“Setiap orang memiliki hak untuk menjadi seorang entrepreneur dan membangun perusahaan yang sukses.”
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sukses /suk·ses/ / suksés / a berhasil; beruntung. Sehingga dari penjelasan itu, maka setiap orang mempunyai hak untuk meraih kesuksesan, tidak terkecuali. Problemnya adalah kebanyakan kita ingin sukses, namun tidak tahu jalan dan caranya. Sehingga, kebanyakan sudah bertahun-tahun mengarungi jalan sebagai entrepreneur misalnya, dan atau mungkin menggeluti profesi lainnya, namun tetap saja belum berjodoh dengan sukses itu. Alih-alih mencicipi kesuksesan, bahkan seringkali serentetan kegagalan dengan pahit-getir menyertai langkah kita. Padahal, telah banyak buku tip dan trik sukses bisnis dan menjadi pengusaha yang telah tamat di baca. Berulangkali pula mengikuti pelatihan bisnis, motivasi sukses, workshop, seminar, nge-champ dan sejenisnya. Tetapi lagi-lagi, aroma sukses ternyata belum mau mendekat juga. Sementara, di satu sisi, kita juga menyaksikan ada saudara, teman dekat, kenalan dan lain sebagainya, mendapatkan nasib yang berbeda. Mereka menemui kesuksesan dengan cepat, dengan jalan yang tidak seterjal yang kita lewati. Kita masih bernafas satu-dua, alias senin-kamis, sementara mereka telah bernafas dengan leluasa, karena menghirup udara kesuksesan yang ada disekelilingnya. Apakah ada yang salah dengan diri kita? Sehingga kesuksesan tidak berpihak ke kita?
Pertanyaan seperti ini seringkali muncul, disaat kita galau menjadi entrepreneur. Bahkan mungkin sampai pada tingkatakan, menyalahkan Tuhan tidak adil. Atau kita merasa ada orang yang tidak ingin melihat kita sukses. Intinya kita selalu mencari “kambing hitam” dengan menyalahkan pihak “luar”, sebagai biang kerok ketidak suksesan kita. Sebuah cara pembenaran, yang hanya memenangkan hati sesaat, tetapi tidak akan memberikan solusi. Sebab, tidak menyentuh inti permasalahan. Lalu apa solusinya. Tentu jawabannya tidak mudah. Dan tergantung pada diri kita masing-masing. Oleh karenanya, kita harus mau instrospeksi dan jujur kepada diri kita sendiri. Kita muhasabah, melihat kekuarangan bukan dari pihak luar, tetapi menyusup kedalam, ke diri kita sendiri. Jadi, ketika melihat kekurangan, diawali dari menggali kekurangan yang ada di dalam diri sendiri dulu, sebelum merambah keluar. Sedangkan jika melihat kelebihan, kita mulai dari luar diri kita, baru melihat ke dalam.
Kenyataan di atas adalah hal yang wajar dan lumrah dihadapai bagi seorang entrepreneur. Bukan hanya mereka yang masih pemula, bahkan yang telah kawakanpun seringkali juga menghadapi hal yang sama. Bedannya kalo mereka yang sudah kawakan, bisa menemukan jawabannya, dengan lebih cepat, karena pengalaman. Sedangkan bagi yang pemula, masih mencari-cari pola jalan keluar atas kegagalan itu. Apapun standing kita, nyatanya ketika kita telah memutuskan dan menceburkan diri sebagai entrepreneur, maka kita seharusnya juga harus sudah paham betul dan menghitung keuntungan serta resiko yang akan di raih dan dihadapi, sebagai konsekwensi menjadi entrepreneur itu. Dan disitulah sesungguhnya jawaban atas pertanyaan semua itu bersemayam. Dua sisi mata uang yang saling berhubungan, tidak bisa di pisahkan. Resiko seharusnya berbanding lurus dengan keberhasilan. Jika tidak, maka pasti ada yang salah, dengan cara dan rumus kita dalam mengambil resiko. Maka seorang entrepreneur, seharusnya bukan sekedar risk taker (pengambil resiko) tetapi calculate risk taker (mengukur resiko yang di ambil). Sehingga setiap keputusan yang kita ambil, sudah terlebih dahulu kita ukur resiko yang mungkin akan timbul. Ada adagium high risk high gain, low risk low gain. Meskipun pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, tetapi seolah menjadi pegangan dari kebanyakan pengusaha. Sebab pada prakteknya ada pekerjaan yang beresiko kecil, tetapi mendapatkan hasil yag besar, dan begitupula sebaliknya. Memang kita tidak akan bisa dengan tepat dan pasti dalam meng-kalkulasi setiap resiko, tetapi jika sudah diperhitungkan di muka, maka akan menjadikan guide dan rambu-rambu dalam mengambil langkah berikutnya. Sehingga tidak sembrono dalam melangkah.
