
DUNIA medsos heboh. Tagar #boycottIndia menjadi trending topic beberapa hari ini, hampir diseluruh platform sosial media.
Hal ini dipicu oleh pernyataan kontroversial dilakukan oleh Juru Bicara Nasional Partai Bharatiya Janata (BJP), yang berkuasa, Nupur Sharma, dalam sebuah debat di televisi nasional yang disiarkan secara langsung. Hal yang sama dilakukan oleh Kepala Operasi Media BJP Delhi, Naveen Kumar Jindal, yang melakukannya melalui cuitan di twitter.
Mereka berdua mengeluarkan komentar dan pernyataan yang sama, yaitu menghina Nabi Muhammad SAW dan sang istri Sayyidiah Aisyah radhiyaLlahu ‘anha. Muslim India kontan bergolak.
Sehingga menyulut bentrokan di beberapa negara bagian India dan memantik aksi demo dan protes tuntutan kepada kedua pejabat partai tersebut. Sebuah reaksi yang sangat proporsional, karena junjungan terbesar agamanya dihina dan dinistakan.
Sekitar 15% dari populasi India yang hampir 1,4 miliar penduduknya itu adalah Muslim. Artinya kurang lebih ada 200 juta dari penduduk India adalah Muslim, mereka tersebar di seluruh negara bagian.
Reaksi yang sama juga dilakukan oleh berbagai negara muslim yang mengutuk atas pernyataan itu. Sehingga saat ini, India menghadapi kemarahan diplomatik besar dari negara-negara mayoritas Muslim.
Beberapa negara secara resmi telah mengeluarkan pernyataan yang menuntut dan mengutuk pernyataan itu. Mereka adalah Arab Saudi, Qatar, Oman, Uni Emirat Arab (UEA), Iran, Kuwait, Libya, Jordania, Bahrain, Afghanistan, Pakistan, termasuk Indonesia dan beberapa negara lainnya, telah merilis surat tuntutannya itu. Demikian halnya dengan OKI juga melakukan pernyataan resmi, dengan nada yang sama dan sebangun dengan negara-negara muslim lainnya.
Setelah mendapat tekanan keras baik dari dalam maupun luar negeri, maka BJP mengambil tindakan kepada Sharma dan Jindal. Sharma diskors dari keanggotaan utama partai nasionalis Hindu Ahad (5/6/2022) sementara Jindal dikeluarkan.
Akan tetapi BJP tetap membela diri dengan mengeluarkan pernyataan yang menekankan bahwa mereka menghormati semua agama dan mencela segala penghinaan terhadap agama apa pun. Nampaknya, ancaman #boycottindia oleh negara-negara teluk itu cukup mengkhawatirkan India.
Apalagi kalo bukan kaitannya dengan masalah ekonomi. Namun nampaknya bukan substansi masalahnya itu sendiri. Sebab, perdagangan India dengan Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang mencakup Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Bahrain, Oman, dan UEA, mencapai sekitar 90 miliar dolar AS pada 2020-2021, di mana, jutaan orang India tinggal dan bekerja di negara-negara GCC itu.
Hinduvta dan RSS
Partai Bharatiya Janata (bahasa Inggris: Bharatiya Janata Party atau disingkat BJP), didirikan 6 April 1980. BJP menganjurkan hindutva (“ke-Hindu-an”), sebuah ideologi partai yang berusaha untuk mendefinisikan budaya India dalam kerangka nilai-nilai Hindu dan mewarnai pemerintahan. Partai BJP mulai “sukses” dalam pemilihan umum pada tahun 1989, ketika ia memanfaatkan perasaan anti-Muslim dengan menyerukan pendirian sebuah kuil Hindu di sebuah daerah di Ayodhya yang dianggap suci oleh umat Hindu tetapi pada saat itu ditempati oleh Masjid Babri (Masjid Bābur).

Kemudian mengalami pasang surut, dan pada tahun 2014 kembali berkuasa dimana mengantarkan Narendra Modi, sebagai ketua BJP sekaligus Perdana Menteri, hingga kini. Politik India bekerja dalam susunan konstitusi negara.
India adalah sebuah republik demokratik sekuler parlementer di mana Presiden India adalah kepala negara dan Perdana Menteri India adalah kepala pemerintah. Modi meruapan seorang perancang strategi utama Partai Bharatiya Janata sejak pemilihan umum di negara bagian Gujarat pada tahun 1995 dan 1998, dan berlanjut hingga kini.
Modi berasal dari Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Sebuah organisasi sukarelawan nasionalis Hindu sayap kanan India yang banyak dianggap sebagai organisasi induk partai pemerintahan India, Partai Bharatiya Janata. Dari sinilah maka kemudian menjadi penentu arah India, ketika dia memerintah.
Islamofobia
Semangat Hinduvta tersebut di atas, secara langsung memicu berbagai kekerasan di India. Bahkan beberapa bulan belakangan ini, intimidasi dan pelecehan terhadap muslimah yang berhijab terjadi hampir diseluruh wilayah India.
Demikian halnya dengan penangkapan para ulama, termasuk ancaman terhadap Dr. Zakir Naik, seorang cendekiawan Muslim India yang sekarang bermukim di Malaysia. Hal yang sama juga terjadi penggusuran dan perusakan masjid.
Jika hal seperti ini dibiarkan maka akan terjadi etnic cleansing maupun genoside.
