Alhamdulillah, Senin, 5 Pebruari 2018, bertempat di Ruang GBHN Gedung Nusantara V DPR/MPR RI, berlangsung seminar internasional dengan tajuk sebagaimana judul di atas. Ada 3 pembicara yang hadir untuk neyampaikan gagasannya pada kesempatan itu. Pertama adalah Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh dari Center for Islamic Development Management Studies (ISDEV) Universiti Sains Malaysia, Pulau Penang, Malaysia. Kedua Sherereza binte Mohamed Saniff, Ph.D, Dosen Faculty of Islamic Development Management, Sultan Sharif Ali Islamic University (UNISSA), Brunei Darusalam. Dan yang ketiga adalah, Prayudhi Azwar, Ph.D. Direktur Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia. Dan acara ini diselenggarakan oleh BEM Revolusi STIE Hidayatullah Depok. Dan saya di amanahi untuk memoderatori acara tersebut. Penunjukkan dadakan yang agak bikin grogi, tetapi akhirnya alhamdulillah bisa berjalan lancar.
Sebagai pengantar sambutan, Suheri Abdulah, MM selaku Puket II STIE, menyatakan bahwa acara ini sebagai media pembelajaran, sekaligus interaksi mahasiswa, secara akademis dan praktis dengan para pakar dan pelaku di bidangnya. Sehingga mahasiswa serta dosen mendapatkan wawasan dan pemikiran baru, bagaimana ekonomi Islam ke depan, untuk menjawab tantangan Ekonomi Global. Sedangkan Dr. Mahyudin, ST, MM, selaku Wakil Ketua MPR, dalam Keynote Speecnya, menyampaikan bahwa gagasan seperti ini perlu di munculkan. Gedung DPR/MPR sebagai rumah rtakyat dan tentu saja rumah mahasiswa, membuka peluang untuk ditempati dan sekaligus memberikan solusi bagi perekonomian bangsa. Dan menurut beliau, ekonomi Islam itu menjadi salah satu solusi, sambil beliau menoreh sejarah, bahwa ekonomi islam itu, lahir justru sebelum agama Islam di ajarkan Nabi Muhammad SAW. Politisi Partai Golkar itu menyampaikan bahwa beliau bukan ekonom, tetapi, bahwa solusi Nabi Yusuf dalam menyelesaikan problematika di Mesir saat itu, adalah bukti ekonomi Islam itu memang selalu unggul di setiap masa. Negeri ini, harus memiliki terobosan untuk mengatasi masalah ekonomi, dan bisa jadi Ekonomi Islam ini adalah solusinya. Beliau sampaikan meski acara ini merupakan seminar internasional, karena pembicara dan pesertanya rata-rata berwajah melayu, sebaiknya pakai bahasa indonesia/melayu saja.
Selaku moderator, saya mengawali diskusi, dengan menunjukkan fakta bahwa sosialisme dan kapitalisme telah gagal. Keduanya, gagal menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi negara-negara di dunia. Bahkan gap antara sikaya dan si miskin terus menganga. Sementara saat ekonomi Islam di terapkan, dengan merujuk keberhasilan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka menjadi bukti bahwa ekonomi Islam itu solutif, bukan alternatif. Selanjutnya, saya mengajak kepada semua pembicara untuk menggunakan dua bahasa Ingrris dan bahasa Indonesia/Melayu, sebagai pembelajaran bagi mahasiswa.
Lady First, sebagai satu-satunya pembicara wannita, maka Shereeza, Ph.D, siberian kesempatan pertama. Beliau menyampaikan materi dengan judul,”The Positions of Islamic Economics in Solving the Global Economic Problems (The Role of The Actors)”, bahwa sejak Perang Dunia II, gagasan ekonomi dan juga berbagai aspek kehidupan dunia, tidak di drive oleh pemikirt-pemikir muslim. Bahkan Islam tidak diperhitungkan, sejak revolusi industri 2 sampai revolusi industri ke 4.0 saat ini. Bahkan menurutnya, revolusi industri 3.0 itu, dipengaruhi oleh artikel dari George Rostow, Francis Fukuyama dan Samuel Huntington. Tidak ada pemikir muslim yang kemudian memberikan pengaruh bagi peradaban dunia hingga saat ini. Menurutnya, ada 10 masalah ekonomi dunia saat ini : 1) Energy and Environmental Security, 2) Conflict and Poverty, 3) Competing in New Era of Globalization, 4) Global Imbalances, 5) Rise of New Powers, 6) Economic Exclusions, Global Impact, 7) Global Corporations, Global Impact, 8) Global Health Crisis, 9) Global Governance Stalemate, 10) Global Poverty : New Actors, New Approaches. Beliau menawarkan 7 solusi dari pendekatan Ekonomi Islam, yaitu jawabannya ada di aaktor/pelaku, yaitu ; 1) Paradigma -> Tasawwur-> Hamba & Khalifah Allah, 2) Asumsi – tidak ada yang berdasarkan haqul yaqin, 3) Konsep – berdasarkan sumber Islam, 4) Lingkup – Trans-dimensi dan transenden, 5) Metodologi – mengikuti jalan sunnah dan cendekiawan Islam, 6) Tujuan Tertinggi – Al Falah vs Mardhatillah dan 7) Ekonom Islam – Ilmu-amal. Ada yang menarik dari gagasan Shereza Ph.D ini yaitu tentang konsep IbDA, merupakan gagasan dengan pendekatan model piramida, dimana yang paling atas adalah Allah, dan empat sudut bawah terdiri dari pribadi manusia (human beings), manusia (man), batin (inner self) dan makhluk (creatures). Intinya, bahwa semua kegiatan ekonomi itu, sebagai puncaknya adalah menuju keridhaan Allah SWT.
