Saya seringkali membaca, mendengar dan melihat, bahwa banyak entrepreneur dalam memngembangkan bisnisnya, ataupun ketika sedang bisnis secara sendiri, usahanya mengalami kerugian alias bangkrut. Dengan berbagai argument dan alasan yang logis dan masuk akal, memang sejatinya bisnisnya telah gulung tikar. Bahkan tidak menyisakan sedikitpun uang di kas. Yang ada tumpukan tagihan hutang, dengan jumlah yang terus menggunung. Sayapun juga pernah mengalami situasi seperti ini. Bahkan, dalam pendekatan siklus bisnis, kondisi seperti kita sedang berada di dalam lembah kematian (dead valley), di tempat terdalam yang sulit untuk bangkit. Lalu yang ada adalah, khayalan dan kata-kata penyesalan yang di awali dengan ungkapan “seandainya” , dan seterusnya.
Meskipun saya juga sering mendengar, bahwa orang-orang yang sukses dalam bisnisnya sekarang ini, dulunya juga sempat mengalami peristiwa berdarah-darah. Bahkan jatuh bangun, mmemasuki lembah kematian, dan pelan-pelan merangkak naik, kemudian terjerumus lagi, naik lagi, dan begitu seterusnya. Sampe kemudian pada momentum tertentu, dia benar-benar terbebas dari keterpurukannya. Dan dengan deret ukur, dia mampu melompat secara eksponensial, melampaui dari teman-temannya yang secara linear dan dalam pndekatan deret hitung, meniti karir profesionalnya, terutama jika dilihat dari aspek finansial. Memang, disinilah ujian bagi seorang entrepreneur, ibarat dalam olah raga atletik, entrepreneur itu seorang pelari marathon, bukan sprinter jarak pendek 100 – 400 Meter. Seorang sprinter di tuntut untuk memacu kecepatan, sejak peluit di bunyikan dan kaki melangkah di langkah pertama. Sebab jika dia lari pelan-pelan, maka jaminannya pasti akan tertinggal jauh dari pesaingnya. Model seperti ini bisaanya, melekat pada broker, bukan entrepreneur. Sebab sebagai pelari marathon, seorang entreprenur memerlukan strategi dan nafas panjang untuk mencap[ai garis finis. Tidak harus tergesa-gesa untuk mencapai finish di awal, nanti akan kehabisan nafas sebelum mencapai garis finish. Nah, kesalahan dalam mengatur “nafas’ inilah yang kemudian mengantarkan seorang pebisnis masuk dalam lembah kematian. Akan tetapi, masuk lembah kematian itu bukan berarti MATI, tetapi sejatinya dia masih hidup. Akan tetapi dalam kondisi seperti ini, maka tekanan jiwanya, yang akan membuktikan, dia mampu bangkit, tetap berada di lembah kematian, atau bahkan mati beneran.
HUKUM KEKEKALAN BISNIS
Dari uraian di atas, kemudian saya teringat pelajaran Fisikan ketika kelas II SMA, 20 tahun yang lalu. Yaitu ketika membahas huku kekekalan energi. Dalam buku ajar yang say abaca saat itu, hukum kekekalan energy itu bunyinya adalah : “Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energi hanya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya, namun jumlah total energi tidak berubah.” Adalah James Prescott Joule (1818-1889), ilmuwan yang namanya diabadikan menjadi satuan energi Joule ini lahir di Salford, Lancashire, Inggris pada 24 Desember 1818. Setelah berusia 17 tahun Joule baru bersekolah dan masuk ke Universitas Manchester dengan bimbingan John Dalton. Joule dikenal sebagai siswa yang rajin belajar, bereksperimen, dan menulis buku. Bukunya tentang panas yang dihasilkan oleh listrik terbit pada tahun 1840. Dan dalam bukunya inilah, Hukum Kekekalan energy itu di tulis.
Dulu, ketika SMA, yang penting tahu rumus dan kemudian jika ada soal, bisa mengerjakan, maka urusan sudah selesai. Tetapi ketika, sebagai entrepreneur, maka saya berkhayal, bahwa dalam bisnispun hukum ini sebenarnya bisa di terapkan, Dalam pandangan saya, maka hukum kekekalan bisnis itu, menjadi hukum kekekalan bisnis, yang buntinya kurang lebih begini “Bisnis dapat diciptakan atau dimusnahkan. Bisnis dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya, dan jumlah total bisnisnya dapat berubah.” Dari pendekatan ini, menurut saya tidak ada bisnis yang bangkrut atau rugi, dia sedang berusaha menemukan bentuknya yang ideal, sesuai dengan energy yang kita fokuskan untuk bisnis itu.
Artinya, jika ternyata, kita mengalami kemerosotan dalam bisnis, mungkin energy bisnis kita, tidak langsung Nampak dalam bentuk asset atau finansial yang kasat mata. Bisa jadi dia merupakan learning procest, yang learning cost nya sebesar dari energy (baca=effort) yang kita keluarkan untuk membangun bisnis kita itu. Atau bisa jadi energy yang kita keluarkan itu, berubah bentuk menjadi semacam brand yang menjadi ciri khas dari perusahaan/diri kita, yang pada saatnya nanti akan kita petik hasilnya. Dan seterusnya. Intinya kita harus ber khusnudzon, atas energy yang telah kita keluarkan dalam menjalankan bisnis itu, sekarang sedang berubah dalam bentuk lain, yang pada saatnya akan kembali menjadi bentuk yang akan menguntungkan kita.
Maka, benar adanya sebuah ungkapan bahwa apa yang terjadi hari ini, merupakan akumulasi dari apa yang kita lakukan kemarin. Dan apa yang terjadi dimasa mendatang, dimulai dari apa yang kita lakukan hari ini. Jika kita memahami ini, maka saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa sejatinya tidak ada bisnis yang bangkrut itu, Yang ada adalah, dia sedang berubah bentuk. Kemudian, jika kita menanam dengan kerja-kerja baik saat ini sesuai dengan apa yang sudah di rencanakan, maka di masa mendatang, bisnia itu akan menyeseuaikan bentuknya dengan apa yang kita inginkan. Jadi, jika bisnis anda sekarang sedang merosot, ambruk, nyungsep, masuk dalam lembah kematian, jangan kecewa, jangan mundur, buatlah planning yang baik, agar energy yang berubah bentuk itu, memberikan keberhasilan dan bersama kita di masa datang.