ekonomi, Entrepreneurship, Peradaban

Sekali Lagi Tentang Investasi Bodong


source : kompasiana

Beberapa hari ini, sejak menjelang Idul Fitri, banyak meme berseliweran yang membahas tentang ini. Variasinya dan jenisnya bermacam-macam. Akan tetapi pesan moral yang diusung sama. Yaitu sebuah kalimat yang bermula dari uang THR anak-anak yang dititipkan ke orang tua,“Sini titip ke mamah aja, nanti takut ilang duitnya,” begitu biasanya cara emak-emak meminta anaknya untuk menitipkan uang THR yang di dapat oleh anak-anak, buah dari silaturrahim Idul Fitri. Dan kemudian ditambahin caption, disitulah anak-anak mengenal investasi bodong.

Dan kejadian seperti ini sebenarnya sudah biasa dan hampir terjadi di semua anak-anak. Yang menjadi masalah kemudian adalah, ketika pada waktunya meminta uangnya untuk beli sesuatu, maka banyak emak-emak yang bilang jangan dipakai sekarang, ditabung dulu. Bisa jadi ini merupakan cara emak-emak sebagai investment manager, mengajari cara mengelola uang dengan baik, dengan cara hidup hemat dan terencana kepada anak-anaknya. Atau memang emak-emak mempunyai planning lain agar uang milik anak-anak yang dititipkan digunakan untuk dikelola, ditempatkan dan dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, sehingga nanti pada waktunya akan dikembalikan kepada anak sesuai keperluan yang penting dan mendesak.

Disaat yang samapun  sebenarnya anak-anak juga memiliki rencana, serta sudah berhitung untuk membeli sesuatu yang sudah dibayangkan dan diinginkan sebelumnya. Disini awal tidak terjadinya titik temu antara yang menitipkan dan yang dititipi. Bahkan tidak sedikit uang yang dititipkan anak tidak ditarik kembali, karena keburu dipakai untuk keperluan lain tadi. Sehingga uang titipan itu, akhirnya tidak bisa kembali lagi. Inilah yang kemudian dianalogikan dengan investasi bodong itu. Continue reading “Sekali Lagi Tentang Investasi Bodong”

Advertisement
Entrepreneurship

Investasi Bodong


moneyKemarin pagi, sambil menunggu adzan sholat Subuh, sekitar jam 4.30, saya menyetel salah satu satasiun TV. Kebetulan saat itu membahas tentang tidak jelasnya investasi di Koperasi Cipaganti, yang sedang heboh itu. Dari beberapa wawancara dengan “investor” yang berinvestasi di situ, Nampak bahwa mereka sangat kesal. Saya sengaja menggunakan “investor” dengan tanda kutip. Karena saya melihat, mereka yang berinvestasi disitu bukan semua orang yang memang layak disebut sebagai investor. Apalagi jika meminjam kwadran-nya Robert T. Kyosaki tentang devinisi investor, maka banyak di antara mereka sesunggunya bukan orang yang kelebihan harta, sehingga kelebihannya itu di investasikan di berbagai bisnis, untuk kemudian mendapatkan passive income. Namun, kebanyakan dari mereka adalah investor yang terpaksa menempatkan dananya disitu, karena adanya iming-iming mendapatkan bunga (profit sharing/bagi hasil) dengan jumlah tetap setiap bulanya. Dari keterangan beberapa “investor” yang ditawari, rata-rata mereka mendapatkan 1,4% s/d 2% per bulan.

Beberapa orang menempatkan uang lebih dari sejumlah 100 juta rupiah. Dan ada diantaranya adalah hasil penjualan tanah, jual mobil/motor, cadangan biaya sekolah/kuliah anaknya, hutang di bank, tabungan dan lain sebagainya. Kemudian kebanyakan mereka bercerita, pada awalnya pembayaran bunganya lancar di bayar setiap bulannya. Sampai kemudian tersendat dan kemudian tidak terbayarkan sama sekali. Biasanya model bisnis seperti ini, hanya bertahan dan dibayar lancar antara 1-2 tahun Continue reading “Investasi Bodong”