
Tanggal 1 Syawal 1443 H dua pekan lalu, ada sekitar sebelas anak muda teman main anak saya, silaturrahim ke rumah. Mereka usia SMP dan SMA. Saya ajak ngobrol hampir 1 jam tentang berbagai hal. Terkait dengan hal kekinian, terutama berkenaan dengan masa depan teknologi. Saya sengaja memilih tema itu, sebab saya yakin saat silaturrahim di tempat lain, banyak di nasihati tentang sekolah, agama dlsb. Saya berusaha memasuki dunia mereka. Mesti ada terasa ada gap yang sangat jauh.
Saya dahului bercerita sekilas tentang bagaimana ilmuwan Islam dulu, mampu mengubah dunia. Dan bagaimana kontribusi nya terhadap sains modern saat ini. Sekilas dikenalkan Al Khawarizmi, Ibn Sina, Al Biruni, Al Jazari, Al Haitam dst. Dan dikaitan dengan kehadiran teknologi saat ini. Kelihatan matanya pada berbinar dan antusias. Dan ternyata nyambung. Padahal, mereka semuanya nyantri, diberbagai pesantren. Ketika saya tanya, ada 2 anak yang sudah hafal 30 juz, tetapi rata-rata mereka sudah hafal lebih dari 5 juz.
Demikian juga saat saya tanya tentang siapa Elon Musk, mereka respon dengan cepat. Sebagaian besar kalo tidak dikatakan semua, mereka tahu relatif detail, termasuk bisa menjelakan siapa Musk. Sebagai orang terkaya di dunia, memiliki Tesla dan SpaceX, serta mau mengakuisisi twitter. Saya agak surprised, sebab selama di Pesantren, mereka tidak boleh pegang gadget. Tetapi ternyata informasi kekinian tetap nyambung. Meraka rata-rata memiliki akun IG. Bahkan dengan sangat fasih mereka bisa bercerita tentang augmented reality (AR), virtual reality (VR), NFT, Blockchain, Internet Of Things, Metaverse, Big Data dlsb. Demikian juga mereka cukup fasih berbicara Mobile Legend, PUBG, Roblox, Crypto Dynasty, dlsb, yang sayapun tidak pernah install dan memainkannya.
Mereka rata-rata generasi Z yang lahir antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2012. Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Ini yang menarik, meski fasilitas terbatas (karena dilingkungan pesantren), ternyata masih bisa mengakses internet. Ternyata pada saat ada jadwal penelponan ataupun kunjungan wali santri, dipergunakan dengan sangat efektif. Demikian juga ketika libur. Mereka pinjam sebentar gadget orang tua atau saudaranya. Kecepatan generasi ini, dalam memanfaatkan teknologi sungguh luar biasa. Anak-anak ini the real digital native. Meski nggak pernah pegang, langsung ngerti.
Saat saya tanya cita-citanya, selain menjadi hafidz, mereka juga ingin masuk diberbagai bidang, ada yang jadi entrepreneur, profesional tetapi kebanyakan ingin masuk di bidang teknologi dan terkhusus IT. Saya rasa ini bagus, sekali. Namun saat saya tanya lebih dalam lagi adakah yang mengarahkan untuk menggapai cita-citanya itu?, rata-rata mereka menjawab belum. Sebab mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai baik dari sekolah maupun dari orang tua. Bisa jadi karena keterbatasan informasi dari sekolah maupun orang tua tentang dunia kekinian dan kedepan. Sehingga mereka mecari-cari informasi, dari berbagai sumbur.
Ini sampling dari sedikit gen Z muslim yang saya temui. Tetapi setidaknya bisa menjadi potret serta jadi mewakili keberadaan Gen Z muslim lainnya, sudah baeang tentu yang se-fikrah dengan mereka. Dan hal ini menegaskan bahwa anak-anak ini sangat potensi sekali. Mereka nyantri, mereka menghafal al-Qur’an, mereka faham ilmu agama, mereka rajin ke masjid serta puasa sunnah dan ibadah lainnya. Namun mereka juga mengikuti dan tahu perkembangan tentang dunia kekinian bahkan teknologi masa depan.
Tugas kita yang lebih senior adalah memahami karakter dari Gen Z ini, secara umum. Karena kendala gap generasi ini, seringkali menjadi penghambat interaksi dengan Gen Z tersebut. Membangun kedekatan menjadi salah satu kuncinya, sehingga seakan tak berjarak. Selanjutnya dari sini bisa berlanjut dengan, mendidik, menfasilitasi, mengarahkan, mengantarkan juga menjadi mentor Gen Z Muslim itu, untuk menguasai sains dan teknologi, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Sehingga mampu menegakkan peradaban dan terlebih menjadi poneer teknologi -bukan hanya pemakai teknologi- sebagaimana dulu juga sudah ditunjukkan oleh ilmuwan muslim pada masanya. Wallahu a’lam.
Mau tanya ustadz. Saya baca di google, boarding school milik nasrani itu ada yg menyediakan jam online rutin tadz. Yg harian antara setengah sampai satu jam. Yg pekanan bisa tiga jam. Pas mereka libur week end. Di jam online itu, anak-anak disilakan untuk pegang hape atau laptop dengan tetap diawasi. Nah, pertanyaannya. Bagaimana menurut njenengan jika asrama kita juga menyediakan jadwal online seperti itu?
Bagus juga, saya rasa ini jadi solusi yang baik. Dengan catatan tadi, terjadwal dengan waktu dan pengawasan yang ketat. Bisa juga diarahkan untul mengakses berkenaan dengan minat dan bakatnya, atau dengan materi² tertentu yg sudah ditentukan, dlsb
Jangan sampai anak² pesantren nantinya tertinggal secara teknologi dengan yang di luar. Sebab mereka juga punya hak untuk itu, daripada malah mencuri² waktu.