Kampanye yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka mendorong tumbuhnya entrepeneur dan juga teknopreneur di Indonesia, nampaknya mendapatkan hasil. Tidak bertepuk sebelah tangan. Nyatanya banyak kelompok yang kemudian mendedikasikan dirinya dalam membangun etrpreneurship ini. Bahkan tidak jarang yang kemudian membuat semacam inkubator bisnis, bagi para anggotanya. Sehingga kemunculan start up company, laksana cendawan yang tumbuh di musim penghujan. Di berbagai daerah, dari segala jenis dan skala bisnis yang berbeda, banyak yang mendirikan perusahaan. Dan ini seolah-olah juga menjadi tren bagi para mahasiswa.
Kita patut bersyukur dengan kondisi ini. Akan tetapi ada baiknya jika kita menengok adanya beberapa fakta menarik yang terjadi pada start up company di Indonesia. Paling tidak ini yang saya jumpai di sekitar saya. Pengalaman dan amatan saya menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang gugur di tahun pertama. Banyak alasan yang menyebabkan mereka gugur di awal-awal mulai usaha. Biasanya mereka menyebutkan yang paling menonjol adalah masalah pendanaan. Sekaligus ini yang menjadi kambing hitamnya. Saya terus terang tidak sependapat dengan ini. Sebab beberapa hal mendasar, yang menjadi karakteristik start up company, ternyata itulah yang menjadi penyebabnya. Kebanyakan, entrepreneur pemula, susah terhindar dari belenggu karakteristik ini. Padahal jika bisa, Insya Allah akan keluar dari lingkaran yang tak berujung itu. Sehingga, pendanaan hanya salah satu bagian dari itu.
Karakteristik yang di maksud tersebut adalah sebagai berikut :
-
Pengalaman manajemen dan bisnis yang rendah (bahkan kebanyakan baru memulai bisnis, sehingga tidak tahu bagaimana mengelola perusahaan, atau tidak sedikit yang copy paste dari teks book ataupun internet)
-
Tidak memiliki rencana bisnis yang baik (biasanya rencana bisnisnya di atas kertas terlalu optimis, belum memperhatikan variabel di luar)
-
Lebih fokus pada produk (cara berfikirnya menjual apa yang bisa dilakukan, bukan melakukan apa yang bisa dijual, sehingga sering tidak match dengan kebutuhan pasar)
-
Sangat optimis dengan produk dimiliki (menganggap produknya lebih baik/hebat dibanding dengan productnya orang lain, biasanya berkenaan dengan menunjukkan tingkat kesulitan product itu di buat, bukan manfaat apa customer membeli itu)
-
Manajemen Keuangan yang kurang baik ( banyak yang susah memisahkan antara uang pribadi dan uang perusahaan, selain itu juga disebabkan oleh kurang rapinya pencatatan keuangan, sehingga sulit mengontrol cash flow)
-
Tidak fokus pada bisnis yang dioperasikan (mudah tertarik pada peluang-peluang lain, satu pekerjaan/produk belum selesai pindah ke hal lain yang menurutnya lebih berpeluang)
-
Tidak memiliki target market yang jelas (karena saking optimisnya terhadap produknya sehingga gagal menentukan market mana yang akan di sasar, sehingga ketika produknya jadi tidak bisa di jual)
-
Disiplin dan manajemen waktu yang rendah (karena belum memiliki pola kerja yang baku, sehingga bekerja semaunya, akibatnya seringkali apabila mengerjakan sesuatu tidak tepat waktu, atau dengan kata lain masih terbawa suasana di bangku kuliah)
-
Founder sering merasa paling berjasa sehingga menimbulkan potensi konflik di masa depan (kebanyakan founder dan co-founder merasa yang paling hebat, sehingga seolah-olah dialah yang bisa menentukan segalanya, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi karyawan lainnya). #2