
Pada awalnya, literasi dinisbatkann kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam hal ini, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan dalam berbahasa.
Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, maka literasi didefinisikan dengan seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Konsekwensinya adalah pemahaman seseorang berkenaan dengan literasi ini juga terus berkembang. Sebab, dia akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks tempat dan cakupan nasional maupun intenasinal, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman dalam berbagai aspek kehidupan, dan lain sebagainya.
Sajalan dengan perkembangan teknologi informasi, juga memuncilkan lahirnya istilah literasi digital. Dimana, menurut wikipedia, literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum sesuai dengan kegunaannya dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi digital juga dapat didefinisikan sebagai “kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang membutuhkan keterampilan kognitif dan teknis”.
Faktanya, hingga kini literasi juga terus mengalami perkembangan dan perluasan makna. Apalagi sejak masuknya era industry 4.0 dan juga society 5.0. Dimana korelasi antara industri 4.0 dan society 5.0 terfokus pada teknologi yang dikembangkan secara digitalisasi serta memanfaatkan Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IOT), dan Big Data untuk proses transaksi dan penyebaran informasi, serta blockchain sebagai sistem keamanannya.
Hanya saja jika kita telisik lebih jauh, terdapat perbedaan orientasi secara konsep, dimana industri 4.0 terfokus pada pengoptimalan teknologi dan sistem informasi untuk keperluan produktifitas dan proses bisnis, misalnya pada sistem informasi enterprise pada berbagai perusahaan. Sedangkan pada konsep society 5.0 pengoptimalan teknologi dikembangkan untuk kebutuhan kemanusiaan contohnya adalah sistem perawatan medisyang terintgrasi.
Literasi baru ini, bisa menjadi momentum untuk melakukan lompatan bagi Indonesia. Sebab persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Artinya, kemampuan calistung bangsa ini masih sangat rendah.
Sehingga diharapkan perpaduan industri 4.0 dan society 5.0 ini perlu dipergunakan dengan semaksimal mungkin. Sebelum memasuki AI, IOT, Big Data, blockchain ataupun Metaverse, maka penggunaan berbagai produk teknologi yang ada, termasuk media sosial, seharusnya dipenuhi dengan konten-konten yang mendidik. Bukan hanya berisi hiburan dan main-main semata. Akan tetapi bagaimana bisa meningkatkan level literasi bangsa ini, minimal setingkat lebih baik. Jika memungkinkan melakukan lompatan kuantum.
Dengan demikian maka, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap aktifitas kehidupan manusia saat ini ditentukan oleh sejauhmana literasi yang dimilikinya. Dan dari titik ini kemudian akan mendeterminasi kehidupannya saat ini dan di masa mendatang. Hal ini, tidak hanya berlaku pada individu, akan tetapi juga terkait dalam keluarga, organisasi, perusahaan, berbangsa dan bernegara, hingga berlanjut dalam tatanan kehidupan dunia. Akibatnya, setiap langkah, tindakan, kebijakan, aturan dan apapun yang dihasilkan, dapat dianalisis, apakah mereka memiliki literasi yang memadai, atau mereka miskin literasi. Dan ini menjadi tantangannya. Dan tidak perlu menuntut siapapun juga, diluar diri kita. Sebab, seharusnya kitalah yang mesti memulainya, saat ini juga. Wallahu a’lam