Adalah Mohamed Farah alias Mo Farah, lelaki yang tidak terlalu tinggi itu, berusia 29 tahun adalah pelari asal Inggris itu yang menjadi legenda di Inggris, lantaran prestasinya meraih medali emas di nomor 5.000 meter dan 10.000 meter putra Olimpiade 2012 di London. Khusus di nomor 10.000 meter, Mo menjadi atlet pertama yang meraih emas bagi Inggris. Atas prestasinya itu, ia disebut legenda oleh masyarakat Inggri s.
Akan tetapi, pelari jarak menengah itu, selalu bernasib tidak baik, ketika berkunjung ke negeri Paman Sam. Bahkan dia sangat kesal dengan pihak imigrasi Amerika Serikat, yang tidak bersahabat, mungkin karena sikapnya yang Paranoid, sehingga dengan mudah menggenalisir setiap orang yang masuk ke Negara itu. Hal ini dialaminya ketika sedang berlibur akhir tahun di kota Portland, yang di hadang oleh pihak imigrasi. Padah ketika itu, dia juga sudah meenerangkan bahwa dia atlet Inggris peraih emas Olimpiade 2012, medalinyapun ditunjukkan ke petugas di Bandara itu. Ternyata tidak digubris sedikitpun, dan tidak meloloskannya memasuki negeri itu. Ternyata kejadian ini tidak pertama kali bagi Mo Farah, setiap kali berkunjung ke Amerika, ia selalu diinterograsi petugas bandara. Konon, karena dia Kelahiran Mogadishu Somalia. “Saya tidak dapat percaya,” katanya dikutip the Telegraph. “Ini sudah dua kali saya kena interograsi di bandara AS karena latar belakang saya yang keturunan Somalia sehingga saya dicurigai sebagai kelompok teroris,” keluhnya. Padahal sejak kecil sudah bermukim di Inggris, dan beristrikan wanita asli negeri itu.
Akan tetapi dia masih beruntung , sebab pelatih lari Mo Farah, Alberto Salazar yang ikut dengannya mempunyai kenalan petinggi FBI dan kemudian menelpon koleganya itu. Seketika, masalah pemeriksaan selesai dan Mo Farah bersama keluarga bisa kembali melanjutkan perjalanan ke Inggris usai menjalani liburan akhir tahun, sebagaimana di kutip di republika online.
PARANOID
Sejak tragedi 11 September 2001 atau dikenal dengan 9/11, yang terkenal ditabrakkannya pesawat ke berbagai sasaran di Washington DC, dimana Menara Kembar World Trade Center roboh, hancur berantakan. Maka sesaat kemudian Presiden Bush ketika itu, langsung meninstruksikan The War On Terrorism. Anehnya dengan cepat mereka mengatakan “dari semua kemungkinan yang ada, milyuner Osama bin Laden merupakan satu-satunya yang mendekati. Dengan alasan dia memiliki cukup dana, organisasi, serta kenekatan dalam melakukan serangan di beberapa institusi intelijen AS, termasuk peledakan Kedubes AS di Afrika Timur.
Bahkan pada saat itu juga dikemukakan bahwa Intelijen AS menangkap pembicaraan di antara orang-orang yang terlibat dengan Osama dan menyinggung serangan di WTC dan Pentagon. Yang membuatnya lebih menarik lagi adalah pernyataan Presiden Bush yang keseleo dengan menyatakan Amerika Serikat akan melakukan crusades (Perang Salib) melawan Teroris . Selanjutnya, dengan mudahnya kemudian telunjuk di arahkan kepada al-Qaedah, sebagai pelakunya. Dan meski sampai saat ini masih diragukan kebenarannya, maka The War on Terror, diterjemahkan secara serampangan sebagai perang terhadap Islam.
