Entrepreneurship

TKA dan ancaman Kedaulatan Negara


Kemarin saya naik pesawat ID 6128, dari Cengkareng ke Makassar. Penerbangan pagi. Ketika panggilan Boarding dan pemeriksaan tiket oleh petugas, hampir separoh lebih penumpangnya, menunjukkan pula passport berwarna merah. Mereka rata-rata bermata sipit. Tubuhnya tegap. Rambutnya mayoritas cepak. Tidak berbicara dalam bahasa Indonesia. Mereka bergerombol sesamanya. Sebelumnya, saat memasuki pintu scan dan metal detector, sempat salah satu dari mereka mengeluarkan rokok dari kantong bajunya, bungkusnya merah, dengan tulisan ber huruf China.

Di Makassar mereka semua turun, berarti akan transit. Sebab pesawat akan lanjut ke Jayapura. Banyak penumpang lainnya yang akan transit, dan ganti pesawat. Saya juga turun, sebab transit di Bandara Sultan Hasan udin menuju Mamuju. Tidak tahu kemana tujuan mereka transit. Sementara yang transit menuju Mamuju, ganti dengan pesawat kecil, Jenisnya ATM, berbaling-baling. Ada belasan penumpang dari mereka diantara 60an penumpang di dalam pesawat itu. Setelah pesawat turun di Bandara Tampa Padang, mereka sudah di jemput mobil. Menuju jalan ke arah kiri Bandara. Ternyata puluhan kilometer ke arah kiri itu, jalan poros Mamuju – Palu, ada PLTU di daerah Belang-belang di Kabupaten Mamuju Tengah yang sedang di bangun. Dan nampaknya mereka semua sedang menuju kesitu. Sebuah PLTU yang cukup besar, kapasitasnya 2X25 MW. Sorenya ketika saya lewat disitu memang nampak bangunan yang baru setengah jadi. Itulah PLTU yang dimaksud itu. Petunjuk di pintu masuk, salah satunya pake bahasa China. Menurut keterangan teman yang sering lewat situ, jumlah mereka sudah berkurang. Dibanding saat awal-awal proyek itu di kerjakan. Dan ternyata TKA disitu beberapa kali bentrok dengan warga sekitar. Ada masalah sosial katanya.

Dari penumpang yang lain, saya dapat info, bahwa sebagian penumpang lainnya yang turun itu, berlanjut menuju Morowali, transit di Kendari. Ada tambang besar yang beroperasi disana. Persis sebagaimana keterangan salah satu narasumber di ILC beberapa waktu lalu. Dan ini mengkomfirmasi, bahwa serbuan TKA China bukan isapan jempol, sebagaimana yang selama ini dihebohkan itu. Mereka datang satu paket dengan investasi yang dilakukan oleh China. Dan nampaknya ini menjadi semacam modus operandi dan SOP bagaimana China investasi di sebuah negara.

Lalu teringat saya dengan statemen Prof Yusril Ihza Mahendra terkait dengan TKA China di acara ILC juga. Bahwa rakyat China itu, semuanya adalah jebolan dari Wajib Militer. Umur 17 sampai 23 tahun tidak ada satupun yang tidak ikut Wakil. Jika melanggar hukumannya berat. Sampai dengan hukuman mati. Sehingga, bisa jadi mereka yang dikirim ke berbagai negara itu adalah militer aktif, dan minimal telah mendapatkan pendidikan dasar-dasar kemileteran. Maka, tidak berlebihan jika mereka datang bukan hanya sebagai pekerja biasa. Dan dari model personel sebagaimana yang saya gambarkan di atas, maka bisa jadi mereka on mission. Who knows?

Sekitar sebulan yang lalu saya juga mendapatkan fakta lain. Di daerah Kabandungan, lereng Gunung Halimun, masuk Kabupaten Sukabumi. Saat saya membersamai salah seorang muwaqif yang akan mewakafkan tanahnya disana untuk pesantren. Kami berangkat pagi, datang sekitar pukul 11 WIB. Empat jam perjalanan dari Depok. Karena hari Jum’at, kami sholat Jum’at di Masjid kampung itu. Selesai sholat, kami bincang-bincang dengan Jama’ah Masjid itu. Dan dari jamaah masjid itu, di peroleh informasi, bahwa ada lokasi di kampung sebelah, yang dikelola oleh orang-orang dengan ciri-ciri di atas. Lengkap dengan mess-nya. Mereka menanam sayuran dlsb. Dan yang digarisbawahi warga, mereka tidak bisa bahasa Indonesia apalagi bahasa sunda, sebagai bahasa masyarakat situ. Dan membeli tanah, lebih tinggi dari harga pasaran.