Menciptakan momentum
Untuk kepentingan itu, kita tidak boleh menyerah dan pasrah dengan keadaan. Kita harus melawan, dengan sepenuh kekuatan yang kita miliki. Bahkan bisa jadi kita “meminjam” dan “memanfaatkan” kekuatan pihak lain. Bukan dalam artian nabok nyilih tangan, tetapi lebih dari itu, kita sedang memetakan dan kemudian menghimpun, dan menggerakkan potensi yang ada pada diri dan yang ada di sekitar kita. Maka, seorang entrepreneur sejak awal pastinya telah menuliskan mimpi-mimpnya yang termanifestasi dalam sebuah visi dan misi perusahaan. Kemudian biasanya dilanjutkan juga dengan memikirkan langkah-langkah apa yang akan ditempuh dalam menjalankan bisnis, dalam bentuk program kerja, rencana aksi dan lain sebagainya. Lalu mengkomunikasikannya kepada semua share holder dan stake holder perusahaan. Kemudian kitalah yang akan mengarahkan sekaligus melakukan pengawasan/control agar semuanya on the right track. Jika semuanya sudah dilakukan, apakah kemudian kita tinggal diam, menunggu momentum. Tentu jawabnya tidak.
Seorang entrepreneur tidak hanya menunggu momentum, tetapi momentum creator, alias perekayasa atau pencipta momentum. Menciptakan momentum berarti melakukan sesuatu yang baru untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sesuatu yang baru itu, bisa jadi berupa membuat hal baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Atau memberikan sentuhan baru yang lebih revolusioner, dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini bisa menyangkut manusianya, manajemennya dan lain sebagainya. Pendek kata, menciptakan momentum itu adalah langkah strategis dan fundamental, untuk menghasilkan perubahan yang mengikuti kaidah deret ukur, bukan deret hitung. Sehingga tidak bisa dilakukan berdasarkan kebiasaan lama yang sudah ada, tanpa ada perubahan yang radikal itu.
Menciptakan momentum itu selalu memadukan antara proses dan hasil. Oleh karenanya, menciptakan momentum itu kata kuncinya adalah perubahan yang berkualitas. Nah, sebuah perubahan agar bisa menghasilkan hasil yang lebih dahsyat, perlu di manage. Maka manajemen perubahan akan menuntun penciptaan momentum itu. Dia tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada yang meng-inisiasi. Inisiator inilah sang entrepreneur itu, yang akan memandu sampai akhir. Dia harus mampu mengkomunikasikan kepada semua stake holder, sekaligus memastikan langkahnya benar dan sampai tujuan. Jika semua langkah itu sudah di ambil, dengan jalan dan cara yang benar, Insya Allah passport kesuksesan itu sudah ada digenggaman tangan. Selanjutnya tugas kita bertawakal kepada Allah SWT pemilik segala kepastian, karena tidak ada kesuksesan di dunia ini tanpa ridho-Nya.