Islam, Kronik, Peradaban

I’tikaf Produktif


Hari ini, Kita telah berada di ujung ramadhan tahun ini. Artinya duapertiga Ramadhan hampir kita lewati. In Syaa Allah, besok kita mulai memasuki sepuluh hari terakhir (al-‘asyr al-awakhir) . Dimana, dalam banyak hadits disebutkan bahwa, Rasulullah SAW beserta keluarganya, yang sudah barang tentu diikui oleh para sahabat dan umat Islam saat itu, memparbanyak ibadah dan berdiam diri di Masjid. Belaiau melakukan I’tikaf.  Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu anha berikut

كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ  )رواه البخاري، رقم 2026 ومسلم، )1172)

“Biasanya (Nabi sallallahu’alaihi wa sallam) beri’tikaf pada sepuluh malam akhir Ramadan sampai Allah wafatkan. Kemudian istri-istrinya beri’tikaf setelah itu.” (HR. Bukhari, no. 2026 dan Muslim, no. 1172)

Secara terminologi, I’tikaf didefinisikan sebagai berdiam diri di dalam masjid untuk beribadah kepada Allah yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara tertentu. Dan sepeninggal RasuluLlah SAW, I’tikaf ini menjadi ibadah yang menjadi kebiasaan bagi istri-istri rasulullah, yang dikuti para sahabat, tabi’in, tabiut tabi,in ulama’ salaf hingga khalaf.

Dan alhamdulillah, dalam konteks kekinian sunnah i’tikaf ini hidup Kembali. Bahkan i’tikaf menjadi sebauh Ibadah yang beberapa dekade ini menjadi trends, bagi umat Islam. Justru hal ini banyak diminati oleh generasi milenial dan kelas menengah terutama di perkotaan. Mereka adalah “santri” , yang menjalani laku nyunnah di masa kini.

I’tikaf tahun ini, nampaknya hampir sama dengan tahun lalu. Masih dalam suasana pandemi. Bahkan jumlah kasus harian, baik yang terinfeksi, sembuh dan meninggal, secara jumlah lebih banyak dari tahun lalu. Apalagi jumlah komulatifnya. Disamping itu, tahun ini juga ada kebijakan yang ketat  terkait dengan larangan mudik. Biasanya, 10 hari menjelang Idul Fitri seperti saat ini, arus mudik sudah mulai terasa, dan nanti ujungnya sehari menjelang lebaran.

Namun, tahun ini fenomena itu akan berubah. Perketatan larangan mudik H-7 dan H +7 lebaran, nampaknya bakal dipatuhi. Meski sebagaimana saya tulis sebelumnya, selalu saja ada cara dan akal-akalan dari pemudi untuk mengelabuhi petugas. Meski sudah dihadang, biasanya tetap saja bisa lolos. Karena bagi sebagaian besar rakyat, yang namanya mudik adalah ritual tahunan, yang tidak bisa ditinggalkan. Ia menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari puasa dan lebaran itu sendiri. Sehingga berbagai cara akan ditempuh, untuk mudik. Sebab banyak relasi sosial yang terjalin saat mudik.

Kendatipun demikian, beberapa hari ini sudah banyak masjid yang telah membuka pendaftaran untuk melakukan i’tikaf tahun ini. Dengan beberapa persyaratan yang terutama terkait dengan protokol kesehatan. Jika jumlah orang yang ber’itikaf atau mu’takif (معتكف) tidak dibatasi, maka bisa jadi masjid akan penuh dengan mu’takif. Sebab mereka tidak bisa kemana-mana, karena berbagai larangan pembatasa bepergiatan tersebut. Sehingga bisa jadi tumpah ruah I’tikaf di Masjid. Maka benar adanya, jika ta’mir masjid dan DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) membatasi juumlah orang yang beri’tikaf.

Sehingga selain, tata cara I’tikaf yang sudah di atur dalam fiqh I’tikaf, maka paling tidak beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) takmir masjid menyediakan peralatan yang mendukung protokol Kesehatan, 2) hanya peserta yang sehat yang bisa mengikuti I’tikaf, yang jika perlu menunjukkan hasil rapid antigen (minimal), 3) semua peserta wajib melaksanakan protokol kesehatan, 4) ada petugas ta’mir yang menjaga terlaksananya ini, 5) Jika memungkinkan berkoordinas dengan satgas covid setempat, sehingga jika ada kejadian tertentu bisa segera dieskalasi.

Lalu bagaimana agar I’tikaf kita bisa produktif ? Saya melihat bahwa i’tikaf ini akan produktif jika dan hanya jika para mu’takif saat melakukan i’tikaf bukan hanya untuk kepuasan ritualitas diri sendiri saja. Akan tetapi memang diniatkan untuk melakuka perubahan besar, baik untuk dirinya sendiri yang kemudian akan memberikan resonansi bagi perubahan masyarakat dalam rangka tegaknya Peradaban Islam. Jika kesadaran seperti ini tumbuh dan membersamai dalam pelaksanaan i’tikaf, maka dia akan proiduktif. Dan perubahan besar itu, In Syaa Allah akan terjadi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam beri’tikaf, sehingga i’tikaf bisa produktif dalam tataran pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

  • I’tikaf itu ibadah yang ada syarat dan rukunnya, sehingga wajib melaksanakan itu.
  • I’tikaf bukan berarti pindah tidur dari rumah ke Masjid
  • Hal utama yang dilakukan dalam I’tikaf adalah memperbayak ibadah (sholat, baca qur’an dan sedekah)
  • Tidak dilarang untuk membawa buku-buku atau kitab-kitab yang dipergunakan untuk menambah wawasan, ketika “capek” baca qur’an
  • Jika membawa gadget atau laptop, bukan untuk membuang waktu dengan kegiatan yang tidak perlu, akan tetapi dipergunakan untuk mendukung iabadah I’tikaf (membaca dan menulis)
  • Jangan banyak berbicara dan mengobrol yang tidak berguna dengan sesama peserta I’tikaf
  • Jika ada kajian yang dilaksanakan oleh takmir Masjid, sebaiknya diikuti dengan seksama
  • Manajemen waktu yang baik, selain untuk menjaga Kesehatan juga akan memandu tertib dan nyamannya dalam beribadah
  • Buat target apa yang akan dicapai selama I’tikaf
  • dlsb

Catatan tersebut di atas, merupakan sebagian pengalaman dari penulis, dan In Syaa Allah juga akan diterapkan dalam I’tikaf tahun ini. Tetapi, saya juga menghargai pilihan dari beberapa kawan yang tidak melakukan i’tikaf, justru karena alasan untuk menjaga protokol kesehatan. Atau mungkin karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Namun, sekali lagi panduan ringkas ini adalah best practice, dan juga memperhatikan realitas kekinian. Selamat beri’tikaf.

Pertanyaannya, Anda I’tikaf dimana?

Advertisement