Belum lagi, sekitar setahun lalu, ada juga TKA China yang sedang bekerja, di seputaran Bandara Halim untuk kepentingan pembangunan LRT di Jakarta. Bisa jadi, ada fakta-fakta lain di daetah-daerah lain, berkenaan dengan keberadaan TKA asal China ini. Menurut saya, persoalannya bukan hanya, kehadiran mereka dengan jelas telah merebut kesempatan kerja rakyat negeri ini, yang masih banyak menganggur. Bahkan mereka juga memasuki wilayah pekerjaan kasar, yang bisa dilakukan oleh warga negeri ini. Semestinya, meski satu paket investasi, maka mereka hanya boleh membawa tenaga ahli dari negaranya. Itupun harus ada syarat untuk melakukan transfer technology kepada tenaga kerja lokal. Sehingga, dari sisi ekonomi, ini jelas membahayakan. Akan memicu dan berpotensi menimbulkan kerawanan sosial.

Dan lebih dari itu, adalah adanya ancaman bagi keamanan negara. Jika ternyata mereka yang datang itu benar-benar militer aktif yang sedang menyamar. Maka betapa terancamnya negeri ini, mereka dengan mudah untuk digerakkan secara organik untuk memporak-porandakan negeri ini. Mereka terlatih. Mereka sudah tersebar dimana-mana. Bahkan sudah mengelilingi jantung Ibu Kota. Ini bukan persoalan remeh-temeh, yang hanya dipandang sebelah mata. Kita yakin BIN dan lembaga intelijen lainnya, seharusnya sudah mengantisipasi hal ini. Jangan sampai kecolongan. Atau malah terkesan di proteksi. Harus diperketat kehadiran TKA China ini, yang datang satu paket dengan investasi di berbagai bidang itu.

Bukan berarti saya paranoid lalu anti investasi asing, termasuk China ini. Tidak, sama sekali tidak. Salah jika asumsi dan tuduhan itu dialamatkan ke saya. Namun ini, sesungguhnya bentuk kekhawatiran dan warning sekaligus wake up call, serta mewakili keresahan sebagian besar rakyat, yang melihat dan merasakan langsung dampak kehadiran TKA China dengan jumlah yang besar itu. Ini juga bentuk kepedulian dan kecintaan saya sebagai rakyat kepada bangsa ini. Apalagi santer tersebar kabar bahwa mereka juga ada yang memegang KTP Indonesia. Hal ini patut diduga ada kong kalikong dengan pejabat lokal. Bagaimana mereka bisa mendapatkan identitas sebagai WNI, sangat mungkin dengan prosedur yang ilegal, bisa jadi dengan memberi rasuah kepada pejabat tersebut. Jika demikian, para birokrat itu jelas mengorbankan kepentingan yang besar, hanya demi kepentingan kecil, uang receh. Bahkan berlindung atas nama investasi. Selanjutnya, kita bisa melihat yang nampak dipermukaan, dan menimbulkan kesan bahwa pemerintah terkesan mempermudah kehadiran TKA asing. Itupun didukung dengan adanya beleid yang memudahkan masuknya mereka ke Indonesia. Lengkap sudah, penderitaan rakyat. Hal ini tanpa disadari, atau bisa jadi sudah ada Grand Design di belakangnya. Seakan ada skenario yang sedang berjalan, menyerahkan negeri ini untuk di acak-acak dan dikuasai oleh asing. Sebab, sekali lagi yang datang ini “tentara asing”, bukan pekerja biasa. Olehnya, kehadiran mereka tak ubahnya seperti penjajahan dan hal ini sekaligus merupakan ancaman yang nyata bagi Kedaulatan NKRI. Jangan sampai sesal kemudian, tiada guna. Dan atas fakta-fakta dan asumsi itu, saya bersikap menolak kehadiran mereka. Dengan demikian maka, Negara harus hadir untuk mencegah hal ini, agar tidak semakin membesar. Berikan kesempatan bekerja bagi bangsa kita sendiri. Jangan sampai rakyat bergerak mencari jalan dan caranya sendiri-sendiri. Atau rakyat akan “menghukum” pemerintah sekarang ini, dalam Pemilu mendatang.

Wallahu a’lam.

Topoyo, 23 Mei 2018

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.