Dakwah, Leadership, Peradaban, Tarbiyah

Ketika Minta Ma’af Begitu Mudah


source : suara.com

Sudah tiga hari kita merayakan hari raya Idul Fitri 1443 H, bahkan bebarapa menjelang 1 Syawal 1443H,  ada suasana damai yang luar biasa diantara umat Islam. Dimana setiap orang dengan kesadaran penuh tidak ada yang merasa paling benar, semua merasa salah, dan kemudian tanpa sungkan dan rasa malu memohon ma’af, kepada saudara, sahabat, teman, bahkan kepada siapa saja. Jika jaman dulu secara simbolis diwujudkan dengan saling berkunjung dan silaturrahim, saat ini berbeda.

Sejak era digital menjadi bagian dari kehidupan umat manusia, ternyata juga mempengaruhi cara mengucapkan dan memberikan ma’af. Melalui kanal digital mempermudah, mempercepat dan memperbanyak yang bisa disampaikan dalam satuan waktu yang sama. Apakah dalam bentuk mesenger seperti WhatssApp, Telegram, Line, BIP bahkan masih ada yang menggunakan SMS dan lain sebagainya. Tinggal di blasting, maka pesan akan sampai ke ribuan penerima, sesuai dengan “alamat” yang kita tuju. Demikian juga yang melalui platform media sosial lainnya, seperti : Instagram, Facebook, Tiktok, Snapchat, YouTube dan lain sebagainya. Sehingga berbagai jenis dan model ucapan permohonan ma’af itu, bisa kita jumpai dari yang serius, yang biasa saja, hingga yang lucu. Continue reading “Ketika Minta Ma’af Begitu Mudah”

Advertisement
entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship, IT

Membangun Start-Up (lagi)


Seolah tiada kapoknya. Bagi sebagian entrepreneur, membangunstart-upadalah sebuah habbits. Bukan masalah serakah, tamak, loba atau tidak puas dengan raihan yang dicapai dan sejenisnya. Tetapi keterpanggilan jiwa, sebagai manifestasi dari keingingan untuk selalu berkarya dan memberikan yang terbaik, lebih dominan yang melatarinya. Idealnya memang, dalam membangun sebuah perusahaan rintisan itu adalah setelah di didirikan, di rawat dulu, hingga menjadi perusahaan yang survive, berkembang, besar,sustainserta berpengaruh hingga IPO dan menjadi perusahaan publik (terbuka). Dan sudah barang tentu memberikan profit yang maksimal bagi share holders. Baru kemudian dikembangkan. Itu, cara kerja otak kiri katanya. Cara kerja otak kanan beda. Sebab dalam membangun bisnis, seringkali tidak linear, tetapi eksponensia. Bukan deret hitung, namun deret ukur, dan seterusnya. Sehingga, syukur-syukur start-upyang dibangun bisa mencapai derajat unicorn. Sebuah tahapan ideal bagi start-up, yang seringkali di ukur dengan valuasinya yang mencapai 1 juta dollar atau dalam kisaran 15 triliun rupiah dalam kurs hari ini. Dan parameter prestasi seperti itu, biasanya yang menjadi motivasi & impian hampir setiap start-up.Meskipun kenyataannya, dalam membangun start-upitu, tidak bisa dikaitkan langsung dengan sukses dan gagalnya bisnis sebelumnya.

Mengapa demikian? Sebab, tidak selamanya gambaran ideal itu, dapat diraih oleh semua start-up. Hanya sedikit yang bisa mencapai derajat itu. Alih-alih bisa sampai tingkatan unicorn. Untuk berkembang dan survivesaja, kerap kali sulit untuk diraih. Akibatnya, Continue reading “Membangun Start-Up (lagi)”