Kebahagiaan di awal Ramadhan ini menyelimuti HRS dan seluruh keluarganya. Sebab, kemarin, 15/04/2021, media di ramaikan dengan keberhasilan HRS yang lulus dari ujian program doktoral di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Malaysia. Kabar kelulusan HRS ini, sudah barang tentu disambut dengan penuh rasa syukur oleh warga masyarakat khususnya umat Islam. Kecuali para haters yang masih memendam benci tidak berkesudahan kepada beliau.
Disertasi (di Malaysia di sebut tesis), HRS tersebut berjudul “Metodologi Pemilahan Antara Usul Dan Furu’ Dalam Aqidah Dan Syari’ah Serta Akhlaq Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”, merupakan bahasan berat dan mendalam karena isinya membedah 73 aliran dalam Islam telah selesai diuji pada pukul 15.00 waktu Malaysia dan HRS dinyatakan telah lulus dari ujian yang ia lakukan secara online dari Rutan Mabes Polri ini. Sidang disertasi (dalam kampus Malaysia dikenal dengan istilah Viva Voice) diuji oleh Profesor Madya Dr Kamaluddin Nurdin Marjuni serta Dr Ahmed Abdul Malik. Atas kelulusan ini, maka HRS bakal menyandang gelar doktor dari Universitas Sains Islam Malaysia. Selanjutnya beliau berhak mendapat gelar dan mencantumkan P.hD di belakang namanya.
Apa yang menarik dari peristiwa ini? Saat ini HRS sedang dalam penjara untuk kasus yang berlapis, yang terkesan dipaksakan ini. Bahkan sehari sebelumnya, beliau mencecar habis Bima Arya S, Walikota Bogor terkait tuduhan menyembunyikan hasil Swab RS Ummi Bogor, yang juga viral itu. Namun yang menakjubkan adalah, saat sidang desertasi yang berat itu, tetap saja HRS mampu menjawab pertanyaan penguji dengan sangat lugas dan cerdas.
Seolah penjara hanya bisa membatasi fisiknya untuk tidak bergerak keluar jeruji besi, namun tidak untuk ilmu dan fikirannya, justru semakin cemerlang. Mata batinnya semakin tajam. Ruhiyahnya semakin hidup, menyertai setiap aktifitasnya. Karena bagi orang beriman -apalagi ulama- berkarya itu tidak bisa dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Mereka bisa menembus sekat-sekat itu semua, dengan kekuatan ke-imanannya itu sendiri. Dan tentu berkat ridho Allah. Sehingga, demikian halnya dengan shiyam Ramadhan yang sedang dijalaninya, seolah tidak bisa mengunci fisiknya untuk lunglai dan berdiam diri. Tetapi tetap saja tampil dengan lugas, menyala-nyala, penuh ghirah dan semangat.
Sebenarnya realitas ini cukup membungkan bagi siapapun yang selama ini dengan sengaja mengkriminalisasikan beliau. Atau pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan HRS, bahkan mereka yang suka membully, menghina dlsb. Saya haqul yakin pencapaian haters HRS secara akademis tidak bisa dibandingkan dengan HRS. Bagai langit ke-7 dengan dasar sumur. Bisa jadi, prestasi HRS ini, justru menambah sakit hati bagi para pemebencinya. Maka sudahi saja membenci ulama. Lebih baik bahu-membahu membangun negeri yang sedang terpuruk ini.
Apa yang dialami oleh HRS ini, sesungguhnya juga banyak dialami oleh ulama-ulama terdahulu. Mereka secara fisik dipenjara namun masih tetap bisa dan terus berkarya. Bahkan karya-karya fenomenal itu lahir dibalik jeruji. Ini menegaskan bahwa al ‘ulama warisatul ambiyaa itu adalah sebuah ketetapan. Anda boleh tidak setuju dengan pernyataan saya ini, namun fakta membuktikan begitu.
Beberapa ulama’ yang melahirkan karya saat dipenjara adalah :
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah, dipenjara hingga 12 kali oleh penguasa dzalim saat itu, salah satu karya femomenalnya adalah “Ar Raddu ‘ala Al Ikhnai”. Kitab itu merupakan bantahan terhadap pendapat ulama dari mazhab Hanafi bernama Muhammad bin Abu Bakar Al-Ikhnai.
Sayyid Qutb dipenjara karena tuduhan rencana kudeta dan pembunuhan terhadap Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser. Saat menjalani masa-masa di penjara, ia merampungkan kitab tafsir kontemplatif bertajuk Fī Dzilālil Qur’an.
Badiuzzaman Said Nursi salah seorang ulama Turki, juga denjara oleh Mustafa Kamal sang pemangku Rezim Otoriter Turki. Beliau berhasil menulis Tafsir Risalah Nur dari balik jeruji penjara. Tulisan ini di tulis di kertas yang berserak bahkan sampul rokok yang dikirimkan ke luar jendela kepada muridnya lalu oleh muridnya dihimpun dan jadi kitab tafsir yang mendorng pergerakan Islam di Turki. Para pembaca Risalah Nur selanjutnya disebut dengan Tulabun Nur.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka juga mengalami nasib yang sama. Ramadan tahun 1348 H bertepatan dengan 1964 M. Hamka dipenjara oleh pemerintah Orde Lama selama dua tahun empat bulan. Pemerintah menuduh Hamka telah melanggar undang-undang Anti-Subversif Pempres No. 11. Lebih spesifik ia dituduh terlibat merencanakan pembunuhan terhadap pemimpin besar revolusi, Presiden Soekarno. Dan dari dalam jeruji itulah lahir Tafsir Al Azhar yang fenomenal itu.
Dan jika diuraikan masih banyak lagi ulama yang dipenjara dan melahirkan karya. Kita tunggu desertasi HRS yang oleh pengujinya direkomendasikan untuk dicetak dan digandakan dalam sebuah buku itu. Sehingga bisa menjadi literatur kelak.
Pelajaran yang dapat kita petik adalah, memenjarakan ulama’ dengan tuduhan serampangan, karena dianggap berseberangan dengan penguasa, justru akan membangkitkan ghirah ulama’ itu untuk menekuni ilmu. Sebab bisa jadi selama ini, mereka sibuk melayani umat untuk mengisi pengajian, taklim dlsb. Sehingga penjara merupakan sarana uzlah dan rihlah. Olehnya, wajar jika karya-karya besar ulama lahir dari balik jeruji.
Seharusnya pemerintah/penguasa senang jika ada ulama’ yang mengingkatkan, meski mungkin terasa pahit. Anggap, sebagai separing partner. Bukan memenjarakannya. Apalagi penguasa hanya mencari para penjilat, buzzer dan sejenisnya, yang sebenarnya malah menjerumuskan. Syabas dan Tahniah untuk HRS. Wallahu a’lam