Sejarah itu bukan hanya sekedar catatan dari rentetetan peristiwa yang kemudian dikompilasi dalam bentuk sebuah buku, yang biasanya sangat tebal. Bukan pula dongeng dan cerita turun-temurun, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenaranya. Sejatinya sejarah adalah sebuah gambaran dan visualisasi dari masa lalu, yang denganya, sejarah selalu memotret apa yang terjadi dalam silih bergantinya generasi manusia, jatuh dan bangunnya sebuah bangsa, muncul dan tenggelamnya peradaban, bangkit dan ambruknya sebuah kekuasaan dan seterusnya. Sehingga darinya, sejarah akan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Sejarah adalah bukti empiris masa lalu. Dan sejarah bukan hanya yang ditulis secara tekstual dalam buku-buku tebal itu, pun demikian bukan pula apa yang dicerikan sambung-menyambung dari nenek moyang itu. Sejarah adalah kontekstual, dia berada di dalam buku dan apa yang ada di luar buku, dia melingkupi semua peristiwa, kejadian dan aktor, disaat sejarah itu terjadi. Maka, sejarah sesungguhnya merupakan petunjuk masa depan.
Saya bukan ahli sejarah. Saya hanya seorang penikmat sejarah. Itupun dilakukan dengan cara amatiran, yaitu dengan membaca buku-buku sejarah ataupun mungkin melihat tayangan di DVD atau nonton National Geographic. Bahkan pelajaran resmi sejarah yang pernah saya ikuti, hanya diperoleh di bangku SD, SMP dan SMA, selebihnya hanya mencari sendiri. Apa saja saya baca: mulai dari siroh nabawiyah, tarikh islam, dan berbagai buku sejarah dunia, maupun sejarah nasional, bahkan sejarah lokal lainnya. Karena, bagi saya dengan membaca sejarah saya, bisa melayang ke masa lalu, dan menyelam, menelisik jauh dalam relung-relung kehidupan masa lalu, dengan segala asesoris dan dinamika kehidupan saat itu. Pada saat yang sama, dengan sangat bebasnya membikin komparasi dengan membandingkan dengan kehidupan di mana saat ini saya hidup. Kadang, bisa tersenyum sendiri, jika kemudian masa lalu kita gunakan parameter masa kini, pun demikian sebaliknya. Maka, membaca sejarah, akan terasa indah. Kemudian dengannya kita juga bisa menerawang jauh ke depan, melintasi dimensi ruang dan waktu, membayangkan apa yang terjadi di masa yang akan datang. Dengan sedikit di bumbui data dan fakta yang terjadi saat ini, maka seolah-olah kita benar-benar bisa melihat kasat mata apa yang terjadi di masa yang akan datang. Bahkan tidak ada salahnya jika kemudian kita merasa menjadi arsitek masa depan. Bahkan saya merasa bisa masuk dalam time tunnel, sebuah mesin dalam lorong waktu yang bisa membawa kita mundur ke masa lampau dan maju ke masa depan.
Disisi lain, mungkin kita sering mendengar ungkapan bahwa, sejarah itu adalah sebuah repetisi. Dia akan mengalami perulangan dengan aktor, tempat dan waktunya berbeda. Memang jika kita mengamati, statemen tersebut, ada benarnya. Sering saya temukan adanya kesamaan antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lainnya. Terlebih ketika kita membaca sejarah jatuh bangunnya sebuah kekuasaan, selalu ada kemiripan. Paling tidak, di awali dari ketika penguasa sudah tidak berpihak kepada rakyat, maka akan terjadi pergolakan rakyat atau people power, biasanya ada tokoh yang memimpinya, dan ada pemuda-pemuda yang jadi martyrnya. Akibatnya sekuat dan seperkasa apapun kekuasaan dan setangguh apa tentara atau seperkasa apa pengawalnya, pada gilirannya akan jatuh juga. Demikian halnya, bagaimana kita bisa mempelajari dari peristiwa-peristiwa itu, bahwa kejatuhan penguasa itu, seringkali juga dilakukan oleh ulah dan mungkin juga sebuah pengkhianatan. Dan hal ini justru banyak dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran pertama kekuasaaan, yang selama ini dianggap sebagai orang dalam dan orang kepercayaan. Selanjutnya mereka membocorkan rahasia ke lawan politik atau bahkan bersekutu dang bersenkongkol dengan lawan politiknya, untuk menjatuhkan kekuasaan yang ada, agar dia juga mendapat kekuasaan yang lebih, dan lain sebagainya (jadi ingat pidato bocor kemarin, pasti ada aktornya). Oleh karenanya, menjadi ada benarnya ketika ada ungkapan yang lain, yang berbunyi bahwa sejarah akan selalu berpihak kepada penguasa, kapan sejarah itu di tulis. Dari ungkapan itu, akan menimbulkan dampak, bahwa sangat mungkin, adanya banyak fakta dalam sejarah yang belum sempat tertulis, disembunyikan, dihilangkan atau dalam istilah yang lebih kejam lagi, sejarah itu disimpangkan. Ini bukan cuman isapan jempol, tetapi benar adanya.
