
Setiap manusia selalu menghadapi takdirnya masing-masing. Dan apapun itu, sesungguhnya merupakan ketetapan Allah ta’ala. Meskipun, jika dilihat dari kaca mata manusia, segala sesuatu yang kita alami saat ini, sesungguhnya merupakan akumulasi dan resultante dari apa yang sudah kita kerjakan sebelumnya. Tetapi jangan lupa, ada hak pererogratif Allah yang menentukan hasilnya. Sebab tidak jarang kita temui terjadinya deviasi, bahkan bertolak belang dari amal perbuatan sebelumnya. Disinilah letak betapa berkuasanya Allah atas mahkluknya.
Konsekwensinya adalah, jika saat ini kita sedang dalam keadaan yang membahagiakan, menyenangkan, dan segala hal yang sesuai dengan keinginan yang kita harapkan, jangan kemudian lantas jumawa dan merasa itu merupakan hasil dari proses sebelumnya semata. Meskipun tetap kita yakini bahwa itu semua sebagai takdir terbaik bagi kita, namun kita juga mesti mensikapinya bahwa bisa jadi itu juga merupakan ujian bagi kita.
Demikian halnya, jika saat ini kita dalam kondisi yang menyusahkan, menyedihkan, menyakitkan dan dalam keadaan sejenisnya ataupun lebih buruk dari itu, sehingga jauh dari apa yang kita bayangkan dan harapkan, jangan kemudian galau dan berputus asa apalagi mengumpatnya. Sebab, bisa jadi itu semua memang ujian bagi kita. Namun kita harus tetap meyakini bahwa apapun itu, sesungguhnya sebagai ketetapan dan takdir terbaik buat kita.
Sikap seimbang seperti ini, akan membuat kita menjadi tenang dalam kondisi apapun juga. Sebuah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim. Penyikapan seperti ini merupakan panduan yang tertuang dalam sebuah hadits masyhur, sebagaimana yang diriwayatkan dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar”.
Hal di atas juga mencerminkan sebuah sikap huznudzon atau berbaik sangka yang merupakan tindakan yang terpuji yang harus dimiliki oleh semua umat Muslim. Sehingga berbaik sangka ini memiliki sikap dan cara pandang umat Muslim yang selalu melihat dan memahami hal secara positif.
Dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah berfirman sebagai berikut:”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkan keburukan.” (H.R.Tabrani dan Ibnu Hibban).”
Dengan demikian maka, sikap seimbang serta selalu membawa aura positif dalam kehidupan, ketika berada pada situasi dan kondisi apapun juga sebagaimana dijelaskan di atas, memang sangat mudah diucapkan, ditulis dan diceramahkan, meskipun pada tataran realitas tidak mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, jika seluruh amal perbuatan kita dilakukan dalam kerangka menjalankan syari’at, maka Allah ta’ala akan selalu menuntun dan membuka jalan kebaikan itu.
Untuk mencapai derajat itu, maka faktor nawaitu (niat) juga menjadi penentu. Oleh karenaya, untuk bisa meraihnya, kita perlu untuk selalu meluruskan niat serta melatih dan menempa diri dalam setiap amal dan aktivitas kita, di setiap saat dan di setiap waktu. Inilah perilaku dan sudut pandang yang semestinya mewarnai hidup dan kehidupan kita.
Wallahu a’lam