Parenting

Mengenang Kasih Ibu di Hari Ibu


“Kasih Ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagi sang surya menyinari dunia”.  Tiba-tiba saya teringat lagu ini di hari Ibu. Lagu yang senantiasa dinyanyikan almarhumah Ibu kepada kami, ketika kami masih kecil. Jika saya atau kakak-kakak sedang bandel/nakal, ibu senantiasa melantunkan lagu itu, dengan suaranya yang lembut, merdu dan penuh penghayatan. Bagaikan tersihir,  pada saat yang bersamaan kami semua akan menuruti ibu.

Susah bagi saya untuk melukiskan sosok Ibu kami tersebut, apalagi dalam ruang blog yang sempit ini. Ingin rasanya suatu saat nanti, saya membuat biografi Ibu. Diruang ini, saya hanya ingin memberikan gambaran beberapa episode, dari deretan panjang riwayat hidupnya. Beliau adalah, seorang ibu yang sungguh amat luar biasa, multidimensi. Ibu yang mampu menjadi tauladan, pembimbing, pendidik dan sekaligus menjadi pelindung,  tidak hanya kepada kami anak-anaknya, tetapi juga kepada para tetangga, murid, sanak saudara, dan juga kerabatnya. Ibu, yang tidak hanya cantik secara fisik, akan tetapi “inner beauty”-nya sungguh patut untuk di teladani. Beliau senantiasa mengajari kepada kami bagaimana harus menghormati orang dan juga menjalin dan menjaga tali silatturahim. Yang senantiasa mengajak kami untuk selalu optimis menatap masa depan. Mengajari kami untuk tidak silau dengan gemerlap dunia, serta menjaga ibadah kami.

Memang secara dien pemahaman beliau tidak mendalam. Bahkan ketika memberikan petuah dan nasihat kepada kamipun, tidak harus dengan menyitir ayat-ayat di Kitab Suci. Tetapi sungguh, setelah kami dewasa, dan kemudian mengerti sedikit tentang dienulhaq ini, nyaris tidak ada satupun, apa yang beliau sampaikan itu, bertentangan dengan Syar’i. Semuanya inline. Bahkan seolah-olah tinggal mencarikan pembenar di Kitab Suci dan Hadits Nabi, maka seluruh apa yang Ibu lakukan dan sampaikan itu, bisa menjadi serangkaian tulisan atau bahkan buku tentang Islamic Parenting Guide.

Beliau berprofesi sebagai Guru SD, dan terakhir jabatannya adalah Kepala Sekolah Dasar. Sebuah profesi, yang kemudian mentahbiskan beliau menjadi bagian dari “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa,”.  Guru yang benar-benar bisa di gugu dan di tiru. The Real Teacher, itulah penilaian subyektif saya.  Beliau tidak hanya melakukan transfer of knowledge, tetapi juga melakukan transfer  of value. Yang mendidik dan sekaligus mengajari murid-muridnya sehingga menjadi  jiwa-jiwa yang berkarakter. Selain sebagai guru, aktifitas sosialnya di luar rumahpun, sungguh sangat padat. Selain sebagai anggota pengurus Dharmawanita, menjadi pengurus PKK, Pengurus Koperasi, Pengajian dan sederet aktifitas sosial lainnya.  Akan tetapi, deretan aktifitas itu, sama sekali tidak mengurangi kodrat, kapasitas dan peran beliau sebagai Ibu Rumah Tangga.

Beliau senantiasa bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Kemudian melakukan aktifitas ibadah, dan pada saat bersamaan, beliau juga mempersiapkan masakan untuk sarapan kami dipagi hari. Beliau menyapu halaman rumah kami yang cukup luas, dan sebelum jam 6.00 pagi, seluruh pekerjaan itu termasuk hidangan untuk keluarga sudah siap. Selain itu beliau juga sudah mempersiapkan pakaian kerja Bapak dan juga kami anak-anaknya. Saya sangat heran, bagaimana beliau mampu memanage, waktu sedemikian baik. Tidak pernah rasanya beliau belajar tentang Project Management, akan tetapi seluruh rangkaian aktifitasnya, seolah mengikuti standar PMBOK. Itu semua beliau lakukan dengan tingkat akurasi yang tinggi.  Sebab dari hari Senin-Sabtu beliau harus mengajar, di Sekolah yang berada di lain kecamatan yang ditempuh dalam waktu 30 menit dengan mengendarai Sepeda Motor. Artinya beliau datang lebih pagi, dari jadwal sekolah yang dimulai pukul 07.00.

Mendekati usia 50 tahun Ibu mulai menderita berbagai macam penyakit. Yang dimulai dari Cancer Payudara dan komplikasi dengan Lever. Penyakitnya semakin parah ketika Cansernya di operasi. Setelah itu, selama hampir 7 tahun,  Ibu keluar masuk Rumah Sakit dan juga pengobatan Alternatif.  Akhirnya di usia ke-55 tahun,  di pagi hari bulan Juli tahun 1996, Ibu menghembuskan nafas-nya yang terakhir dengan senyuman  tersungging indah di bibirnya. Maafkan kami anakmu yang belum bisa membalas seluruh jasamu itu. Allahummaghfirlaha, warhamha, wa’afihi, wa’fu’anha. Semoga Allah mengampuni seluruh dosa dan kesalahan Ibu, menerima seluruh amalnya, dan mempertemukan kembali dengan kami di Surganya . Amiin…

Advertisement

1 thought on “Mengenang Kasih Ibu di Hari Ibu”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.