Mulai saat itu, nama-nama yang bernafaskan Islam, yang kemudian dijadikan sasaran tembak. Kemudian dibuatkanlah list, dan atas nama polisi dunia, kemudian di amini, oleh para sekutunya, bahwa nama-nama dan orgnasisasi yang ikut di dalamnya adalah pelaku terror. Selanjutnya, seolah mendapatkan License To Kill, atas nama perang melawan teroris, maka dimulailah menyerang Negara-negara muslim, dan di awali dengan Afghanistan.
Paranoid merupakan kata sifat dari paranoia, yang artinya : penyakit jiwa yg membuat penderita berpikir aneh-aneh yg bersifat khayalan, spt merasa dirinya orang besar atau terkenal; penyakit khayal; . Dan inilah sesungguhnya yang terjadi dengan Amerika, Barat dan sekutunya. Sehingga dengan khayalannya itu mereka menjadi takut, dan dengan mudah menggeneralisir bahwa orang dengan nama tertentu dan berasal daerah tertentu adalah teroris. Sebuah simplifikasi permasalahan yang aneh.
BANGSA YANG KALAH
Presiden Bush dalam pidatonya di depan Kongres, Rabu, 20 September 2001, mendesak dunia untuk mendukungnya menghadapi teroris dunia, “Anda bersama kami atau bersama teroris.” Bush juga mendesak Taliban untuk menyerahkan Osama serta seluruh jaringan pemimpin Al-Qaeda ke Amerika Serikat. Dan Kongres Amerikapun dengan segera menyetujui proposal anggaran perang untuk menghancurkan teroris yang diajukan oleh pemerintah dan menyediakan dana US$ 40 miliar, serta mempersiapkan 50 ribu tentara cadangan untuk pergi berperang
Akhirnya negara-negara di dunia kemudian banyak yang menjadi bagian dari ajakan Bush itu. Hal ini persis yang diramalkan oleh Ibn Khaldun dalam khitabnya Muqqodimmah, bahwa,”Bangsa yang Kalah akan mengikuti Bangsa Pemenang,”. Negeri-negeri muslim-pun tidak luput dukungannya terhadap itu, apakah karena alas an takut atau hal lain, sehingga mereka sesungguhnya menjadi bagian dari negeri yang kalah itu. Demikian juga di Indonesia, tidak lama setelah itu di bentuklah Densus 88, yang kemudian di belakang hari sering kita saksikan melakukan pembunuhan anak manusia yang baru terduga teroris, tanpa melalui proses peradilan.
BERSIKAP ADIL
Saya pernah punya pengalaman dengan seorang teman saat berkunjung ke Singapore. Saya meskipun ketika itu berjenggot , karena nama saya Jawa asli, lolos dari pemeriksaan imigrasi di Bandara Changi. Akan tetapi, teman saya karena namanya berbau Islam, dan di Paspor-nya kebetulan fotonya tidak berjambang, dan ketika pemeriksaan itu, dia bercambang, maka dia di interograsi untuk sementara waktu. Meskipun setelah sekitar setengah jam kemudian lolos, dan bisa masuk ke negeri Singa itu. Lain halnya dengan seorang teman, yang agak susah mendapatkan visa ke USA, padahal untuk kepentingan bisnis, hanya karena namanya muslim, dan seterusnya.
Jika hal seperti ini terus terjadi maka yang terjadi adalah kebencian terhadap Amerika dan sekutunya. Maka, tidak ada kata lain bahwa kita harus bersikap adil. Amerika harus sadar bahwa apa yang dilakukan selama ini, menimbulkan trauma bagi ummat Islam. Maka harus diperbaiki. Begitu pula sebaliknya, janganlah terlalu mudah membuang identitas ke-Islaman kita, hanya karena takut di tuduh dan di cap sebagai teroris. Dimanapun dan kapanpun juga, kita harus tetap menunjukkan Izzul Islam wal Muslimun. Jika hal ini terjadi, maka tidak aka ada lagi kasus seperti yang dialami oleh Mohamed Farah, dibelahan bumi manapun juga.