Sejak akhir tahun 2010, income per capita rakyat Indonesia adalah US$ 3.000,-, Dan pada saat itu pula, sejatinya kelas menengah baru telah tumbuh secara progresif di negeri ini.. Saat ini, menurut IMF , berdasarkan data tahun 2011, saat ini sudah memasuki angka US$3.512.. . Prof. Rhenald Kasali (2010), Guru Besar FEUI itu menulis, bahwa para ekonom percaya, angka (pendapatan perkapita) sebesar US$ 3.000 itu akan menjadi cut off penting yang mendatangkan perubahan gaya hidup luar biasa. Dan dalam satu tulisannya, akhir tahun 2012, GDP Percapita Indonesia, hampir menembus angka US$ 4.000. Dus, masyarakat dengan income demikian akan mengkonsumsi apa saja yang mendatangkan perubahan kehidupannya.
Sementara itu, dengan GDP per capita di angka US$ 3.000, merupakan momentum yang penting bagi suatu negara, karena begitu angka itu terlampaui, negara tersebut akan menikmati pertumbuhan yang cepat. Secara empiris hal itu sebelumnya dialamai negara-negara maju seperti Korea Selatan, China dan Brasil. Begitu tulis Yuswohadi mengutip tulisan ekononom Cyrillus Hernowo di The Jakarta Post pada Oktober 2010. Dan berangkat dari situ, kemudian mas Siwo merumuskan C3000, yang bermakna Customer 3000
Bertolak dari sini, maka para cerdik cendekia, memaknai bahwa negara yang melewati ambang batas pendapatan per capita US$ 3.000, akan mengalami percepatan pertumbuhan yang fantastis. Artinya, jika benar cara “pengelolaan negaranya” model percepatan pendapatanya, mengikuti pola deret ukur, eksponensial. Jika demikian, pola seperti ini, juga dapat dipakai parameter untuk melihat pertumbuhan dan komposisi demografi penduduknya. Misalnya, iika di pakai distribusi normal, untuk mengukur pengaruh GDP per-capita US$ 3.000 itu, dihubungkan dengan komposisi penduduk Muslim di negeri ini, seharusnya juga akan diperoleh data dan angka yang fantastis pula. Akan tetapi, karena sampai saat ini, saya belum memiliki data tentang itu, dan belum tahu , apa ada yang sedang melakukan studi tentang itu, maka saya melihat berdasrkan asumsi, melalui trend yang ada. Oleh karenanya, paling tidak saya mencatat 11 trend utama, dan saya yakin ini akan terus berkembang. Saya hanya mengulas singkat, mudah-mudahan nanti sempat membreakdown lebih jauh. Catatan saya tersebut adalah :
1. Busana Muslim
Pemakaian busana muslim/muslimah saat ini sudah bukan menjadi hal yang aneh. Mulai dari anak-anak kecil, pelajar/mahasiswi/ibu rumah tangga, sampai dengan professional di kantor-kantor pemerintah, swasta bahkan MNC, sangat mudah kita temui wanita yang berbusana muslimah. Bukan hanya di tempat-tempat pengajian , majlis taklim atau di masjid saja kita temui wanita dengan busana muslimat itu, melainkan di mall-mall, di hotel-hotel dan tempat keramaian lainnya sangat gampang kita menemuinya. Demikian kaum pria-nya dengan baju koko-nya, berseliweran di berbagai tempat.
Sehingga lahirlah banyak produsen busana muslim/ah ini. Bahkan tidak sedikit, perancang terkenal yang kemudian beralih menjadi designer busana muslim ini. Akibatnya, tidak hanya di Tanah Abang atau Thamrin City kita mudah mendapatkannya, tetapi banyak boutique yang juga tersebar di tempat-tempat elit. Dari harga yang murahan, sampai harga yang ratusan ribu, maupun jutaan gampang di dapatkan.
2. Sekolah dan Pesantren
Animo masyarakat terutama kelas menengah untuk mencarikan sekolah terbaik buat anak sungguh tinggi. Kebanyakan mereka mulai memikirkan dan mencarikan alternative pendidikan untuk menjawab bagaimana anaknya bisa sekolah, selain mendapatkan ilmu umum juga pengetahuan agamanya bagus. Sementara penyelenggara pendidikan juga mulai menangkap peluang ini, jika dulu sekolah islam dan juga pesantren, terkesan kumuh, terbelakang, tidak bermutu dan lain sebagainya, kini anggapan itu telah terbalik. Sementara model pembiayaan sekolah islam ini juga untuk unik, sebagian mengenakan biaya yang cukup tinggi bagi yang mampu, tetapi memberikan free of charge bagi anak yatim ataupun yang tidak mampu. Terjadi subsidi silang, antar peserta didik.
