Dalam pekan kemarin, Saya mendapat kesempatan untuk diskusi dengan anak-anak muda. Di Legoso, diskusi seara offline dengan anak-anak Pesmadai (Peantren Mahasiswa Da’i) yang santrinya adalah mahasiswa dari berbagai perguruan tingga, berbagai jenis program studi, yang kebanyakan di dominasi oleh mahasiswa UIN Jakarta. Mereka berasal dari semester 3 hingga semester akhir. Dan rerata masuk dalam katagori generasi Z.
Demikain halnya, kemarin malam juga berdiskusi dengan beberapa adik-adik mahasiswa yang sedang mengemban pendidikan di berbagai negara. Tercatat peserta berasal dari berbagai kampus dan pergurun tunggi mancanegara yang terdiri dari negara : Malaysia, Turki, Mesir, Yaman, Sudan dan Saudi. Sama, rerata mereka adalah generasi Z.
Sebagaimana kita ketahui, dikutip dari Wikipedia, Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y, generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang. Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari Generasi X dan Y.
Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan Generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik dan murattal menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi (digital native) dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka
Menurut, psikolog Elizabeth T. Santosa dalam bukunya yang berjudul “Raising Children in Digital Era” mencatat ada 7 karakteristik generasi yang lahir di era digital ini. Karakteristik tersebut terdiri dari : 1) Memiliki ambisi besar untuk sukses, 2) Berperilaku instan, 3) Cinta kebebasan, 4) Percaya diri, 5) Menyukai hal yang detail, 6) Keinginan untuk mendapatkan pengakuan, 7) Digital dan teknologi informasi.
Ketujuh karakteristik ini, memang sangat terlihat jika kita dekat dan berdiskusi dengan mereka. Tidak bisa model pendekatan satu arah, akan tetapi mesti melakukan pendekatan dialogis. Bukan di dikte, tetapi dirangkul. Bukan di kasih tahu, tetapi diarahkan, dst. Intinya, komunikasi dengan generasi Z ini, mesti mampu menyelami bagaimana psikologi mereka. Tidak bisa mentang-mentang kita lebih senior, kemudian mengatur-atur, pasti akan ditinggalkan, sebab pada dasarnya mereka perlu mendapatkan pengakuan.
Akan tetapi, satu hal pesan yang harus disampaikan kepada generasi Z adalah bahwa mereka merupakan calon pemimpin masa depan. Sebagaimana dalam pepatah Arab : “شُبَّانُ الْيَوْمِ رِجَالُ الْغَدِ (syubbanul yaum rijalul ghad), pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan.” Demikian juga Amirul Mukminin Umar bin Khathab pernah berpesan dalam atsarnya : تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أَنْ تَسُوْدُوْ “Belajarlah kalian sehingga berilmu sebelum kalian menjadi pemimpin”. Artinya jelas bahwa masa depan sebuah bangs aitu berada di tangan pemuda.
Saya sampaikan juga nasihat dari Hasan Al Bashri rahimahullah,“Dunia itu hanya tiga hari. Kemarin, yang tak kan terulang. Besok, yang belum tentu menemuinya. Hari ini, tempat menabung amalan kita”. Artinya masa lalu sebagai sebuah pelajaran, karena kita memang dapat belajar dari masa lalu, akan tetapi tidak bisa Kembali ke masa lalu. Sedangkan besok, atau masa depan belum tentu kita bisa menemuinya, akan tetapi kita bisa merancang masa depan berbekal ilmu pengetahuan. Sedangkan hari ini adalah relaitas yang kita hadapi, dimana kita mesti beramal di masa ini, sebagai bekal untuk menggapai masa depan.
Oleh karenanya, saya berpesan kurang lebioh seperti ini :
- Setiap pemuda harus merancang roadmap (peta jalan) masa depanya, sehingga pemuda juga mesti memiliki visi besar, bahkan bisa jadi melampaui kediriannya.
- Perubahan-perubahan besar dunia selalu digerakkan pemuda, oleh karenanya persiapakan diri menjadi bagian dari perubahan itu.
- Sebagai Generasi Z, maka ada keharusan untuk mengubah definisi Generasi Z yang negative, diubah menjadi kekuatan positif
- Setiap pemuda dituntut untuk memiliki legacy, sebagai bagian dari menciptakan sejarah. Sebagaimana pesan dari Allahuyarham Ustadz Abdullah Said,“Jangan hanya jadi pembaca sejarah, jadilah pembuat sejarah.”
- Didalam diri setiap pemuda muslim, harus melekat dirinya sebagai da’i. Sebagai ilustrasinya adlah Kuburan Baqi’ di dekat Masjid Nabawi itu hanya diisi ribuan jenazah Sahabat. Dimana ratusan ribu lainnya? Semua bertebaran berda’wah di seluruh penjuru dunia
- Pemuda seharusnya mampu menilai berbagai kekacauan Indonesia saat ini dari kejauhan, siapkan diri kalian untuk memperbaiki masa depan Indonesia dna dunia.
- Pemuda harus menjadi singa-singa penjaga dienullah.
- Kunci sekaligus problem kebanyakan generasi Z adalah manajemen waktu, sehingga ini mesti di jaga. Akan tetapi dengan ciri lain dari generasi Z yang multitasking dan digital native, in Syaa Allah akan bisa menyelesaikan itu semua.
Sekalilagi diskusi dengan generasi Z itu sangat mengasyikkan, sebab tabnta disadari seakan Kembali ke masa-masa itu, dimana idelisme itu memang menggelegak seolah-oleh dapat menaklukkan dunia. Dan tugas generasi senior adalah King Maker. Leader Maker. Mengantarkan mereka menjadi pemimpin masa depan. Menjadi the next leader. Wallahu a’lam.