entrepreneur, technopreneur, Entrepreneurship

BESAR atau KECIL Sebuah Pilihan


besarkecil

Genggamlah bumi sebelum bumi menggengam anda, pijaklah bumi sebelum bumi memijak anda,maka perjuangkanlah hidup ini sebelum anda memasuki perut bumi.

Pertanyaan yang sering kali muncul bagi mereka yang baru mempunyai keinginan untuk mulai usaha adalah, bagaimana sih mulai usaha itu? Sedangkan bagi start-up alias perusahaan yang baru berdiri, pertanyaan hampir seragam pula, mengapa perusahaan saya tidak cepat besar, kok begini-begini saja, padahal saya sudah melakukan segala cara. Sudah membaca buku-buku bisnis, bahkan sudah belajar dari pengalaman orang-orang, baik langsung maupun berdasarkan kisah suksesnya . Atau ada juga jenis pertanyaan seperti ini. Mengapa sih orang itu belum lama memulai usaha, tetapi bagaikan secepat kilat perusahaannya tumbuh dengan cepat, besar dan menggurita? Atau pertanyaan lain semisal begini, saya lihat orang itu sudah berusaha belasan bahkan puluhan tahun, tapi usahanya tetap segitu-gitu aja, tidak besar-besar? dan lain sebagainya.

Pertanyaan–pertanyaan sebagaimana tersebut di atas adalah lumrah dan wajar. Namun, selain bertanya ,sesungguhnya mereka juga mengalami kegelisahan dan kegalauan yang amat sangat. Sebuah kegelisahan dan kegalauan yang bisa jadi bernilai positif dan bisa jadi sebaliknya. Positif jika dalam melihat kondisi tersebut, sebagai sebuah upaya instropeksi, dalam melakoni proses di dalam bisnis. Sehingga dari pertanyaan-pertannyaan tersebut, justru akan menghasilkan sebuah analisa mendalam, dan selanjutnya menjadikan adanya semacam rekomendasi dan langkah-langkah strategis dan taktis untuk menjawab, kekurangan atas seranglkaian pertanyaan itu. Dan kemudian menjadi faham, dan mampu menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat. Disisi lain, bisa jadi akan bernilai negative jika didorong oleh keinginan membuncah, yang pengin melihat bisnisnya cepat ‘besar” dan berkembang. Sehingga, seringkali tidak sabar mengikuti proses, atau bahkan menegasikan sebuah proses. Sehingga melahirkan keputus-asaan, dan akibatnya berhenti dengan tetap menyimpan sejuta pertanyaan yang tidak pernah terjawab.

Berawal dari tidak ada

Seringkali, entrepreneur pemula, meski bisa juga menghinggapi entrepreneur yang sudah bangkotan adalah, silaunya melihat perusahaan yang besar dan menggurita. Seoalh tidak sadar, bahwa perusahaa yang sekarang besar itu, tidak ujug-ujug jadi besar. Pasti melewati seerangkaian proses dari kecil, terus tumbuh menjadi besar. Kecepatan proses dari kecil menjadi besarpun juga relative. Tidak semua perusahaan yang sekarang besarpun prosesnya lama. Banyak variable yang hadir disitu, dan berpengaruh significant terhadap pertumbuhan sebuah perusahaan. Bahkan jika ditarik kebelakang, maka dulunya pasti berawal dari tidak ada.

Seorang entrepreneur sejati itu, biasanya dia bisa menghadirkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Dari nol (tidak ada) menjadi bilangan satu. Lalu pada tahap berikutnya, dari yang sudah ada itu (terbilang) menjadi berkembang (berbilang). Maka jika kita sudah berhasil menghasilkan dari nol (tidak ada) menjadi satu, artinya kita sudah pantas di nobatkan sebagai entrepreneur. PR kemudian adalah, apakah kita hanya puas dalam bilangan 1 itu, atau kita akan terus mengembangkan itu, menjadi berbilang-bilang. Inilah tantangan yang harus dijawab, sebagaimana pertanyaan di atas. Inilah proses yang harus dilalui. Tahapan-tahapan yang bisa jadi panjang dan melelahkan, bisa jadi ada jalan yang lebih singkat. Sekali lagi, akan banyak variable yang akan menentukan proses di sini.

