiapkan diri dengan multitasking. Artinya dalam satu waktu mengerjakan pekerjaan yang berlaianan secara bersamaan. Jika secara konsep processor dalam komputer saja bisa, maka seharusnya sebagai manusia kita juga bisa. Permasalahannya adalah karena kita tidak terbiasa melatih diri untuk itu. Sehingga, kita gampang mecari-cari alasan untuk melakukan kerja secara paralel itu, dan kemudian fokus dengan arti sempit dijadikan kambing hitamnya.
Untuk tahun 2014, setelah melakukan perenungam, seacara garis besar ada 7 hal yang saya jadikan acuan untuk resolusi. Tentu saja secara terperinci sudah ada di MacBook Air :), beberapa resolusi itu diantaranya adalah :
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, termasuk diantaranya : One Day One Juz, Qiyamul Lail, Sholat Dhuha dan Shodaqoh, shoum sunnah serta ibadah lainnya.
- Debt Freee (terbebas dari hutang), dan berusaha tidak hutang lagi.
- Memperbaiki kinerja bisnis dan perusahaan yang ada, jika terpaksa melikuidasi atau merger dengan perusahaan lain, termasuk diversifikasi usaha dengan mendirikan perusahaan baru.
- Meningkatkan dan memperbesar peran dan kerja-kerja di Organisasi Sosial
- Meningkatkan kualitas diri, terutama kaitannya dengan ke-ilmuan, baik diniyyah maupun terkait dengan keahlian.
- Aktif menulis gagasan, baik di media social termasuk nge-blog dan jika memungkinkan menulis buku
- Menjaga seluruh keluarga terbebas dari api neraka, dengan seluruh aspek yang ada didalamnya, dan senantiasa terus berusaha menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah wa Rahmah
Secara kualitatif jika ke-tujuh hal itu bisa tercapai, Insya Allah akan menjadi pencapaian dan prestasi yang luar biasa, minimal untuk diri saya sendiri. Sebagai monitoringnya, tentu beberapa hal yang mungkin di kuantisir akan dibikinkan matrix, untuk mempermudah dalam melakukan evaluasi. Sebenarnya, masih banyak resolusi yang akan di tulis. Tetapi saya tahu diri, bahwa ini bukan sekedar menulis. Tetapi menuntut konsekwensi. Sehingga, jika ke-tujuh hal tersebut itu di breakdown (dan sudah saya breakdown) maka akan terdiri dari deretan sub resolusi yang harus dikerjakan. Dan sudah barang tentu, sebagaimana saya jelaskan di atas, hal yang tersulit adalah menentukan : aktivitas yang penting dan mendesak, dan seterusnya sampai pada menentukan aktivitas yang tidak penting dan tidak mendesak. Inilah PR besar yang akan menemani langkah-langkah saya kedepan. Jadi apapun itu, mumpung masih awal tahun : inilah resolusiku, mana resolusimu 🙂