Adalah sebuah kebahagiaan bagi Kami, Keluarga besar PT Totalindo Rekayasa Telematika, bisa memasuki usia ke 11. Hari ini, 29 Juni 2012 kami mensukuri Milad kami dengan cara yang sederhana. Kami berkumpul di sebuah rumah, yang kami sebut dengan Technology Development Center, sebab sehari-hari tempat ini biasanya merupakan tempat kerja bagi seluruh engineer kami, dan juga “rumah “ bagi sebagian Totalindoers, sebutan kami untuk seluruh keluarga besar Totalindo. Ditempat ini, biasanya mereka “sibuk” men-develop product ataupun sedang mengerjakan proyek. Kemudian di sulap menjadi tempat yang santai, dengan digelari karpet. Furnitur yang biasa memenuhi ruangan, untuk sementara disingkirkan. Kami bersatu dalam keceriaan, suka cita, karena hari ini adalah hari bahagia. Kamipun mengambil tema juga sederhana, meski sarat makna. Yaitu : We always grow up. Sebuah pernyataan optimisme, yang memberikan semangat bagi Totalindoers, bahwa dengan kerja keras, kebersamaan dan do’a, kami senantiasa akan tumbuh.
Acaranya memang di kemas secara sederhana, kami tidak mengenal kasta, semua duduk lesehan di lantai. Setelah pembukaan dengan membaca ayat suci al-Qur’an, kemudian langsung saya diminta memberi sambutan. Tanpa ceremonial yang berarti. Awalnya saya mempersiapkan bahan tentang hal-hal yang strategis, tentang bagaimana kita meraih visi ke depan, yang sebenarnya sudah saya siapkan beberapa hari sebelumnya. Bahkan telah siap bahan presentasi. Tetapi sesaat sebelum memberikan sambutan, saya terfikirkan untuk mengubahnya. Saya bercerita tentang sejarah perusahaan ini didirikan. Sebab dari 50-an Totalindoers yang dating, tidak semuanya tahu sejarah, dimana dia bekerja. Sejarah panjang yang penuh dengan liku-liku. Telah keluar masuk lembah kematian (death valley) berkali-kali. Terjun bebas kedalam jurang, sempat berkeping-keping, dan berantakan. Kemudian bisa keluar dari lembah, kemudian terperosok dan bangkit lagi.
Sebuah perjalanan yang sarat dengan pengorbanan, waktu, harta dan perasaan. Ibarat sebuah kapal, kami memulai membikin kapal, saya menakhodai kapal itu sejak awal, sampai kapal itu menabrak karang, memecah ombak, sempat terdampar, bahkan berkeping-keping. Banyak penumpang yang ikut, kemudian lompat keluar, lari dan mencari kapal lain, sebelum sampai tujuan, bahkan tujuan antarapun belum sampai. Pada mulanya, ada yang mencoba mebocori kapal dari dalam, sehingga pelan-pelan air laut masuk kedalam yang menyebabkan kapal miring. Dan puncaknya adalah ketika Arsitek Kapal dan Anak Buah Kapal, yang seharusnya bertanggung jawab sampai kapal itu sampai di tujuan, melompat keluar, ketika kapal sedang terhempas karang. Kapal sempat terkeping-keping. Semua lari tunggang langgang cari sekoci, mencari selamat sendiri-sendir, sambil meneriaki dan memaki kapal yang memang sudah berserakan. Tinggallah saya sendiri, dengan sisa-sisa energy, merekonstruksi kapal yang sudah berantakan itu. Tentu saya tidak bisa sendiri. Satu demi satu saya mengajak orang yang se-visi, untuk bergabung dalam membangun kapal ini. Pada awalnya berat, sangat berat. Saya harus menyusun keping-keping yang berserakan. Bahkan harus menyelaatkan mesinnya yang terdampar di dasar lautan. Bukan lautan biasa, tetapi palung. Sampai kemudian, pelan tapi pasti kami mengangkat ke permukaan. Kadang-kadang terseret ombak, ketengah lagi, tenggelam dan kemudian sampai ke pantai. Dan pantai itulah persinggahan kami, untuk sekedar menghirup udara yang segar. Mengisi bahan bakar, mengumpulkan kekuatan untuk mencapai tujuan sesungguhnya, yang masih jauh.
Jika saat ini, ketika usia kami sudah 11 tahun jadinya seperti ini, menurut saya ini pencapaian luar biasa. Meskipun saya sadar, kami masih kecil, bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang lain. Tetapi perjalanan panjang yang membenturkan kami dalam kondisi yang paling ekstrim sekalipun, menyebabkan kami saat ini lebih wise memandang ke depan. Dan tantangan sesungguhnya adalah, bagaimana kami bisa mencapai visi kami ke depan. Kami sedang berbenah dan terus berbenah. Dan saya melihat tidak ada sorot mata Totalindoers yang tidak optimis. Ini modal utama untuk meraih masa depan itu. Optimisme. Ia tida bisa dibeli dari toko manapun juga. Tetapi dia lahir dari sebuah proses yang panjang dan melelahkan.
Kemudian saya merasa mendapat dorongan moral dari Ustadz. Shohibul Anwar, yang sengaja kami undang pada acara kami. Dalam taujihnya, intinya beliau mengajak kepada kami untuk mensyukuri setiap tahapan apa yang kami raih. Dan wujud kesyukuran yang tertinggi itu adalah bukan ketika kita menikmati apa yang sudah kita capai. Tetapi bagaimana kita, berbagi kepada sesama atas apa yang kita raih. Disisi lain kesuksesan dan keberhasilan itu dimulai dari mindset (sikap mental). Orang yang memiliki sikap mental positif, insya Allah keberhasilan dan keberkahan senantiasa akan mengikuti dirinya, terlepas dari agama dan keyakinannya. Demikian pula sebaliknya, sikap mental negative, juga akan berkorelasi terhadap hasil yang di capai. Spirit ini, yang kemudian semakin memompa semangat Totalindoers untuk senantiasa bersyukur dengan memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Dan sebagai wujud syukur, kami juga membagi CSR (Corporate Social Responsibility), kepada Pusat Pendidikan Anak Sholeh Marhamah, Jakarta Timur. Semoga sejumput kisah ini bisa dijadikan pelajaran bagi kami dan siapapun untuk menjadi lebih baik lagi.