Hari-hari ini, kita disibukkan dengan berita melemahnya kurs (nilai tukar) rupiah terhadap semua mata uang di dunia. Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah, melemahnya nilai rupiah terhadap US Dolar. Menurut Kwik Kian Gie, sejak tahun 1971 rupiah terhadap USD mengalami depresiasi (pelemahan) sekitar 3.750%. Dan beberapa hari lalu sempat menyentuh ke level 14.235. Pelemahan ini, terendah sejak 3 tahun terakhir. Dan kita tidak tahu fluktuasi naik-turunnya ini kapan berakhir.
Hal ini membelah pendapat, baik antar analis, maupun pembelaan pemerintah. Tidak kurang seorang menteri, menyampaikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih aman, tidak menimbulkan gejolak apapun juga. Bahkan kondisi ini menguntungkan bagi eksportir. Serta pernyataan konyol lainnya. Sebelumnya seorang pejabat otoritas perbankan menyatakan bahwa sampai dengan 1 USD rupiah di angka 20.000 pun, ekonomi Indonesia masih tahan. Tentu dengan argumen yang apologis, termasuk membandingkan dengan Jepang, sesuatu yang telah di jawab banyak ekonom sebagai sesuatu yang tidak apple to apple. Sebuah pernyataan yang menyesatkan.
Demikian juga halnya dengan beberapa analisis dan pengamat yang menyampaikan bahwa sekalipun belum sampai titik kritis tetapi kondisi ini sudah lampu kuning. Salah sedikit lagi nyungsep ke lampu merah. Terlebih jika di lihat pertumbuhan ekonomi yang stagnant di kisaran 5% dlsb, maka tidak bisa lagi pemerintah, merasa pada zona aman. Sebab dengan industri kita yang masih banyak memakai bahan baku impor, dimana kebanyakan bertransaksi dengan dolar, menyebabkan bertambahnya, biaya produksi. Sehingga HPP naik, dan harga jual tinggi. Ini situasi yang tidak menguntungkan, di tengah daya beli masyarakat sedang menurun. Belum lagi angka ekspor yang negatif. Devisa yang diharapkan dari naiknya ekspor, tidak di dapat. Hal ini jelas tambah memperparah keadaan.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa hutang luar negeri kita kebanyakan dalam mata uang dolar, sehingga dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah, menyebabkan membengkakkan nilai hutang negara dalam APBN. Sehingga dari berbagai sumber hutan LN bangsa ini lebih dari 5.000 Triliun. Dan yang memperberat lagi adalah hutang yang jatuh tempo yang harus di bayar setiap tahunnya, yang juga dikonversi dalam bentuk dolar. Akibatnya, bisa menyebabkan defisit anggaran negara yang kian melebar. Dan ini artinya, bentuk lain dari kedholiman negara atas rakyatnya. Sebab dengan kumulasi hutang segitu, maka setiap kepala rakyat Indonesia (termasuk yang baru lahir) menanggung beban hutang sekitar 20 juta rupiah.
Dengan demikian maka, relasi antara melemahnya rupiah terhadap membengkaknya hutang LN bukan hal yang sederhana. Sebab hal ini, juga akan menggerus cadangan devisa negara dlsb. Jika tidak segera dilakukan langkah preventif dan antisipatif serta adanya solusi yang jitu, maka akan ancaman stabilitas ekonomi yang serius. Bahkan bisa berdampak kepada stabilitas politik, yang telah menghadang di depan.
Jika kondisinya sudah demikian, sesungguhnya pemimpin negara tidak bisa lagi berharap kepada Cukong yang mengusungnya. Problemnya adalah cukong-cukong dan juga pendukungnya, termasuk buzzer-nya tidak bisa memberi solusi. Bisa jadi, jika diminta tolong untuk mengatasi kondisi seperti ini, mereka akan lari. Semuanya lepas tangan. Teriakan saya Pancasila, NKRI harga mati, yang selama ini lantang di suarakan, hanya manis di mulut, tanpa bukti. Tanpa Aksi. Hal itu bisa jadi salah satu cara untuk menutupi perilakunya yang sesungguhnya sangat jahat. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para cukong tetap berburu rente, dengan melakukan spekulasi dan bermain valas di saat nilai rupiah melemah. Ada juga yang lari ke luar negeri, dengan menggondol 37 triliun yang kini tidak bisa diketahui dimana rimbanya. Mereka adalah safety player, bahkan pengecut dan penghianat.
Bergantung terhadap perilaku cukong yang demikian itu, tentu menyesakkan dan salah alamat. Mereka hanya mau enaknya saja. Nasionalisme nya imitasi. Palsu, omong kosong. Faktanya, sebagai cukong, sesungguhnya mereka cari untung saja. Otaknya hanya dagang. Semuanya dilakukan berdasar transaksional. Tidak lebih dari itu.
Maka, jika ingin menjadi pemimpin yang langgeng dan dicintai rakyat serta dikenang sepanjang masa. Berkoalisilah dengan rakyat. Yaitu dengan cara sejahterakan lahir batin. Penuhlah tujuan negara sebagaimana yang tertuang dalam preamble UUD 45. Jangan sakiti, khianati dan dholimi rakyat. Muliakanlah mereka, karena sejatinya pemerintah itu adalah pelayanan rakyat. Dan jadikanlah rakyat sebagai CUKONG. Jika bisa demikian, maka rakyat akan memberikan dukungan penuh terhadap bangsa dan negaranya. Mereka rela berkorban jiwa dan raganya, jika negara dan bangsanya membutuhkan. Dan dengan demikian Insya Allah akan menjadi negara adil, makmur, aman dan sejahtera, bahkan lebih maju dari negeri manapun.
Wallahu a’lam
Balikpapan, 26/05/2018