Pembicara kedua, Prayudhi Azwar Ph.D mengawali paparannya dengan menyampaikan bahwa, ekonomi Islam ini menjadi sebuah solusi. Karena dengan basis profit sharing itu merupakan keadilan yang sesungguhnya. Menurut beliau, kapitalisme terlalu nge-gas, dengan memberi kebebesan kepada individu untuk memiliki kekayaan sebesar-besarnya. Sedangkan sosialisme terlalu nge-rem, dimana negara membatasi kepemilikan individu. Dalam Islam, peran gas dan rem itu berada dalam satu paket, dan seimbang. Beliau menyampaikan makalah dengan judul,”Increasing National Competitiveness through Strengthening Sharia Economic and Finance”. Dalam presentasinya, Beliau menyampaikan data, bahwa dalam Industry Halal, peringkat Indonesia merosot 1 tingkat, ke urutan 11 dari tahun sebelumnya ke urutan 10. Sementara, kini Indonesia juga menjadi negara peng-import ke-4 di dunia. Serta deretan data lain yang memprihatinkan, termasuk defisit anggaran selama ini. Beberapa solusi yang beliau tawarkan adalah dengan menggiatkan/optimalisasi zakat dan wakaf. Serta mendorong lahirnya entrepreneur baru, sebab ini yang langka di kalanganan muslim. Sementara, pemerintah juga terus mengeluarkan regulasi, terkait dukungan bagi tumbuhnya ekonomi dan keuangan Islam ini.
Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh sebagai pembicara terakhir mengawali pembicaraan dengan penyampaian yang menyentak. Tidak mungkin ekonomi Islam bisa menjadi solusi, jika masih menerapkan sistem ekonomi islam yang diimplementasikan selama ini. Karena menurut beliau pendekatan masih menggunakan pendekatan western ethno centric. Dalam presentasinya yang berjudul,”The Global Chalenge of Human Resources : From Humanonic to Robonomic”. Beliau juga menegaskan bahwa, kedepan, peran manusia itu akan diambil alih oleh robot. Bahkan robot, menjadi boss dari manusia. Pendekatan yang dipakai dalam pengembangan sumberdaya manusia saat ini, masih dengan cara Barat. Dimana justru peran manusia, tidak nampak. Demikian halnya kaitannya dengan pengembangan ekonomi Islam. Tidak bisa ekonomi Islam itu hanya dengan pendekatan ekonomi saja, juga tidak bisa dengan pendekatan individu. Akan tetapi juga melalui pendekatan multidisipliner dan harus dengan kepemimpinan dan jama’ah. Sehingga, yang diperlukan sekarang adalah bagaimana menuju New Islamic Economic. Sebuah pendekatan ekonomi Islam baru, yang sesungguhnya justru kembali ke bagaimana Peradaban Islam dulu diperagakan oleh Rasulullah SAW dan seterusnya.
Di akhir diskusi, saya menyimpulkan bahwa ekonomi Islam akan mampu menjawab tantangan ekonomi global kedepan jika : 1) ekonomi islam mesti berbasis tahuhid, 2) tujuan dari ekonomi islam adalah mardhatillah ( mencari keridhaan Allah swt), 3) ditegakkan secara berjamaah dan dalam kerangaka kepemimpinan islam, 4) memperbanyak pelaku ekonomi islam terutama pengusaha, 5) menjadikan instrumen ekonomi islam seperti zakat, infaq, shadaqah dan wakaf. 6) menjadikan profit/loss sharing sebagai basis pengembangan ekonomi dan 7) Mencontoh model Nabi Yusuf dalam mengatasi problematika ekonomi. Dan kesemuanya itu menuntut setiap umat Islam untuk terlibat di dalamnya. Wallahu a’lam
2 thoughts on “Islamic Economic System in Answering Global Economic Challenge”