Sebagai contoh kongkrit bagaimana adanya sejarah yang disembunyikan di negeri ini, adalah sejarah yang menyangkut ummat Islam, dan kontribusinya terhadap tegaknya Republik ini, tidak pernah terungkap secara jujur. Hal ini kemudian banyak di kupas secara lugas dan tuntas, dengan data-data dan fakta sejarah yang otentik dan bisa dipertangungjawabkan secara akademik. Yaitu sebuah karya Profesor Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul “Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI”. Beliau sampai membikin 2 jilid buku Api Sejarah ini. Saya yakin ini merpakan upaya serius Beliau, dalam rangka meluruskan sejarah. Di buku itu kita akan mendapatkan fakta-fakta yang selama ini tidak nampak, bahkan beberapa yang untold story, yang selama ini tidak pernah kita dapatkan di bangku sekolah. Jika pengin tahu lebih jauh, saya rekomendaikan beli saja. Kita memang haus akan sejarah yang benar. Sebab, pelajaran sejarah yang di dapat dari sekolah kita, sejak di bangku SD dulu (bahkan saya juga membaca buku sejarah anak saya yang sekolah di SD, masih saja sama), dan selalu “secara sepihak” diajarkan (baca : dijejalkan) oleh guru-guru kita melalui kurikulum, baik saat deri depdikbub, depdiknas sampai kemendiknas seperti sekarang ini, adalah sejarah yang benar-benar memihak ke penguasa. Atau bisa jadi penulis sejarahnya punya kepentingan dengan menyembunyikan atau bahkan menghilangkan fakta-fakta sejarah itu. Dan segala dugaan itu muncul, ketika Prof. Mansyur menulis buku itu. Dan buku-buku sejarah itu, terpaksa kita telan mentah-mentag, bahkan seolah-olah sejarah yang ada itu, menjadi sebuah kebenaran yang tak terbantahkan, padahal faktanya sebaliknya. Dan bertahun-tahun itulah yang bersemayam dan membentuk pola pikir kita.
Jika kita dan juga anak-anak kita, masih terpenjara oleh sejarah yang salah itu, maka sangat dimungkinkan, kedepan nanti anak-anak kita itu akan membuat sejarah yang menyimpang juga. Sebagaimana apa yang sekarang kita “nikmati” dari mereka yang sedang berkuasa dan seluruh ajajaran yang ada dibawahnya sekarang ini. Adalah mereka semua itu (termasuk saya) adalah produk dari buku-buku sejarah yang tidak benar itu. Sehingga, seperti kita rasakan dewasa ini, negara di atur dengan cara yang salah pula. Seolah tidak ada kekuatan untuk keluar dari cengkeraman asing misalnya. Pemerintah, selalu saja tunduk dengan kepentingan asing, karena dalam sejarah kita, selalu di tulis bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun Belanda. Mentalitas ini, kemudian secara tidak langsung membentuk bawah sadar kita, bahwa kita ini negara terjajah, bahkan lebih jauh telah membentuk DNA yang inferior di negeri ini. Ini yang perlu dirombak, dengan meluruskan sejarah. Dan menuliskan sejarah yang benar, secara jujur dan transparan. Dengan demikian, maka masa depan akan menjadi milik anak-anak kita. Selanjutnya, mari kita membuat sejarah, dengan membangun peradaban yang dulu pernah dengan sempurna diperagakan oleh Nabi dan sahabatnya. Tidak hanya menulis, membaca atau sekadar penikmat sejarah.