Sebuah Pilihan

Sebagai sebuah Software Development dan juga Professional Services, saya pun punya pengalaman menarik, terkait dengan ukuran perusahaan, besar atau kecil ini. Perusahaan kami pernah mempunyai karyawan lebih dari 100 orang. Dalam konteks bisnis software development di Indonesia, maka ini bisa dikatakan sebagai perusahaan yang besar. Karena saat itu kami dapat project yang dituntut pula untuk menghadirkan banyak engineer dan karyawan lainnya. Meski perusahaan kami ini hanya di awali oleh 5 orang saja. Namun, seiring dengan ketatnya persaingan bisnis dan berbagai alas an lainnya, maka kami melakukan downsizing, dan kini kembali ke 20-an orang.

Namun ada hal menarik, bahwa saya punya partner di Eropa Timur tepatnya di Negara Slovakia, sebuah perusahaan software development yang customer nya world wide. Di seluruh benua ada. Dari Eropa, Eropa, Asia, Timur Tengah sampai dengan Amerika. Ketika awal berinteraksi, dan kemudian saya membuka corporate websitenya, saya mengira bahwa ini perusahaan bonafide, pasti besar dan di huni banyak engineer. Terlebih, banyak sertifikasi internasional semaacam ISO, sudah dia pegang. Namun, ketika 2 (dua) kali saya berkesempatan mengunjungi kantornya di kota Bratislava, betapa terkejutnya saya. Kantornya hanya rumah biasa, hampir seperti workshop kami. Terdiri dari 2 rumah. Yang didepan agak kecil, diapakai untuk kantor dan ruang training. Di belakang merupakan workshop dan ruang kerja. Meski kantornya sederhana, tetapi fasilitasnya luar biasa, akses internetnya saja 10 MBps. Lebih terkejut lagi, ternyata perusahaan itu hanya diisi oleh 11 orang, dengan komposisi : 1 orang CEO, 1 orang finance merangkap administrasi, 1 orang marketing merangkap trainer, dan 8 orang engineer. Saya terakhir berkunjung ke sana tahun 2008, dan sampai sekarang masih tetap eksis, dan bertampah banyak customernya, sementara orang diperusahaan itu tidak bertambah. Dan bisnis serta layanannya tetap focus dan niche market.

Memang jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan technology papan atas semisal : Microsoft, Facebook, Huawei, Google, Yahoo, Wipro dan lain sebagainya yang memiliki lini bisnis yang bervariasi, karyawan yang ribuan dan dengan cabang di beberapa Negara, bagaikan membandingkan langit dan dasar sumur. Jauh sekali. Tetapi untuk menjadi seperti perusahan-perusahaan raksasa technology ini, juga melawati serangkaian proses yang luar biasa, selain ada factor “momentum” yang tepat. Dalam konteks Indonesia, untuk bisa menjadikan peusahaan semacam Telkom Group misalnya, membutuhkan puluhan tahun dan resource yang luar biasa pula.

Maka, bagi saya, mempunyai visi yang besar dan cita-cita yang tingga harus tetap di pasng. Karena itu menunjukkan bahwa kita punya ideslisme yang besar. Konon kata filosof, kita bisa hidup berhari-hari tanpa makan, tetapi kita tidak bisa hidup sehari tanpa cita-cita. Oleh karenanya, dari contoh di atas, dalam membangun perusahaan/usaha, kita tidak bisa membandingkan secara berhadapan antara yang besar dan yang kecil. Karena, besar atau kecil itu, masing-masing memiliki konseksensi, bahkan memiliki cara dan jalan yang di laluinya sendiri-sendiri. Belum tentu yang besar lebih hebat dari yang kecil, begitun pula sebaliknya. Karena besar atau kecil sebuah perusahaan itu, bukan atu-satunya alat ukur keberhasilan sebuah bisnis. Banyak variable lain yang bisa dipakai sebagai ukuran. Singkatnya, besar atau kecil bukan untuk di dikotomikan. Bukan untuk  di adu, sebagaimana David dan Goliath. Tetapi, besar atau kecil itu adalah PILIHAN.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.