Saya baru saja mencarikan Pesantren untuk anak ke -2. Saya telah mengunjungi 3 pesantren di 3 daerah yang berbeda. Ternyata di beberapa Pesantren, meskipun tahun ajaran baru masih lama, pendaftarnya sudah melebihi dari quota yang akan di terima. Pun demikian terhadap sekolah Islam yang menyelenggakan model full day school maupun yang boarding school. Baik yang memakai label Sekolah Islam Terpadu, Sekolah Integral, Sekolah Alam dan lain sebagainya. Lagi-lagi peminatnya luar biasa.
3. Umrah dan Haji Plus
Akhir tahun lalu, Kementrian Agama telah me-release sebuah berita bahwa, jumlah calon jama’ah haji yang sudah mendaftar dan menjadi daftar tunggu (waiting list) tahun ini adalah sejumlah 1,7 juta orang. Jika rata-rata per tahun quota haji Indonesia 250 ribu orang, maka jika seseorang daftar sekarang, maka baru tahun ke-7 atau ke -8 orang itu akan berangkat haji. Itu jika kita pake rerata, jika kita amati per daerah, maka ada yang baru bisa berangkat 10 tahun lagi. Sebuah waktu tunggu yang cukup lama. Data itu saja telah menunjukkan, betapa muslimin Indonesia yang mampu cukup banyak.
Melihat kenyataan di atas, maka bermunculanlah sekarang biro umrah dan haji plus. Sementara menurut seorang kawan yang bekerja di biro haji, quota yang tersisa untuk orang yang akan daftar haji plus tahun ini, mungkin baru bisa berangkat tahun 2017. Padahal bianya, 3-5 kali dari haji regular. Karena waktu tunggu baik haji regular maupun haji plus yang demikian lama, maka kemudian alternative bagi kelas menengah muslim dewasa ini adalah umrah. Bahkan, pada bulan ramadhan jumlah orang umrah sudah hampir sama dengan yang haji. Ketika saya tahun lalu berangkat umrah, bertemu seorang bapak yang juga umrah beserta istrinya, padahal beliau juga sudah daftar haji regular. Ketika saya Tanya, mengapa beliau berangkat sekarang padahal sudah daftar haji? Jawabnya sederhana, saya masih nunggu 3 tahun lagi, belum tentu saya masih hidup, dari pada selama hidup belum pernah lihat mekkah, maka saya putuskan untuk umrah dulu. Bahkan tren umrah ini, juga diikutidengan nikah di Masjidil Haram dan lain sebagainya. Merke berasal dari berbagai kalangan, baik dari pejabat, pengusaha, professional maupun para selebritis.
4. Buku dan Literatur
Jika kita bertamu ke rumah saudara maupun kerabat, maka hampir di pastikan memiliki rak buku. Dan di dalam rak buku tersebur, berjejer buku-buku Islam, yang mungkin 10 atau 20 tahun lalu jarang kita temui di rumah orang biasa. Kini diruangan itu dapat kita temui berbagai tafsir dari Ibnu Katsir sampai Tafsir al- Misbah nya Prof. Quraisy Shihab. Bahkan buku-bulu klasik seperti ; Ihla Uluuddin, Muqodimah, Al-Hikam dll, berjajar di ruang tamu. Padahal mereka bukanlah orang yang memiliki background keagamaan dalam pendidikannya. Tetapi buku-buku itu dengan rapi berderet menghiasi rumah-rumah keluarga muslim.
Demikian halnya jika kita melihat pameran buku. Jika dulu hanya ada Book fair, beberapa tahun ini telah ada Islamic Book Fair. Dimana pada waktu itu, diisi dengan paeran buku yang pesertanya penerbit-penerbit islam. Pameran semacam ini, tidak hanya di Istora Senayan Jakarta, akan tetapi di berbagai tempat, konon pengunjungnya juga membludak. Bahkan seringkali dipakai ajang rekreasi keluarga, tidak ketinggalan anak balita maupun bayinya di ajak ke pameran buku ini. Dengan jumlah penerbit yang terus bermunculan, penulis lahir setiap hari, dan kebutuhan ummat akan buku terus bertambah, maka tak heran kausalitas antara supply and demand di sector ini, seolah taka da matinya. Meskipun gerusan teknologi baru dengan munculnya e-book, tab, ipad, dan gadget yang lainya terus berusaha mengikis pangsa ini. (bersambung)
1 thought on “Trend Muslim Indonesia di Era C3000”