Saya meyakini, seharusnya sebuah sistem pendidikan itu, bisa mengantarkan peserta didiknya menjadi pribadi-pribadi yang merdeka. Dan kemerdekaan dari murid ini, tentu saja didapat dari guru-guru yang merdeka. Guru yang merdeka tentu saja berasal kurikulum yang merdeka. Singkatnya pendidikan yang merdeka akan di hasilkan oleh sistem pendidikan yang merdeka. Tidak ada tertekan, tidak ada paksaan dan keterpaksaan. Artinya jika ternyata saat ini, masih kita jumpai sistem pendidikan yang belum memerdekakan, berarti ada sesuatu yang salah. Seharusnya, sebuah sistem pendidikan yang benar akan berjalan menuju satu kesatuan tujuan yang sama, yaitu memerdekakan manusia. Dalam makna merdeka yang sebenarnya, yaitu merdeka dari ketergantungan terhadap mahkluk, dan hanya bergantung kepada sang khaliq.
Jika demikian adanya lantas pendidikan model apa yang harus di desain. Satu-satunya model pendidikan yang berhasil mengantarkan pendidik dan peserta didiknya menjadi pribadi-pribadi yang terkenal sepanjang sejarah manusia, dan tertulis dalam tinta emas, sebagai generasi terbaik, bahkan tidak ada lagi generasi terbaik sesudahnya. Pendidikan yang berhasil melahirkan peradaban yang mulia dan paling unggul yang pernah ada. Menghilangkan sekat-sekat derajat manusia, dan menjadikan pribadi-pribadi bertaqwa, sebagai sosok yang paling mulia di antara Tuhannya. Sebuah pendidikan yang melahirkan : negarawan, ulama’, cendekiawan, hakim, panglima, pengusaha, birokrat dll.
Dalam konsep pendidikan itu, mereka menjunjung tinggi persamaan hak antar umat manusia, mengantarkan seorang budak menjadi seorang yang sama kedudukannya. Menata sistem ekonomi, sehingga distribusi harta dari si kaya kepada yang kurang beruntung berlangsung dengan indah. Membangun sistem kemasyarakatan yang berkeadilan, sehingga hukum tidak hanya keras terhadap orang kecil dan tumpul ketika dengan penguasa, tetapi hukum berlaku kepada siapa saja, tidak pandang bulu, dan seterusnya. Itulah generasi hasil pendidikan yang diperagakan oleh Nabiyullah Muhammad SAW. Beliau mengusung pola pendidikan yang mengintegrasikan antara teori klasikal (dalam bentuk halaqoh/kelompok) dan praktek (diimplementasikan langsung) di lapangan. Dan pendidikan ini dimulai dari gerakan kecil yang di awali rumah Arqom bin abil Arqom, yang diikuti oleh beberapa gelintir manusia. Dan dari situlah melahirkan pribadi-pribadi yang tercerahkan yang kemudian menyebar seantero Mekah, dalam kurun waktu 10 tahun. Dan hampir 12 tahun, kemudian menyebar ke Madinah dan seluruh Jazirah Arab.
Lalu kurikulum seperti apa yang diterapkan. Kurikulumnya didapat langsung dari yang mendesain jagad Raya ini, yaitu Allah SWT. Melalui Dengan SK kenabiyan, yang di tandai dengan turunnya Wahyu Al-Qur’an, setelah melalui proses bertahanuts di goa Hira. Turunnya Surat, yang berlangsung secara bertahap itulah, yang dimuali dari Surat al-‘Alaq 1-5, Al Qolam 1-7, Al Muzammil 1-10, al Mudatsir 1-7 dan al Fatihah 1-7, itulah yang membentuk sebuah pola dan kemudian menjadi kurikulum dasar dalam pendidikan model nabi. Sebuah kurikulum yang saya yakin sengaja di desain Allah untuk di ajarkan langsung kepada Nabi, melalui perantara malaikat Jibril. Dan kemudian dari Nabi di transformasikan kepada para sahabat. Dalam mentransformasikan selain dengan qudwah beliau sekaligus menjadi uswah. Dari kelima surat pertama tersebut, kurikulum terus berlanjut dengan turunnya surat-surat berikutnya secara berurutan, sampai genap dengan di akhiri dengan turunnya surat al-Maidah ayat 3.`Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.`
Jika kita melihat bagaimana Allah mendesain kurikulum, dengan mengutus seorang guru (murabbi) yaitu Muhammad, SAW, kemudian memilih peserta didik awal yang terdiri dari berbagai golongan, serta memberikan model pengajaran seperti itu. Pertanyaannya, mengapa kita saat ini mencari-cari model pendidikan dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara syar’i? Dan bahkan kita mengagung-agungkan itu sebagai sebuah kebenaran, bahkankan mengkampanyekan kepada semua orang? Saya yakin, yang kita butuhkan sekatang adalah, bagaimana kurikulum rabbany itu di breakdown dalam konteks kekinian dan implementasikan sesuai dengan zamannya. Tetapi tepap menjadikan wahyu, sebagai rujukan utamanya. Sehingga, suatu saat nanti kita akan melihat lulusan sekolah-sekolah yang ada secerdas Ali bin Abi Tholib, sekaya Abdurrahman binAuf, setegas Umar bin Khattab, dan seterusnya. Insya Allah kita bisa….