Secara pemerintahan, BJP, juga tidak akomodatif dengan umat Islam. Bahkan Kashmir yang dulu mendapatkan otonomi khusus, sejak BJP berkuasa, dicabut keotonomiannya itu.
Di mana kita ketahui bahwa Kashmir merupakan propinsi yang mayoritasnya beragama Islam. Demikian juga Musium Mughal di wilayah bagian Uttar Pradesh, untuk mengenang kejayaan Islam di situ, diganti bercorak Hindu oleh menteri utama setempat.
Sehingga tidak mengherankan jika, Modi kerap dianggap terang-terangan menyulut api perpecahan antar-agama, menyapu bersih jejak sekularisme India dan menyemai Islamofobia. Pemerintahannya dianggap hendak menegakkan supremasi Hindu dan menyingkirkan warisan Islam dalam narasi sejarah India.
Dari sini maka sangat beralasan jika kemudian melahirkan radikalisme Hindu di India, bahkan menjadi terorisme terutama, terhadap umat Islam. Padahal jika membaca sejarah India, maka tidak bisa lepas dari kontribusi oleh Islam itu sendiri.
Dengan demikin, Islamofobia di India itu nyata, bahkan Islamoofobia di India difasilitasi oleh negara, dan dipengaruhi oleh ideologi partainya. Seolah negara perpenduduk hampir 1,4 miliar jiwa itu, pemerintahannya tidak paham bahwa sejak tanggal 15 Maret 2022, PBB telah mengeluarkan pernyataan sebagai hari anti Islamofobia. Sebuah kebodohan yang nyata. Wallahu a’lam.*
Asih subagyo – Peneliti di Hidayatullah Institute
Tulisan Ini dimuat di https://hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2022/06/07/231284/islamofobia-di-india-itu-nyata.html
Persis seperti yang terjadi di Indonesia dibawah kekuasaan partai berkuasa, PDIP. Dengan pendanaan yang melimpah dari pengpeng anti Islam, mereka melancarkan kebenciannya dengan cara yang brutal. Agar terlihat natural, mereka memperalat dengan memanfaatkan orang “Islam” juga untuk melancarkan ambisinya.
Maka, lahirlah Cokro TV, yang menurut Rizal Ramli, dibiayai sangat besar sekali oleh pengusaha aseng. Ada juga Seword yang bertahun tahun menjadi mesin penyulut kebencian dan permusuhan. Belum lagi figur para buzzerp yang kita kenal sangat kebal hukum dan tak lagi punya rasa malu.
Anehnya, presiden Jokowi jarang sekali bahkan bisa dikatakan tidak pernah mengeluarkan statemen dengan narasi yang menyerukan persatuan anak anak bangsa. Dia tidak memahami gambar besar Indonesia. Itulah sebab ia sepertinya tidak pernah melihat masalah ini sebagai problem besar.
Akibatnya, struktur di bawahnya pun seperti itu. Acuh tak acuh, bahkan terlihat sangat brutal mengidentifikasi segala hal yang berkaitan dengan terminologi dan praktik keberislaman sebagai terorisme. Lihatlah pernyataan BNPT, yang selalu tendensius untuk menterorisasi Islam.
Sepakat saudaraku, terimskasih comment nya. Silakan baca di posting terbaru yang mengupas tentang buzzerp https://masbagyo.net/2022/06/08/wahai-buzzer-bertobatlah/
Para islamophobia yang didukung oleh negara dimana mana ternyata sama saja. Mereka terlihat militan karena aman dan merasa dilindungi oleh kekuasaan, sehingga tidak khawatir akan ditangkap atau diadili karena ujaran kebencian yang mereka utarakan karena penegak pasti berpihak ke mereka.
Ketika akhirnya orang orang menjadi marah, mengkritik balik, hingga sampai taraf doxing kepadanya, mereka umumnya langsung mewek. Mereka umumnya langsung membuat cuitan yang me-mention polisi bahwa dirinya sedang diliputi ancaman dan sejenisnya. Mereka meminta agar orang orang tersebut ditangkap. Inilah yang dilakukan oleh Nupur Sharma ketika akhirnya orang orang kemudian menggeruduk akun Twitter miliknya.
Persis sekali dengan kelakuan buzzerp di Indonesia yang doyan sekali bikin laporan ke polisi, me-mention lembaga kepolisian untuk tangkap ini tangkap itu. Sementara mereka sendiri aman dengan berbagai semburan hoax dan kebencian yang dilancarkan sangat brutal.
Jadi, amplifikasi semacam ini menurut saya memang amat mengerikan. Terutama ini karena negara ikut bermain bahkan memberikan dukungan.
Jika negara abai mengurai persoalan ini, bukan tidak mungkin kelakuan buzzerp ini kian mengentalkan permusuhan apalagi disparitas dalam penegakan hukum pun sangat menganga.
Saya kira hasil riset yang dijabarkan dengan sangat baik sekali oleh mas Asih di atas penting menjadi alarm bahwa problem ini sangat serius. Tidak boleh diabaikan. Termasuk negara dan kekuasaan jangan sampai terninabobokkan dengan tingkah buzzerp yang seolah-olah cinta NKRI padahal sesungguhnya merekalah yang yang menghancurkan negeri ini.
Benar, kata kuncinya pemerintah mesti menindak tegas Buzzerp yang sudah keterlaluan dan pemecah belah rakyat. Jangan sampai tebang pilih dan terkesan memihak serta melindungi.
Disisi lain, buzzerp wajib tobat, jika tidak bisa jadi hukim rimba yang terjadi.